Liputan6.com, Jakarta - Tak mau kalah dari raksasa teknologi lain sekelas Microsoft dan Google yang sudah terjun ke tren kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), Meta mengumumkan mereka merilis generator bahasa AI baru, LLaMA.
Pengumuman juga diungkapkan oleh sang CEO Mark Zuckerberg, melalui unggahan Facebook-nya. Model bahasa besar (large language model/LLM) ini, nantinya akan ditujukan untuk komunitas riset.
Advertisement
"Hari ini kami merilis model bahasa besar AI canggih baru yang disebut LLaMA yang dirancang untuk membantu peneliti memajukan pekerjaan mereka," kata Mark Zuckerberg di Facebook-nya, dikutip Senin (27/2/2023).
Mark Zuckerberg mengklaim, LLM ini telah menjanjikan dalam menghasilkan teks, melakukan percakapan, meringkas materi tertulis, dan tugas yang lebih rumit seperti memecahkan teorema matematika atau memprediksi struktur protein.
"Meta berkomitmen pada model penelitian terbuka ini dan kami akan membuat model baru kami tersedia untuk komunitas penelitian AI," ujarnya.
Mengutip New York Post, LLaMA, merupakan singkatan dari Large Language Model Meta AI. Dia akan tersedia di bawah lisensi non-komersial untuk peneliti, dan entitas yang berafiliasi dengan pemerintah, masyarakat sipil, dan akademisi.
Induk Facebook ini akan menyediakan underlying code bagi pengguna, untuk mengubah model dan menggunakannya dalam kasus penggunaan terkait penelitian.
Model ini, yang menurut Meta membutuhkan daya komputasi "jauh lebih sedikit", dilatih dalam 20 bahasa dengan fokus pada huruf Latin dan Cyrillic.
Namun, dilansir The Verge, LLaMA Meta tidak seperti ChatGPT OpenAI atau Bing Microsoft, yang bisa diajak bicara oleh siapa pun.
Bisa Membantu AI Biar Tidak Mengarang Informasi
LLaMA adalah alat penelitian yang menurut Meta, dibagikan dengan tujuan "mendemokratisasi akses di bidang penting yang cepat berubah ini."
Dengan kata lain, teknologi AI LLaMA adalah untuk membantu para ahli mengatasi model bahasa AI, mulai dari masalah bias dan toksisitas, hingga kecenderungan untuk sekadar mengarang informasi.
Dalam makalah risetnya, Meta mengklaim versi terkecil kedua dari model LLaMA, LLaMA-13B, berkinerja lebih baik daripada model GPT-3 OpenAI yang populer "pada sebagian besar tolok ukur."
Sedangkan yang terbesar, LLaMA-65B, "kompetitif dengan model terbaik" seperti Chinchilla70B dari DeepMind dan PaLM 540B dari Google. LLaMA-13B juga dapat dijalankan pada GPU Nvidia Tesla V100 tingkat pusat data tunggal.
Itu akan menjadi berita baik bagi institusi yang lebih kecil yang ingin menjalankan pengujian pada sistem ini, tetapi tidak berarti banyak bagi peneliti tunggal yang peralatannya tidak terjangkau.
Meta diketahui sempat merilis chatbot AI di masa lalu, namun mendapatkan respon yang kurang baik. Pertama bernama BlenderBot yang dikritik karena tidak bagus, sementara lainnya adalah Galactica, yang dirancang untuk menulis makalah ilmiah.
Namun, Galactica harus offline hanya dalam kurun waktu tiga hari, gara-gara AI tersebut terus menghasilkan omong kosong ilmiah.
Advertisement
Tiongkok Larang ChatGPT
Di sisi lain, Tiongkok melakukan pembatasan akses ke platform chatbot AIyang sedang naik daun belakangan ini, ChatGPT buatan OpenAI.
Sebelumnya, chatbot AI tersebut memang tidak secara resmi tersedia di Tiongkok, di mana pemerintah menggelar firewall dan sensor internet yang ketat.
Namun banyak pengguna yang masih bisa mengaksesnya menggunakan Virtual Private Network (VPN). Beberapa pembuat aplikasi pihak ketiga juga telah membuat program yang memberikan beberapa akses ke ChatGPT.
Mengutip The Guardian, Jumat (24/2/2023), program-program ini dilaporkan sudah lenyap dari akun-akun WeChat. Perusahaan teknologi seperti induk WeChat, Tencent, serta Ant Group, juga sudah diminta memutus akses ke program-program tersebut.
Awal pekan ini, media pemerintah Tiongkok menyatakan bahwa ChatGPT OpenAI adalah alat potensial bagi Amerika Serikat, untuk "menyebarkan informasi palsu."
Khawatir Respon Tanpa Sensor
Artikel di China Daily juga mengklaim, pertanyaan yang diajukan ke ChatGPT tentang Xinjiang selalu menghasilkan jawaban yang "konsisten dengan propaganda politik pemerintah AS bahwa ada yang disebut 'genosida.'"
Dikutip dari The Verge, regulator China juga disebut telah meminta perusahaan teknologi menghentikan menawarkan akses ke chatbot AI tersebut, karena khawatir terhadap adanya "balasan tanpa sensor" untuk pertanyaan sensitif secara politik.
Selain itu, menurut laporan Nikkei Asia dari "orang-orang yang mengetahui langsung masalah ini," perusahaan teknologi juga diminta melapor ke pemerintah, sebelum merilis chatbot buatannya sendiri.
(Dio/Isk)
Advertisement