Impor KRL Bekas Jepang Belum Dapat Izin, DPR: Masyarakat yang Dirugikan

Selain mengimpor rangkaian KRL eks Jepang sebanyak 29 unit pada tahun 2023-2024, KCI telah berkomitmen membeli 16 rangkaian KRL baru buatan INKA senilai Rp 4 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Mar 2023, 19:15 WIB
Rangkaian kereta listrik Commuter Line atau KRL saat melintas di Stasiun Jatinegara, Jakarta, Senin (2/1/2023). Pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berencana untuk menerapkan subsidi silang dalam tarif KRL Jabodetabek. Wacana ini dituturkan oleh Menhub Budi Karya Sumadi yang mengatakan tarif KRL akan disesuaikan supaya subsidi lebih tepat sasaran. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - PT KAI Commuter Indonesia (PT KCI) menunggu kepastian dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian, soal izin impor 10 rangkaian kereta pengganti untuk 10 trainset KRL Jabodetabek yang bakal pensiun di 2023.

Anggota Komisi V DPR Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama ikut berkomentar soal izin impor KRL  ini. Dia menyatakan hambatan dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang menolak usulan KCI untuk mengimpor rangkaian kereta bekas dari Jepang dan meminta perseroan membeli produk dalam negeri dari PT Industri Kereta api (Inka) berpotensi menggerus kapasitas angkut KRL Jabodetabek yang saat ini mencapai 1,2 juta penumpang per hari.

"Jika jumlah rangkaian berkurang pasti mempengaruhi pelayanan. Sekarang saja penumpang sudah berdesakan," ujar Suryadi dalam keteranganya, Rabu (1/3/2023).

Saat ini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sendiri telah meningkatkan target jumlah penumpang KRL Jabodetabek menjadi 2 juta orang per hari. Namun demikian, keinginan ini belum ditunjang oleh jumlah armada yang mencukupi, apalagi usia KRL yang ada saat ini masih banyak yang mencapai usia di atas 50 tahun.

Butuh Peremajaan KRL

Untuk itu, selain dibutuhkan penambahan jumlah armada KRL, dibutuhkan juga peremajaan sejumlah rangkaian KRL. Selain mengimpor rangkaian KRL eks Jepang sebanyak 29 unit pada tahun 2023-2024, KCI telah berkomitmen membeli 16 rangkaian KRL baru buatan INKA senilai Rp 4 triliun. Kontrak pengadaan kereta buatan domestik itu baru akan diteken pada bulan Maret 2023 tapi selesai produksinya nanti pada tahun 2025-2026.

"Upaya KCI untuk melakukan penambahan dan peremajaan ini menemui kendala yaitu berupa dana, waktu dan masalah perizinan. Dari sisi pendanaan, pengadaan 16 KRL baru dari INKA mencapai Rp 4 triliun, sementara untuk impor 10 KRL eks Jepang hanya membutuhkan biaya Rp 150 miliar," terang dia.

Akibat dari penolakan Kemenperin ini, pengadaan rangkaian KRL menjadi terkendala dan diperkirakan sejumlah stasiun KRL Jabodetabek, seperti Stasiun Manggarai, makin terbebani bila rangkaian kereta berkurang. Hal ini disebabkan masa tunggu antar kereta yang berpotensi menjadi semakin lama, sehingga efeknya stasiun dan kereta akan menjadi semakin padat dan semrawut yang dampaknya dapat mengakibatkan penumpukan lebih dari 200 ribu penumpang per hari.

"Ujung-ujungnya, masyarakat yang mengalami kerugian dari kurang sigapnya Pemerintah dalam menanggulangi permasalahan ini. Bahkan, Pemerintah sendiri juga yang akan mengalami kerugian karena KRL berperan penting bagi pertumbuhan ekonomi untuk mobilisasi aglomerasi," tutur dia.

Tak Saling Lempar Tanggung Jawab

Suryadi pun kepada Pemerintah agar antara KCI dan Kemenperin tidak saling  lempar tanggung jawab. Seharusnya, tidak ada ego sektoral, bahkan semua sektor dalam Pemerintah bergerak secara sinergis sebab KRL merupakan moda transportasi terbaik untuk menampung jumlah penumpang yang besar.

"KRL seharusnya menjadi prioritas untuk terus dikembangkan dengan strategi peningkatan produksi dalam negeri dan substitusi impor di bidang perkeretaapian," kata Suryadi.

Dia menilai, seharusnya KCI jauh-jauh hari bergerak melengkapi kebutuhan armada ini, sehingga apabila pemesanan dilakukan secara masif dan terjadwal kemungkinan dapat menurunkan ongkos produksi dan dapat digunakan tepat waktu.

"Yang saat ini terjadi, permohonan dispensasi baru dilakukan pada bulan September 2022 untuk menggantikan unit KRL yang dipensiunkan pada tahun 2023, sedangkan kontrak dengan INKA juga baru akan diteken pada bulan Maret 2023," tambahnya.

Sedangkan jika pemesanan dilakukan secara dadakan dan parsial atau sedikit-sedikit, tentunya berpotensi meningkatkan biaya produksi dan tidak dapat tepat waktu digunakan pada saat dibutuhkan.

"Akibatnya terjadilah  hal seperti sekarang ini, di mana KRL impor dilarang sedangkan KRL buatan dalam negeri mahal dan lama," tutupnya. 


KAI Commuter: Harga KRL Produk INKA Lebih Mahal dari Impor

Rangkaian kereta listrik Commuter Line atau KRL saat melintas di Stasiun Jatinegara, Jakarta, Senin (2/1/2023). Sebagai informasi, tarif asli KRL adalah sekitar Rp 10.000-Rp 15.000 untuk sekali perjalanan. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

PT KAI Commuter Indonesia (KCI / KAI Commuter) harus menguras kocek tak sedikit demi menyiapkan rangkaian kereta (trainset) baru untuk mengoperasikan KRL Jabodetabek.

Selain rencana impor 10 trainset bekas dari Jepang, perseroan juga menyiapkan dana hampir Rp 4 triliun untuk membeli 16 rangkaian kereta baru produk dalam negeri.

Namun diakui, harga KRL produk lokal oleh PT INKA (Persero) memiliki harga yang lebih mahal jika dibandingkan dengan harga KRL Impor dari Jepang.

VP Corporate Secretary KCI Anne Purba mengatakan, pihaknya sudah memesan 16 rangkaian kereta baru dari PT INKA (Persero) untuk beroperasi pada 2025/2026. Dia menceritakan, kontrak pembelian akan diteken pada Maret 2023, pasca kesepakatan awal sudah diteken lewat perjanjian kesepakatan (MoU) sejak 2022 lalu.

"Mungkin ada mindset kita hanya bisa mengimpor yang bekas saja, itu tidak benar. Kita sudah siapkan 16 trainset baru sudah dan sudah terkontrak dengan INKA," ujar Anne saat ditemui di Kantor KCI, Jakarta, ditulis Selasa (28/2/2023).

Saat ini, ia meneruskan, KAI Commuter dan INKA masih bernegosiasi soal harga, kendati sudah ada spesifikasi yang disepakati keduanya. Untuk alokasi dana, KCI menyiapkan hampir Rp 4 triliun untuk membeli kereta baru lokal tersebut.

"Mungkin ini mundur karena pandemi. Ini komitmen kita hampir Rp 4 triliun, kita siapkan dananya sekitar segitu," imbuh dia.

"Kita sangat dukung produk dalam negeri seperti INKA, untuk peningkatan kapasitas pasti kita akan adakan KRL baru yang dibuat dalam negeri," tegas Anne.

Secara harga, Anne tak memungkiri pembelian kereta baru produksi lokal memang lebih mahal daripada mengimpor kereta bekas dari Jepang. Namun, KCI berkomitmen untuk mendukung program pemerintah dal menggunakan produk dalam negeri.

"Memang sangat jauh sekali bedanya, 1:20 (beli kereta baru lebih mahal 20 kali daripada beli kereta impor bekas). Cuman kita sudah siapkan ini semua," pungkas Anne.


Kemenperin Soal Impor KRL Jepang: INKA Sudah Bisa Buat, Kenapa Harus Impor

Penumpang menunggu rangkaian KRL di Stasiun Manggarai, Jakarta, Sabtu (17/12/2022). Pemerintah berencana menaikkan harga tiket Commuter Line (KRL) pada 2023. Plt Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah aturan terkait kenaikan tarif KRL. (Liputan6.com/Magang/Aida Nuralifa)

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Dody Widodo menegaskan bahwa Indonesia tidak perlu melakukan impor kereta rel listrik (KRL) karena industri kereta api nasional mampu memproduksi semua kebutuhan kereta di dalam negeri.

“PT Industri Kereta Api (INKA) bisa membuat itu semua, kenapa kita harus impor gerbang kereta api bekas dari Jepang. Katanya bangga beli buatan Indonesia. Bangladesh saja membeli produk kereta kita sampai Rp1,3 triliun,” kata Dody kepada ANTARA di Jakarta, Senin.

Ia menyampaikan untuk memenuhi kebutuhan gerbong kereta dalam jumlah besar memang dibutuhkan waktu, karena tidak dapat direalisasikan dalam semalam.

Oleh karena itu, Dody mendorong adanya perencanaan untuk periode penggantian atau peremajaan setiap gerbong kereta yang beroperasi di Indonesia.

“Kalau mendadak memang pasti sukar, seharusnya kan sudah direncanakan jauh-jauh hari dan memberi kesempatan kepada industri dalam negeri untuk berproduksi,” ujar Dody.

Dengan demikian, lanjut Dody, industri kereta api dalam negeri dapat menggeliat dan menggerakkan perekonomian nasional.

“Kapan lagi kita bangga akan buatan kereta dalam negeri. Jangan terus BUMN, jadi bisa impor dan impor. Tolong berhenti untuk pemikiran seperti itu,” kata Dody.

Dody menambahkan, Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI) seharusnya digencarkan secara menyeluruh tanpa terkecuali. Terlebih, jika produk yang dibutuhkan telah mampu diproduksi oleh industri dalam negeri.

Dengan demikian, Dody optimistis bahwa industri nasional dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri, yang akan berkontribusi untuk perekonomian dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

“Bagaimanapun kita harus bangga dengan industri dalam negeri. Hal ini perlu diimplementasikan secara nyata melalui tindakan dalam mengambil keputusan,” pungkas Dody.

  

Infografis Polemik Operasional KRL Jabodetabek saat Pandemi Corona. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya