Liputan6.com, Jakarta Indonesia tengah dihadapkan ancaman resesi 2023. Namun, banyak kalangan yang menyatakan bahwa ekonomi Indonesia akan baik-baik saja. Artinya Indonesia jauh dari resesi.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangaj (OJK) Mahendra Siregar misalnya. Dia optimis ekonomi Indonesia mampu bertahan dari ancaman global tersebut.
Advertisement
"Stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga dan intermediasi tetap tumbuh kuat, sehingga bisa menjaga ekonomi ditengah ketidakpastian global," kata Mahendra seperti ditulis, Selasa (28/2/2023).
Namun demikian, resesi ini menjadi masalah ekonomi dunia yang sebenarnya bisa diantisipasi. Namun ini tergantung masing-masing pemerintah dan kondisi ekonomi masing-masing negara.
Mengenal Siklus Resesi
Pengamat Ekonomi Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita menegaskan, bahkan sebenarnya kondisi resesi global ini memiliki siklus.
Di mana kondisi ekonomi dunia ada masa ketika bisnis tumbuh, lalu berkembang, sampai pada puncaknya, lalu mulai menurun. Di situlah potensi resesi ekonomi terjadi.
"Ekonomi akan mengikuti, setelah ekonomi tumbuh cukup agresif ada masanya overheating, lalu inflasi, lalu suku bunga dinaikkan. Setelah suku bunga naik biasanya inflasinya mereda, tapi growth-nya juga melambat. Di situlah kita menyebutnya resesi," terangnya.
"Jadi, mengapa kita menyebut resesi global, karena negara-negara besar mengambil arah ke sana untuk melawan inflasi," tambah dia
Indonesia Tak akan Masuk Jurang Resesi, Ini Buktinya
Perolehan keuntungan dari bank BUMN atau Himpunan Bank Negara (Himbara) tercatat mengalami kenaikan yang cukup signifikan di 2022. Perolehan positif ini disebut-sebut jadi sinyal kalau ekonomi Indonesia sedang dalam posisi yang baik.
Mengingat, adanya sejumlah ancaman resesi dan krisis ekonomi global yang juga berdampak ke Indonesia. Mengaca pada perolehan Himbara, nampaknya resesi bisa ditangkal di Indonesia.
Ekonom dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto mengungkapkan hal demikian. Menurutnya, kinerja perbankan menjadi satu indikator kondisi ekonomi nasional.
"Luar biasa itu memberikan sinyal kuat ke kita bahwa Indonesia tak alami krisis ekonomi atau tak alami resesi ekonomi. Kalau mengalami krisis dan resesi, tidak mungkin tumbuhnya cemerlang," ujar dia dalam FGD bertajuk Penerapan Prinsip Prudential Banking dalam Penyaluran Kredit Bank BUMN, Senin (27/2/2023).
Advertisement
Laba Bank
Mengacu pada daftar 5 bank dengan laba terbesar yang ditampilkannya, BRI mencatatkan laba konsolidasi 2022 sebesar Rp 51,17 triliun, atau menungkatk 64,71 persen secara tahunan (yoy). Diikuti Bank Mandiri dengan laba konsolidasi 2022 sebesar Rp 41,17 triliun atau meningkat 46,89 persens secara tahunan.
Di posisi keempat, ada BNI dengan perolehan laba konsolidasi 2022 Rp 18,31 triliun atau meningkat 68,02 persen. Dua bank lainnya merupakan BCA yang mencatatkan laba konsolidasi 2022 Rp 40,75 persen atau meningkat 29,62 persen. Serta posisi kelima ada CIMB Niaga.
Jika mengacu pada data itu saja, peningkatan laba terjadi sangat signifikan, berkisar dari 41 persen hingga 68 persen. Khusus untuk BRI, dengan perolehan laba konsolidasi Rp 51,17 triliun, menjadikan BRI memecahkan rekor perolehan laba tertinggi dalam sejarah perbankan Indonesia.
Ryan menegaskan perolehan ini tak akan tercapai jika kondisi ekonomi Indonesia tidak sedang baik-baik saja. Maka, kinerja bank menjadi satu indikator baiknya ekonomi nasional
"Itu gak terjadi kalau kondisi ekonomi kita itu jelek. Kalau ekonomi suatu negara bagus, tumbuh positif, itu akan tercermin dari kinerja perusahaan-perusahaannya," ungkapnya.