Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen mengungkapkan bahwa dia yakin inflasi negaranya bisa mencapai soft landing meski masih tinggi.
Melansir CNN Business, Selasa (28/2/2023) Yellen mengatakan upaya Federal Reserve hingga saat ini untuk menekan inflasi sambil mempertahankan pasar tenaga kerja yang kuat dapat dicapai.
Advertisement
"Saya akan mengatakan, sejauh ini, sangat bagus," kata Yellen dalam wawancara eksklusif dengan dari Kyiv.
Dalam wawancara itu, Yellen menjawab pertanyaan terkait ekonomi AS seperti inflasi dan plafon utang.
Yellen, mantan ketua The Fed yang memimpin bank sentral AS dari 2014-2018 juga melihat ekonomi global masih dihantui ketidakpastian imbas dari dampak pandemi Covid19 dan perang Rusia Ukraina.
"Mungkin ada kejutan darinya. Tapi lihat, inflasi masih terlalu tinggi, tetapi umumnya jika Anda melihat selama setahun terakhir, inflasi telah turun. Dan saya tahu The Fed berkomitmen untuk melanjutkan proses mendorongnya ke tingkat yang lebih normal, dan saya percaya mereka akan berhasil dengan itu," jelasnya.
Sebagai informasi, Yellen tengah berada di Kyiv, Ukraina dalam kunjungan yang tidak diumumkan untuk serangkaian pertemuan dengan presidenVolodymyr Zelensky, untuk menegaskan kembali dukungan AS terhadap negara itu.
Kunjungan Menkeu AS menyusul transfer dana bantuan ekonomi dampak perang sebesar USD 1,25 miliar.
Yellen mengatakan,Departemen Keuangan AS telah mempersiapkan langkah-langkah yang dapat memastikan utang yang telah mencapai ambang batas tertangani, juga pembayaran tagihan pemerintah dapat dilakukan pada awal Juni 2023.
"Tidak dapat dibayangkan untuk AS yang mata uangnya, dolar, berfungsi sebagai mata uang cadangan dunia; Sebuah negara dengan pasar keuangan paling likuid terdalam di mana Departemen Keuangan adalah aset aman tertinggi, dan peringkat kredit yang selalu dimiliki dapat gagal bayar atas kewajibannya," ujarnya.
"Sangat penting untuk menghindari bencana ekonomi dan keuangan," tambah dia.
Inflasi AS Tembus 6,4 Persen di Januari 2023
Amerika Serikat mencatat inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan memasuki awal tahun 2023. Tingkat inflasi kali ini didorong oleh kenaikan harga rumah, gas, serta BBM.
Melansir CNBC International, Rabu (15/2/2023) Departemen Tenaga Kerja AS mengungkapkan bahwa indeks harga konsumen, yang mengukur harga barang dan jasa umum, naik 0,5 persen menjadi 6,4 persen pada Januari 2023.
Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones awalnya memperkirakan inflasi AS bakal naik 0,4 persen menjadi 6,2 persen.
Tidak termasuk harga pangan dan energi, CPI inti AS juga meningkat 0,4 persen setiap bulan dan 5,6 persen dari tahun lalu, dibandingkan perkiraan masing-masing sebesar 0,3 persen dan 5,5 persen.
"Inflasi mereda tetapi jalan menuju inflasi yang lebih rendah sepertinya tidak akan mulus," kata Jeffrey Roach, kepala ekonom di LPL Financial.
"The Fed tidak akan membuat keputusan hanya berdasarkan satu laporan tetapi jelas risikonya meningkat bahwa inflasi tidak akan cukup cepat dingin sesuai keinginan The Fedd," tambahnya.
Meningkatnya biaya tempat tinggal menyumbang sekitar setengah dari kenaikan inflasi, ungkap Biro Statistik Tenaga Kerja AS dalam laporannya.
Energi juga menjadi pendorong inflasi yang signifikan, masing-masing naik 2 persen dan 8,7 persen, sementara biaya pangan naik masing-masing 0,5 persen dan 10,1 persen.
Dalam beberapa hari terakhir, Ketua The Fed Jerome Powell telah membahas tentang kekuatan "disinflasi", tetapi angka inflasi di bulan Januari menunjukkan bank sentral mungkin masih akan mengeluarkan upayanya hingga mencapai target 2 persen.
Tetapi AS masih mendapat beberapa kabar baik di tengah tingginya inflasi. Biaya perawatan medis di negara itu turun 0,7 persen, tarif penerbangan turun 2,1 persendan harga kendaraan bekas turun 1,9 persen, menurut harga yang disesuaikan secara musiman.
Advertisement
The Fed Kembali Kerek Suku Bunga AS 25 Basis Poin
Bank Sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve kembali menaikkan tingkat suku bunga sebesar 25 basis poin pada Rabu (1/2) waktu setempat.
Melansir CNBC International, Kamis (2/2/2023) The Fed menaikkan suku bunga ke kisaran 4,5 persen hingga 4,75 persen, menjadikannya suku bunga tertinggi sejak 2007.
Seperti diketahui, kenaikan suku bunga The Fed untuk meredam inflasi di AS dengan membuat biaya pinjaman lebih mahal, tetapi di sisi lain juga berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi, yang dapat menyebabkan resesi.
Jajak pendapat para ekonom baru-baru ini menempatkan peluang resesi AS pada tahun 2023 sebesar 61 persen.
Meski tingkat inflasi AS sudah turun dari puncaknya sebesar 9,1 persen menjadi 6,5 persen pada Desember 2022, angka itu masih jauh di atas target acuanThe Fed sebesar 2 persen.
Oleh karena itu, Ketua The Fec Jerome Powell menegaskan komitmennya untuk mempertahankan kenaikan suku bunga hingga inflasi AS dapat dijinakkan.
"Dampak dari kenaikan suku bunga seperempat poin cukup minim, tetapi ketika kita melihat efek kumulatif dari kenaikan suku bunga, dampaknya terhadap rumah tangga menjadi jelas," kata kepala analis keuangan di Bankrate, Greg McBride.
"Suku bunga kartu kredit telah mencapai rekor tertinggi, suku bunga jalur kredit ekuitas hampir dua kali lipat dalam satu tahun terakhir, dan dua kali lipat suku bunga hipotek membawa pasar perumahan dari merah panas ke es dingin dalam rentang beberapa bulan," bebernya.