Liputan6.com, Jakarta Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyatakan mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta, Jaya tetap divonis 3,5 tahun penjara terkait kasus tanah di Cakung, Jakarta Timur, sehingga merugikan pemilik tanah senilai Rp600 miliar.
"Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 15 Desember 2022 Nomor 545/Pid.B/2022/PN.Jkt.Pst., yang dimintakan banding tersebut," ucap Majelis Hakim PT DKI Jakarta yang diketuai Nelson Pasaribu sebagaimana tertuang dalam putusan PT Jakarta Nomor 21/PID/2023/PT DKI, yang dikutip dari situs Mahkamah Agung, Senin (27/2/2023).
Pada 15 Desember 2022, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 3,5 tahun penjara kepada Jaya karena terbukti melakukan tindak pidana membuat surat palsu. Jaksa dan Jaya tidak terima dan sama-sama mengajukan banding.
Hakim menilai, Jaya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membuat surat palsu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP.
Baca Juga
Advertisement
Dalam menjatuhkan putusan, hakim mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah menimbulkan kerugian dan dianggap tidak menjalankan sistem pemerintahan yang baik.
Sementara hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, sudah berusia lanjut, dan sudah mengabdi selama 38 tahun di kantor pertanahan.
Kasus pemalsuan dokumen yang melibatkan Jaya ini merupakan buntut dari sengketa lahan di Cakung Barat, Cakung, Jakarta Timur pada 2019-2020 lalu. Jaya dianggap melanggar Pasal 263 KUHP karena membuat surat palsu yang menimbulkan kerugian.
"Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta pada 30 September 2019 bertempat di Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta Nomor 13/PBT/BPN.31/IX/2019 tanggal 30 September 2019 yang isinya tentang pembatalan 20 Sertifikat Hak Milik (SHM) beserta turunannya 38 Hak Guna Bangunan (HGB)," ucap hakim.
"Terdakwa membuat dan menandatangani SK tersebut seolah-olah ada permintaan dari saksi Sofyan Djalil (eks Menteri Agraria/BPN) melalui pesan khusus. Sedangkan, hal tersebut tidak benar sama sekali adanya permintaan/perintah dari saksi Sofyan Djalil tersebut," ujar majelis melanjutkan.
Hakim menilai perbuatan Jaya bertentangan dengan hukum yang berlaku atau tidak sah. Akan tetapi, Jaya menggunakan surat keputusan tersebut untuk membatalkan 38 HGB PT Salve Veritate dan selanjutnya oleh Abdul Halim digunakan untuk permohonan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lokasi tanah menjadi atas namanya sendiri.
Abdul Halim dituntut dalam berkas terpisah dengan perkara serupa. Saat dihadirkan pada persidangan Jumat (28/10), Abdul Halim yang kini berstatus tersangka dugaan pemalsuan dokumen dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Bareskrim Polri, mengaku telah menjual tanah sengketa tersebut kepada pihak sebuah PT dengan harga Rp200 miliar.
Bareskrim Tetapkan 10 Tersangka
Penyidik Bareskrim Polri sebelumnya mengungkap jaringan mafia tanah dalam penanganan kasus sebidang tanah di Ujung Menteng, Cakung Barat, Jakarta Timur. Sebanyak 10 orang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi menyampaikan, penanganan kasus mafia tanah tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan nomor LP/B/0613/X/2020/Bareskrim tanggal 28 Oktober 2020 dengan pelapor Remon Arka selaku Dirut PT. Salve Veritate.
"Melaporkan dugaan tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan atau pemalsuan akta otentik dan atau pemalsuan surat, dalam proses pembuatan SK Pembatalan 38 SHGB atas nama PT. Salve Veritate berikut turunannya dan proses penerbitan SHM No. 04931/Cakung L.77.852 M2 atas nama Abdul Halim yang diduga dilakukan oleh saudara Jaya (mantan Kakanwil BPN DKI Jakarta)," tutur Andi dalam keterangannya, Rabu (15/12/2021).
Menurut Andi, pada 12 April 2021 penyidik telah menetapkan mantan Lurah Cakung Barat inisial RD sebagai tersangka lantaran telah membuat Surat Keterangan Lurah palsu dan digunakan sebagai salah satu dasar penerbitan SK Pembatalan SHGB PT Salve Veritate. Kini RD telah divonis bersalah dalam tindak pidana pemalsuan surat.
"Penyidik kemudian melakukan pengembangan kasus dan selanjutnya berdasarkan hasil gelar perkara 21 Oktober 2021 telah merekomendasikan untuk menetapkan 15 pelaku lain sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana pemalsuan surat juncto menyuruh melakukan, turut serta melakukan, juncto membantu melakukan tindak pidana," jelas dia.
Sumber: Antara.
Advertisement