Liputan6.com, Jakarta - Pencapaian Agenda 2030 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yaitu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) perlu didukung banyak pihak. Pada Selasa, 28 Februari 2023, United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) dan Indonesia Global Compact Network (IGCN) menandatangani Perjanjian Kerangka Kerja di kantor PBB, Jakarta Pusat.
Perjanjian ini akan memungkinkan kerja sama antara UNESCO dan IGCN untuk bertindak sebagai katalisator guna mendukung upaya peningkatan akses dan mutu pendidikan di Indonesia. Ini dilakukan melalui peningkatan kapasitas dan pelatihan bagi kepala sekolah dan guru untuk meningkatkan manajemen sekolah, bahan ajar dan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum nasional.
Baca Juga
Advertisement
"Bicara tentang pendidikan itu artinya kita bicara tentang investasi kepada sumber daya," ujar Y. W. Junardy, Presiden Indonesia Global Compact Network. "Investasi terhadap sumber daya manusia itu adalah salah satu cara paling baik untuk membuat kita semakin baik tentunya dalam hal apapun."
Kerja sama ini juga melibatkan tiga mitra yang dikoordinasi oleh IGCN, yakni Kupuku Indonesia, Yayasan Karmel Keuskupan Malang, dan Yayasan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Cabang Banyuwangi. Nantinya, Kupuku Indonesia, yang merupakan wadah transformasi pendidikan berbasis teknologi, akan memfasilitasi kerja sama dua lembaga pendidikan berbeda basis agama itu dalam bentuk pelatihan, pendampingan serta pengetahuan.
Tujuannya adalah untuk memberikan dampak yang efektif bagi Lembaga Pendidikan Ma'arif NU Banyuwangi dan Yayasan Karmel serta dapat diadopsi oleh sekolah-sekolah lainnya. Turut hadir dalam acara penandatanganan pedoman kerja ini adalah Valerie Julliand, Koordinator PBB untuk Indonesia, Itje Chodidjah, Executive Chair Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Kemmdikbudristek dan Mohamed Djelid, Direktur Biro Sains Regional UNESCO untuk Asia dan Pasifik serta Perwakilan UNESCO untuk Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Timor-Leste.
Transformasi Pendidikan
Satrio Anindito selaku CEO Kupuku Indonesia, menyampaikan bahwa terdapat kebingungan dalam masyarakat akan arah pendidikan Indonesia, khususnya karena hadirnya kurikulum baru Merdeka Belajar. Hal ini mendorongnya untuk berkontribusi lebih.
"Adanya lorong gelap di proses pengajaran di pendidikan nasional kita," ujar Satrio dalam pidatonya. "Kupuku hadir untuk mengisi celah tersebut. Sebenarnya kita ingin mengisi lorong-lorong dengan cahaya."
Dalam pedoman kerja sama yang telah ditandatangani untuk tiga tahun ke depan, Kupuku ingin membantu menciptakan pendidikan yang berkualitas melalui pelatihan kepada guru dan kepala sekolah. "Kita beranjaknya memang dari bawah kan, dalam artian langsung ke guru-gurunya, langsung ke kepala sekolahnya, mereka kesulitannya apa saja sih kalau mengimplementasikan kurikulum Merdeka," terang Satrio kepada Liputan6.com.
Turut menyaksikan penandatanganan kesepakatan program kerja, Itje Chodidjah, Executive Chair Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Kemmdikbudristek yang juga merupakan Inisiator program Merdeka Belajar, menyampaikan pentingnya memberikan pelatihan kepada kepala sekolah dan guru.
"Ketika gurunya terbelajarkan, maka otomatis ketika gurunya bergerak di masing-masing kelas, di lingkup komunitas sekolah, pasti akan berdampak kepada siswa," jelas Itje. "Karena sekolah adalah lingkaran tanpa putus."
Advertisement
Pendidikan Karakter
Salah satu hal yang disoroti UNESCO dan IGCN dalam hal mencapai poin keempat SDG, yakni pendidikan berkualitas, adalah dengan membenahi pendidikan karakter. Hal itu ditekankan oleh RP. Ignatius Joko Purnomo, Ketua Yayasan Karmel Keuskupan Malang.
"Bagi kami, pendidikan karakter harus menjadi perhatian dan bagian integral dari sistem pendidikan kita," ujarnya.
Terdapat beberapa nilai dalam pendidikan karakter yang ingin ditonjolkan oleh Yayasan Karmel dalam kerja sama ini. "Nilai-nilai universal, itu yang terpenting," kata Joko. "Persaudaraan, saling berbagi, solidaritas, toleransi, soal manusia itu sesama, tanpa ada sekat-sekat perbedaan."
Yayasan Karmel sendiri fokus membangun sekolah di daerah-daerah pelosok Indonesia. "Di mana pemerintah belum bisa menangani, belum bisa hadir dalam dunia pendidikan di sana, kita masuk ke sana, jadi kita lebih ke pelosok-pelosok pedalaman," jelas Joko kepada Liputan6.com.
Akses terhadap pendidikan merupakan hak semua anak. Joko berkata, "Ingin semua anak bangsa ini mengalami pendidikan."
Uji Coba Terhadap 8 Sekolah
Pelaksanaan kerja sama ini dilakukan kepada delapan sekolah. Setiap jenjang sekolah, yang terdiri atas PAUD, TK, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah, masing-masing terdiri dari dua sekolah.
"Satu sekolah dari Ma’arif Banyuwangi, satu sekolah dari Yayasan Karmel. Jadi satu Katolik, satu Islam," jelas Satrio. "Dari 8 sekolah itu nanti baru disebarkan."
Ia mengungkapkan, bahwa nantinya program serupa pasti juga akan hadir di luar pulau Jawa. Satrio kemudian menjelaskan bahwa nantinya kerja sama tidak hanya berbentuk pelatihan kepada guru. Akan diadakan pula dialog lintas keagamaan hingga diharapkan ada kebijakan dari pemerintah.
"Karena kan tentunya ketika kita melakukan di lapangan, kalau tidak diiringi dengan kebijakan publik yang baik juga akan mentah lagi,” terangnya.
Saat ini, Kupuku merupakan mitra pembangunan PAUD Dikdasmen Kemdikbud yang dikhususkan untuk Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM). "Kupuku saat ini sudah jadi mitra pembangunannya PAUD Dikdasmen Kemdikbud, tapi khusus untuk IKM (Implementasi Kurikulum Merdeka) sehingga apa pun yang kita dapat di beberapa daerah, pionirnya adalah Banyuwangi ini, akan kita jadikan input atau feedback bagi Kemdikbud juga ke depannya," katanya.
Advertisement