Liputan6.com, Jakarta PT KAI Commuter (KCI) buka suara soal nasib 10 trainset KRL Jabodetabek yang akan dipensiunkan pada 2023 ini. Mengacu usia pakai kereta buatan Jepang tersebut, 10 trainset itu akan habis masa berlakunya setelah dipakai 30 tahun di negara asal, plus 15 tahun di Indonesia.
VP Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba menerangkan, total KRL Jabodetabek yang akan berakhir masa tugasnya dalam waktu dekat berjumlah 29 rangkaian kereta. Pembagiannya, 10 trainset untuk 2023, dan 19 trainset pada 2024.
Advertisement
Menindaki situasi ini, KCI membuka dua opsi terhadap 10 kereta yang bakal usang tersebut. Antara lain, mengimpor barang bekas berupa rangkaian kereta dari Jepang, atau melakukan upgrade teknologi.
"Hasil FGD tahun lalu mengajak INKA, mitra dari Jepang dan Spanyol sharing upgrade teknologi sebelum konservasi, itu butuh 1-2 tahun. Jadi kami ajukan ini untuk replace (dengan impor kereta bekas dari Jepang)," jelas Anne saat ditemui di Kantor KCI Juanda, Jakarta, Senin (27/2/2023).
Untuk itu, Anne melanjutkan, KCI telah berkirim surat ke Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan, yang diteruskan kepada Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian.
Alasan Kemenperin Belum Beri Izin
Namun, Dirjen Daglu Kemendag telah mendapatkan surat jawaban dari Dirjen ILMATE Kemenperin, bahwa berdasarkan pertimbangan teknis atas rencana impor oleh PT KCI belum dapat ditindaklanjuti.
Pertimbangannya, fokus pemerintah meningkatkan produksi dalam negeri serta substitusi impor melalui Program Peningkatan Pengguna Produk Dalam Negeri (P3DN).
Usaha Lanjutan KAI Commuter
Tak patah arang, Anne dan tim KCI bakal terus berkolaborasi dengan Kemendag dan Kemenperin agar impor kereta bekas Jepang bisa direalisasikan untuk menjaga operasional KRL Jabodetabek.
"Jadi kami memang menerima surat saat ini kami belum. Tapi kami sangat terbuka untuk diskusikan kembali, karena ini berdampak pada masyarakat. Bagaimanapun, solusi untuk angkutan ini harus kita komunikasikan," ungkapnya.
Oleh karenanya, KCI berharap perizinan impor tersebut bisa direalisasikan. Pasalnya, kereta yang didatangkan dari Jepang pun belum akan bisa langsung beroperasi di Tanah Air.
"Untuk 10 kereta, kalau sudah datang, butuh certified dan lain-lain 3-4 bulan. Itu datangnya pun bertahap. Jadi tinggal izin impornya aja. Kalau teknisnya Kemenhub (Direktorat Jenderal Perkeretaapian), sudah kita dapatkan," pungkasnya.
Advertisement
Kemenperin Soal Impor KRL Jepang: INKA Sudah Bisa Buat, Kenapa Harus Impor
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Dody Widodo menegaskan bahwa Indonesia tidak perlu melakukan impor kereta rel listrik (KRL) karena industri kereta api nasional mampu memproduksi semua kebutuhan kereta di dalam negeri.
“PT Industri Kereta Api (INKA) bisa membuat itu semua, kenapa kita harus impor gerbang kereta api bekas dari Jepang. Katanya bangga beli buatan Indonesia. Bangladesh saja membeli produk kereta kita sampai Rp1,3 triliun,” kata Dody kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Ia menyampaikan untuk memenuhi kebutuhan gerbong kereta dalam jumlah besar memang dibutuhkan waktu, karena tidak dapat direalisasikan dalam semalam.
Oleh karena itu, Dody mendorong adanya perencanaan untuk periode penggantian atau peremajaan setiap gerbong kereta yang beroperasi di Indonesia.
“Kalau mendadak memang pasti sukar, seharusnya kan sudah direncanakan jauh-jauh hari dan memberi kesempatan kepada industri dalam negeri untuk berproduksi,” ujar Dody.
Industri Kereta Api
Dengan demikian, lanjut Dody, industri kereta api dalam negeri dapat menggeliat dan menggerakkan perekonomian nasional.
“Kapan lagi kita bangga akan buatan kereta dalam negeri. Jangan terus BUMN, jadi bisa impor dan impor. Tolong berhenti untuk pemikiran seperti itu,” kata Dody.
Dody menambahkan, Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI) seharusnya digencarkan secara menyeluruh tanpa terkecuali. Terlebih, jika produk yang dibutuhkan telah mampu diproduksi oleh industri dalam negeri.
Dengan demikian, Dody optimistis bahwa industri nasional dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri, yang akan berkontribusi untuk perekonomian dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
“Bagaimanapun kita harus bangga dengan industri dalam negeri. Hal ini perlu diimplementasikan secara nyata melalui tindakan dalam mengambil keputusan,” pungkas Dody.
Advertisement