Mengintip Prospek Investasi Indonesia di Tahun Politik

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta para investor untuk tetap yakin dalam berinvestasi di Indonesia pada tahun politik ini.

oleh Tira Santia diperbarui 28 Feb 2023, 14:30 WIB
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta para investor untuk tetap yakin dalam berinvestasi di Indonesia pada tahun politik ini. Foto: Freepik/Funtap

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta para investor untuk tetap yakin dalam berinvestasi di Indonesia pada tahun politik ini.

"Yakinlah untuk berinvestasi karena pemerintah menjamin itu, parlemen menjamin itu," ujar Airlangga dikutip dari Antara, Selasa (28/2/2023).

Ia menegaskan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 bukanlah yang pertama kali dilakukan Indonesia, namun sudah merupakan pemilu yang kelima kali pasca reformasi. Selama pemilu diselenggarakan pada tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019, kondisi Indonesia tetap aman.

Bahkan selama pengalaman Indonesia melaksanakan pemilu, perekonomian justru membaik karena peningkatan konsumsi masyarakat Indonesia sehingga memastikan kegiatan masyarakat terus bergerak.

Adapun salah satu pendorong konsumsi masyarakat selama pemilu biasanya berasal dari belanja kampanye berbagai partai politik.

Dengan demikian, Menko Airlangga menyatakan stabilitas ekonomi maupun politik akan tetap terjaga baik di tahun politik maupun saat pemilu tahun 2024.

Tak hanya pada tahun politik dan pemilu, stabilitas politik pun telah terjaga meski Indonesia menghadapi pandemi COVID-19 selama tiga tahun.

"Tentu inilah mandat yang perlu dilanjutkan ke depan. Dengan stabilitas politik, maka kita bisa melakukan kebijakan ekonomi, kebijakan perlindungan sosial, maupun menghadapi gejolak ketidakpastian global," tuturnya.

Dia menyebutkan Indonesia pun telah menjaga ASEAN dalam 20 tahun terakhir untuk menjadi kawasan yang stabil secara politik.

Berkat langkah tersebut, Indonesia dan ASEAN berhasil menjadi kawasan yang tetap terjaga meski dunia sedang terguncang.

 


Emisi Turun 40 Persen, Jerman dan China Jadi Contoh Sukses Investasi Hijau

Ilustrasi Jerman. (Freepik/artbutenkov)

Kementerian Investasi menyebut baru ada 2 negara yang sukses menerapkan investasi hijau di negaranya, yakni Jerman dan China. Pada tahun 2020, Jerman telah berhasil menurunkan emisi karbon hingga 40 persen dari yang selama ini dihasilkan.

"Jerman sudah sampai menurunkan emisi 40 persen pada tahun 2020 lalu," kata Deputi Perencanaan Invetasi, Kementerian Investasi, Indra Darmawan dalam pembukaan SPARK, IBF Summit 2023, Senin (27/2).

Sementara itu, yang dilakukan China dalam rangka menurunkan emisi karbon dengan menjadi memanfaat energi baru terbarukan. Hasilnya kini, China menjadi produsen energi bersih terbesar di dunia.

"China merupakan produsen energi terbarukan terbesar di dunia dan menghasilkan energi bersih yang mencapai 24 persen," kata dia.

Indra menjelaskan, banyak peluang yang bisa dikembangkan oleh perbankan dalam mendukung penurunan emisi karbon. Salah satunya dengan memberikan dukungan dalam pengembangan produk dan layanan hijau.

"Misalnya kredit investasi proyek green, green bond dan green insurance dan sebagainya," kata Indra.

Berbagai pengembangan produk ekonomi hijau tersebut sudah diakomodir Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan kebijakan taksonomi hijau.

Lalu Kementerian Keuangan dengan panduan Financing Lestari, dan kerja sama antara Bappenas dengan UNDP yang sudah terintegrasi.

"Jadi semua panduan pelaku usaha untuk kontribusi upaya pengurangan emsisi dan perbaikan lingkungan sekaligus memajukan ekonomi nasional sudah ada," kata dia mengakhir.


Bebas Emisi, Energi Panas Bumi Jadi Andalan Indonesia Capai NZE 2060

Ilustrasi emisi karbon (unsplash)

PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak usaha PT Pertamina (Persero), berkomitmen untuk merealisasikan target bauran energi baru terbarukan (EBT) 23 persen pada 2025 dan 24,2 persen pada 2030.

Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 mencatat pembangkit listrik panas bumi atau geothermal yang dapat menghasilkan energi dalam jumlah besar dan ramah lingkungan, menjadi kunci pencapaian target tersebut. Adapun hingga 2021, bauran energi EBT baru sebesar 11,5 persen.

Presiden Direktur PGE Ahmad Yuniarto mengatakan panas bumi sebagai salah satu komponen utama bauran energi menjadi pilihan karena karakteristiknya yang ramah terhadap lingkungan.

"Tidak hanya dalam aspek produksi tetapi juga aspek penggunaan sehingga berperan positif dalam transisi energi di Tanah Air," kata Yuniarto dikutip dari Antara, Kamis (9/2/2023).

Berdasarkan RUPTL 2021-2030 juga, PLN memproyeksikan akan ada tambahan pembangkit EBT yang terakumulasi sebesar 10,6 gigawatt (GW) hingga 2025 dan 18,8 GW hingga 2029. Peningkatan bauran energi EBT ini pun merupakan bagian dari komitmen menuju net zero emission (NZE) pada 2060.

Sebagai bentuk komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca menuju NZE pada 2060, pembangkit listrik tenaga panas bumi menjadi salah satu yang mendominasi sistem tenaga listrik hingga 2030.

Lebih lanjut, Yuniarto menjelaskan pada saat menjalankan proses pengembangan dan pembuatan, tenaga panas bumi sepenuhnya juga hampir bebas dari emisi. Tidak ada karbon yang digunakan untuk produksi, kemudian seluruh prosedur juga telah bebas dari sulfur yang umumnya telah dibuang dari proses lainnya yang dilakukan.

"Itu keuntungan menggunakan energi panas bumi jika dibandingkan dengan energi konvensional. Jika dibandingkan dengan sesama energi baru terbarukan, panas bumi tidak memiliki dampak terhadap ekologi maupun limbah radioaktif, teknologi yang sudah lebih 'mature', dan stabil seiring dengan tingginya potensi yang dimiliki Indonesia," ujarnya.

Peringkat Investasi Indonesia Naik (Liputan6.com/Triyas)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya