Liputan6.com, Riau - Tari buwong kwayang merupakan gubahan dari ritual pengobatan buwong kwayang Suku Bonai, Riau. Tentu saja, gubahan tersebut telah menghilangkan unsur-unsur magis yang terdapat dalam ritual pengobatan.
Meski demikian, perlengkapan dan prosesinya ditiru semirip mungkin dengan situasi aslinya. Gubahan tersebut juga ditambahkan dengan adanya unsur-unsur dramatis.
Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, titik perhatian gubahan ini adalah untuk menyajikan sebuah pertunjukan berupa nyanyian dan tarian dengan sebuah koreografi yang mengisahkan prosesi upacara pengobatan. Dramatisasi juga ditunjukkan dalam perlengkapan, salah satunya pada pakaian yang dikenakan.
Para penari dan pemeran mengenakan baju kulit torok (terap), yang menguatkan kesan bahwa persembahan ini berasal dari orang Bonai. Pada satu masa, hal ini dikenal sebagai komunitas hutan yang memakai pakaian dari kulit kayu. Citra inilah yang menguatkan pandangan orang luar terhadap orang Bonai mengenai eksotisme mereka.
Baca Juga
Advertisement
Adapun alat musik utama yang dipakai dalam pertunjukan ini adalah gendang senungko. Tujuh orang penari yang semuanya laki-laki ini masing-masing memegang lotang di kedua belah tangan mereka.
Lotang berupa dua bilah kayu ini dimainkan dengan diadu, sehingga akan menghasilkan bunyi dengan irama khas menyertai irama pukulan gendang. Sementara properti pertunjukan tari buwong kwayang antara lain Balai Mukun yang menjadi properti utama dalam upacara buwong kwayang sebenarnya.
Balai Mukun berbentuk rumah-rumahan yang dihias meriah dengan anyaman-anyaman daun kelapa. Tiang-tiang Balai Mukun juga dicat merah yang membuat bangunan ini menjadi sangat menarik.
Pertunjukan tari buwong kwayang dibuka dengan iringan gendang senungko. Begitu lagu dilantunkan, para penari mulai menari di arena.
Lontang yang berada di tangan para penari pun dimainkan seiring dengan irama gendang. Para penari menari dengan berbaris dan menghentakkan kaki sesuai irama gendang dengan gerakan seragam.
Lagu demi lagu dinyanyikan dan para penari menari dengan menggambarkan prosesi upacara buwong kwayang yang sebenarnya. Secara berurutan lagu-lagu roh de’o yang berdelapan dinyanyikan disusul dengan lagu-lagu roh de’o yang berlima.
Perbedaan antara pertunjukan dan upacara sebenarnya terletak pada kesan adanya skenario di dalamnya. Tarian yang ditampilkan menunjukkan gerakan-gerakan seragam yang telah terlatih dengan adanya koreografi yang mempertimbangkan dimensi artistik. Sementara dalam upacara sesungguhnya, tarian yang ditampilkan cenderung menjadi ekspresi yang dipercaya dituntun oleh kekuatan magis dan menggambarkan citra roh de’o dalam lagu.
Penulis: Resla Aknaita Chak