Peneliti PERHATI-KL Ungkap Perilaku Diskriminatif yang Dialami Penyandang Tuli

Dalam penelitian yang dilakukan oleh tim PERHATI-KL, masih ada perilaku diskriminatif terhadap gangguan dengar atau disabilitas tuli. Seberapa banyak?

oleh Chelsea Anastasia diperbarui 02 Mar 2023, 14:00 WIB
Dokter Yussy Afriani Dewi memaparkan materi dalam konferensi pers Hari Pendengaran Sedunia 2023 pada Rabu, (1/3).

Liputan6.com, Jakarta - Indra pendengaran merupakan aset yang sangat penting bagi kehidupan. Menurut data WHO, lebih dari 1.5 miliar orang terdampak oleh hilangnya pendengaran. 

Kehilangan pendengaran pada penduduk dunia meningkat setiap tahunnya, dengan prediksi akan ada 2.5 miliar orang yang memiliki gangguan dengar pada tahun 2050.

Sayangnya, para penyintas gangguan dengar, termasuk disabilitas tuli di Indonesia belum mendapatkan perlakuan yang baik secara merata.

Dokter spesialis telinga hidung tenggorok (THT), Yussy Afriani Dewi mengatakan, hal ini diungkap oleh sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim Perhimpunan Dokter Spesialis THT Bedah Kepala Leher (PERHATI-KL) Indonesia.

Pada 2022, tim peneliti dari PERHATI-KL melakukan riset yang dipublikasikan dengan judul “Tingkat Sikap Masyarakat terhadap Gangguan Dengar”.

Penelitian tersebut mengungkap, stigma yang berkembang di masyarakat menjadi salah satu tantangan dalam layanan tata laksana gangguan dengar.

Salah satu hasil dari penelitian tersebut adalah angka gap dalam layanan kesehatan telinga dan pendengaran yaitu 17% orang tidak mendapatkan layanan kesehatan telinga.

Dalam segi pengetahuan masyarakat, 108 orang sudah memiliki pengetahuan yang baik, 699 orang memiliki pengetahuan sedang, sedangkan 1.603 orang masih kurang memiliki pengetahuan tentang gangguan dengar.

Sementara itu, sikap 41% masyarakat terhadap gangguan dengar dikategorikan baik, sedangkan 10,2% masyarakat masih memiliki sikap yang kurang baik.

Menurut Yussy, sangat disayangkan bahwa perilaku 16,9% masyarakat terhadap gangguan dengar masih tergolong tidak baik.

“Ini yang perlu kita evaluasi dari sikap masyarakat terhadap gangguan dengar,” tuturnya dalam konferensi pers yang diadakan oleh Kementerian Kesehatan, Rabu (1/3/2023).

 


Upaya Pencegahan

Yussy memaparkan, ada beberapa upaya menjaga kesehatan, di antaranya adalah sebagai berikut.

  • Mendeteksi gangguan pendengaran secara awal.
  • Menghindari kebisingan yang berlebihan.
  • Menerapkan gaya hidup yang sehat dan bersih untuk menjaga kesehatan telinga dan pendengaran.
  • Menjaga kebersihan liang telinga dengan cermat.
  • Tidak mengonsumsi obat dalam jangka panjang tanpa berkonsultasi dengan dokter.
  • Menghindari membersihkan telinga secara mandiri.
  • Mencegah diri dari kebiasaan mengorek-ngorek telinga.
  • Menjauhi penggunaan earphone dalam waktu lama dan dengan volume suara yang tinggi.

 


Tindak Lanjut Gangguan Pendengaran

Berdasarkan pemaparan dokter tersebut, adapun tindak lanjut yang dapat dilakukan untuk penyintas gangguan dengar dilakukan dengan cara HEARING, antara lain:

H: Hearing screening and intervention (skrining pendengaran dan intervensi).

E: Ear disease prevention and management (Pencegahan dan pengolahan gangguan dengar).

A: Access to technologies (Akses kepada teknologi).

R: Rehabilitation services (Layanan rehabilitasi).

I: Improved communication (Peningkatan komunikasi).

N: Noise reduction (Pengurangan kebisingan).

G: Greater community engagement (Keterlibatan komunitas-komunitas)

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya