Liputan6.com, Jakarta Viral video aksi joget dua calon dokter atau koas bersama Jerome Polin yang sempat membuat geger akhir pekan kemarin.
Dalam video tersebut, ketiga orang tersebut termasuk Jerome yang lulusan jurusan matematika terapan mengenakan jas khas dokter lalu menari sesuai alunan musik.
Advertisement
Lalu, di atas video tersebut ada tulisan "Mohon maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin".
Kalimat tersebut menimbulkan multitafsir. Ada yang mengganggap bahwa maksud kalimat tersebut adalah sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mencoba joget.
Namun, dalam dunia kedokteran, kalimat tersebut kerap diucapkan dokter ketika menyampaikan kabar kurang baik kepada pasien. Sehingga, bagi para dokter maupun pasien atau keluarga pasien yang pernah mendapatkan kalimat seperti itu merasa tidak nyaman jika dilakukan sambil berjoget.
Video tersebut pertama kali diunggah ke akun media sosial Ugidiam Farhan Firmansyah. Setelah menimbulkan multitafsir dan prokontra oleh warganet, Farhan melakukan take-down Namun, video tersebut sudah telanjur diunggah ulang dan beredar di media sosial termasuk Twitter.
Melihat adanya beragam tafsir, Farhan berusaha menjelaskan bahwa yang ia maksud dalam vide tersebut bahwa sudah berusaha untuk melakukan dancer tapi hasilnya mereka bertiga tetap kaku.
"Sebelumnya, saya sempat membuat video dance dengan caption 'Mohon maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin'. Caption dalam video tersebut merujuk pada kami yang sudah berusaha melakukan dance koreografi tersebut namun hasilnya tetap masih kaku dan tidak luwes," katanya.
"Tapi ternyata banyak yang salah paham dengan video tersebut dan mengira bahwa captiopon pada video merujuk pada momen krusial," tulis Farhan dalam akun Instagram pribadinya.
Merasa Malu
Sebagai lulusan fakultas kedokteran yang tengah melakukan koas, Farhan mengaku malu karena belum sadar dampak atas konten tersebut.
"Sebagai seorang calon dokter saya merasa malu karena belum sadar atas dampak dari pembuatan konten tersebut yang menyinggung perasaan banyak teman-teman," akuinya.
Meminta Maaf
Pria angkatan Fakultas Kedokteran Universitas 2017 ini memohon maaf atas hal yang ia perbuat. Ia tidak menyangka bisa menimbulkan kesalpahaman seperti saat ini.
"Sebagai pembuat konten tersebut ingin memohon maaf sebesar-besarnya karena telah menimbulkan kesalahpahamanan pada teman-teman semua," pintanya.
Farhan pun mengaku membuat video tersebut tidak ada maksud untuk menyinggung momen krusial.
"Saya sebagai manusia tentu masih punya empati dan tidak ada maksud sama sekali menyinggung dan atau hal-hal semacamnya yang juta tidak saya tunjukkan pada video tersebut," katanya.
Farhan juga mengucapkan terim akasih atas kritikan dan saran kepada dirinya. Sehingga, nanti makin bijak dalam mengunggah video di media sosial.
.
Advertisement
Kembali Beri Konten Edukasi Kesehatan
Setelah kejadian tersebut, Farhan mengatakan bakal kembali fokus membuat konten video mengenai kesehatan.
"Saya akan berusaha memberikan konten edukasi kesehatan seperti yang biasa say alakukan, semoga bermanfaat," katanya.
Seperti diketahui, Farhan kerap berbagi edukasi kesehatan di akun media sosialnya seperti mengerti serangan panik hingga penyebab pingsan.
Di Instagram Farhan memiliki follower 131 ribu. Dia juga tergabung dalam manajemen Mantappu Corp yang dipimpin oleh kakak Jerome Polin, Jehian Panangian Sijabat.
Dalam akun Twitter, Jehian menjelaskan bahwa konten sdudah dihapus. Lalu, bakal berusaha menghapus semua repost dari video tersebut.
"Seluruh konten sudah dihapus dari semua platform sejak 3 jam yang lalu, Semua konten serupa yang naik adalah repost. Begitu pun, saya akan berusahan untuk melakukan take down terhadap repost," cuit Jehian pada 26 Februari 2023.
Dekan FKUI: Pelajari Kasus
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Profesor Ari Fahrial Syam sudah mendengar mengenai video viral tersebut. Ari menuturkan pihaknya tengah mempelajari kasus tersebut.
"Ya, kami sedang mempelajari kasusnya," kata Ari menjawab saran dari dokter lain.
Ari juga amenjelaskan bahwa ada SK Dekan tentang Tata Krama kehidupan kampus termasuk di dalamnya tentang civitas akademika bermedia sosial.
Advertisement
13 Etika Dokter Bermedsos
Sebelumnya, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran telah mengeluarkan Surat Keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Nomor: 029/PB/K.MKEK/04/2021 Tentang Fatwa Etik Dokter Dalam Aktivitas Media Sosial sebagai berikut:
1. Dokter harus sepenuhnya menyadari sisi positif dan negatif aktivitas media sosial dalam keseluruhan upaya kesehatan dan harus menaati peraturan perundangan yang berlaku.
2. Dokter selalu mengedepankan nilai integritas, profesionalisme, kesejawatan, kesantunan, dan etika profesi pada aktivitasnya di media sosial.
3. Penggunaan media sosial sebagai upaya kesehatan promotif dan preventif bernilai etika tinggi dan perlu diapresiasi selama sesuai kebenaran ilmiah, etika umum, etika profesi, serta peraturan perundangan yang berlaku.
4. Penggunaan media sosial untuk memberantas hoaks atau informasi keliru terkait kesehatan atau kedokteran merupakan tindakan mulia selama sesuai kebenaran ilmiah, etika umum, etika profesi, serta peraturan perundangan yang berlaku. Dalam upaya tersebut, dokter harus menyadari potensi berdebat dengan masyarakat.
Dalam berdebat di media sosial, dokter perlu mengendalikan diri, tidak membalas dengan keburukan, serta menjaga marwah luhur profesi kedokteran. Jika terdapat pernyataan yang merendahkan sosok dokter, tenaga kesehatan, maupun profesi/organisasi profesi dokter/kesehatan, dokter harus melaporkan hal tersebut ke otoritas media sosial melalui fitur yang disediakan dan langkah lainnya sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
5. Dokter harus menjaga diri dari promosi diri berlebihan dan praktiknya serta mengiklankan suatu produk dan jasa. Hal ini sesuai SK MKEK Pusat IDI Nomor 022/PB/K.MKEK/07/2020 tentang Fatwa Etika Dokter Beriklan dan Berjualan Multi Level Marketing yang diterbitkan MKEK Pusat IDI tanggal 28 Juli 2020.
6. Pada penggunaan media sosial untuk tujuan konsultasi suatu kasus kedokteran dengan dokter lainnya, dokter harus menggunakan jenis dan fitur media sosial khusus yang terenkripsi end-to-end dan tingkat keamanan baik, dan memakai jalur pribadi kepada dokter yang dikonsultasikan tersebut atau pada grup khusus yang hanya berisikan dokter.
7. Pada penggunaan media sosial termasuk dalam hal memuat gambar, dokter wajib mengikuti peraturan perundangan yang berlaku dan etika profesi. Gambar yang dimuat tidak boleh membuka secara langsung maupun tidak langsung identitas pasien, rahasia kedokteran, privasi pasien/keluarganya, privasi sesama dokter dan tenaga kesehatan, dan peraturan internal RS/klinik.
Dalam menampilkan kondisi klinis pasien atau hasil pemeriksaan penunjang pasien untuk tujuan pendidikan hanya boleh dilakukan atas persetujuan pasien. Identitas pasien seperti wajah dan nama pun harus dikaburkan. Hal ini dikecualikan pada penggunaan media sosial dengan maksud konsultasi suatu kasus kedokteran sebagaimana yang diatur dalam poin 6.
8. Penggunaan media sosial untuk tujuan edukasi kesehatan masyarakat sebaiknya dibuat terpisah dengan akun pertemanan agar fokus pada tujuan. Bila akun yang sama juga digunakan untuk pertemanan, dokter harus memahami dan mengelola ekspektasi masyarakat terhadap profesi kedokteran.
9. Pada penggunaan media sosial dengan tujuan edukasi ilmu kedokteran dan kesehatan yang terbatas pada dokter dan atau tenaga kesehatan hendaknya menggunakan akun terpisah dan memilah sasaran informasi khusus dokter/tenaga kesehatan.
10. Pada penggunaan media sosial dengan tujuan pertemanan, dokter dapat bebas berekspresi sebagai hak privat sesuai ketentuan etika umum dan peraturan perundangan yang berlaku dengan memilih platform media sosial yang diatur khusus untuk pertemanan dan tidak untuk dilihat publik.
11. Selektif Memasukkan Pasien ke Daftar Pertemanan
Kesebelas, dokter perlu selektif memasukkan pasiennya ke daftar teman pada akun pertemanan karena dapat mempengaruhi hubungan dokter-pasien.
12. Dokter dapat membalas dengan baik dan wajar pujian pasien/masyarakat atas pelayanan medisnya sebagai balasan di akun pasien/masyarakat tersebut. Namun sebaiknya dokter menghindari untuk mendesain pujian pasien/masyarakat atas dirinya yang dikirim ke publik menggunakan akun media sosial dokter sebagai tindakan memuji diri secara berlebihan.
13. Bila memandang aktivitas media sosial sejawatnya keliru, dokter harus mengingatkannya melalui jalur pribadi. Apabila yang bersangkutan tidak bersedia diingatkan dan memperbaiki perilaku aktivitasnya di media sosial, dokter dapat melaporkan kepada MKEK.
Pukovisa mengatakan fatwa etik kedokteran ini mengikat seluruh dokter di Indonesia. Dia meminta MKEK di semua tingkatan untuk melakukan sosialisasi. MKEK juga berwenang melakukan klarifikasi terhadap suatu informasi dugaan pelanggaran etik, pembinaan, dan atau proses kemahkamahan pada dokter Indonesia yang tidak sesuai dengan isi fatwa.