Izin Impor Kereta dari Jepang Belum Keluar, Nasib KRL Jabodetabek Gimana?

PT KAI Commuter Indonesia (PT KCI) tengah menunggu kepastian dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian, soal izin impor KRL dari Jepang

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 27 Feb 2023, 21:41 WIB
Penumpang menunggu rangkaian KRL di Stasiun Manggarai, Jakarta, Sabtu (17/12/2022). Pemerintah berencana menaikkan harga tiket Commuter Line (KRL) pada 2023. Plt Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah aturan terkait kenaikan tarif KRL. (Liputan6.com/Magang/Aida Nuralifa)

Liputan6.com, Jakarta PT KAI Commuter Indonesia (PT KCI) tengah menunggu kepastian dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian, soal izin impor 10 rangkaian kereta pengganti untuk 10 trainset KRL Jabodetabek yang bakal pensiun di 2023.

VP Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba mengatakan, impor 10 kereta pengganti itu perlu untuk menjaga operasional KRL Jabodetabek, khususnya pada jam sibuk. Pasalnya, ia tak ingin mengorbankan nasib penumpang yang menaiki kereta habis masa.

"Kalau dibilang apakah 10 layanan pengaruhi layanan, pasti. Yang perlu diantisipasi, peningkatan headaway. Sehingga jam sibuk bisa cepat terurai," ujar Anne di Kantor PT KCI, Jakarta, Senin (27/2/2023).

Usia KRL 45 Tahun

"Kalau dibilang cukup, jam sibuk tetap hal yang krusial di pengelolaan commuter. Tapi tetap, safety yang harus ditekankan," tegas dia.

Anne menceritakan, saat ini PT KCI total memiliki 106 trainset yang beroperasi di jalur KRL Jabodetabek. Namun, masa usia operasinya berbeda-beda, dimana 10 trainset sudah hampir 45 tahun.

Oleh karenanya, PT KCI terus berkoordinasi dengan pihak regulator seperti Kementerian BUMN dan Kementerian Perhubungan, pihak pengguna, hingga pengamat. Sebab, Anne menekankan, opsi keselamatan penumpang KRL Jabodetabek jadi yang terdepan.

"Kita sangat dukung produk dalam negeri seperti INKA, untuk peningkatan kapasitas pasti kita akan adakan KRL baru. Tapi ada yang konservasi. Ini yang butuh support, supaya kereta eksisting tidak berkurang," ungkapnya.

"Kami menjalankan commuter adalah safety. Selama itu dipenuhi, itu akan dijalankan. Kalau enggak, ya enggak (akan dijalankan). Itu yang kami pastikan," tegas Anne.

 


Kemenperin Soal Impor KRL Jepang: INKA Sudah Bisa Buat, Kenapa Harus Impor

Kereta rel listrik (KRL) tiba di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Rabu (17/1/2023). Sepanjang Januari 2023 total pengguna KRL Commuterline Jabodetabek pada weekday adalah sebanyak 7.952.574 orang dengan rata-rata 795.257 orang per hari. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Dody Widodo menegaskan bahwa Indonesia tidak perlu melakukan impor kereta rel listrik (KRL) karena industri kereta api nasional mampu memproduksi semua kebutuhan kereta di dalam negeri.

“PT Industri Kereta Api (INKA) bisa membuat itu semua, kenapa kita harus impor gerbang kereta api bekas dari Jepang. Katanya bangga beli buatan Indonesia. Bangladesh saja membeli produk kereta kita sampai Rp1,3 triliun,” kata Dody kepada ANTARA di Jakarta, Senin.

Ia menyampaikan untuk memenuhi kebutuhan gerbong kereta dalam jumlah besar memang dibutuhkan waktu, karena tidak dapat direalisasikan dalam semalam.

Oleh karena itu, Dody mendorong adanya perencanaan untuk periode penggantian atau peremajaan setiap gerbong kereta yang beroperasi di Indonesia.

“Kalau mendadak memang pasti sukar, seharusnya kan sudah direncanakan jauh-jauh hari dan memberi kesempatan kepada industri dalam negeri untuk berproduksi,” ujar Dody.

 


Industri Kereta Api

Rangkaian kereta listrik Commuter Line atau KRL saat melintas di Stasiun Jatinegara, Jakarta, Senin (2/1/2023). Sebagai informasi, tarif asli KRL adalah sekitar Rp 10.000-Rp 15.000 untuk sekali perjalanan. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Dengan demikian, lanjut Dody, industri kereta api dalam negeri dapat menggeliat dan menggerakkan perekonomian nasional.

“Kapan lagi kita bangga akan buatan kereta dalam negeri. Jangan terus BUMN, jadi bisa impor dan impor. Tolong berhenti untuk pemikiran seperti itu,” kata Dody.

Dody menambahkan, Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI) seharusnya digencarkan secara menyeluruh tanpa terkecuali. Terlebih, jika produk yang dibutuhkan telah mampu diproduksi oleh industri dalam negeri.

Dengan demikian, Dody optimistis bahwa industri nasional dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri, yang akan berkontribusi untuk perekonomian dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

“Bagaimanapun kita harus bangga dengan industri dalam negeri. Hal ini perlu diimplementasikan secara nyata melalui tindakan dalam mengambil keputusan,” pungkas Dody.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya