Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menegaskan kalau membayar pajak adalah suatu kewajiban. Belakangan ini gencar ajakan di media sosial agar masyarakat memboikot bayar pajak imbas kasus anak eks pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo.
Diketahui, pasca kasus Mario Dandy, banyak orang menyerukan setop bayar pajak. Terbaru, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Sirodj menyerukan untuk jemaat NU untuk setop bayar pajak jika ada oknum penyelewengan dana pajak oleh aparat pemerintahan.
Advertisement
Suryo Utomo meminta masyarakat mampu melihat sebuah perbedaan. Misalnya, antara sebuah kasus dan sebuah kewajiban soal membayar pajak. "Kita mesti pisahkan antara kasus dan kewajiban bahwa kejadian ini (Mario Dandy) adalah kasus," kata dia dalam Konferensi Pers, di Kemenkeu, Rabu (1/3/2023).
Dia menjelaskan, pengumpulan pajak dilakukan secara sistematis dan langsung masuk ke kas negara. Artinya, tidak ada pembayaran pajak melalui petugas pajak, apalagi mengarahkan uang pajak ke kantong pribadi.
"Sistemnya kalau bayar pajak itu ke negara, jadi bayar pajak itu tidak lewat petugas pajak, masuk ke negara baru kemudian redistribusi kembali ke masyarakat. Kalau ada yang membayar pajak lewat petugas pajak, berarti ada kesalahan itu yang pertama jadi secara sistem untuk pembayaran pajak tidak melalui petugas pajak," tegasnya.
Suryo kembali menegaskan kalau pengumpulan pajak itu berdasarkan pada aturan perundang-undangan. Kemudian, dia memastikan kalau uang hasil pemungutan pajak kembali untuk kesejahteraan masyarakat.
"Jadi kami menjalankan tugas berdasarkan UU untuk mengumpulkan, dan pajak digunakan sepenuhnya untuk kemaslahatan masyarkaat membiayai pembangunan melaksanakan APBN dan pajak salah satu pilar bedar waktu kita bicara sumber penerimaan negara," paparnya.
Ajakan Said Aqil
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj turut menyorot kasus penganiayaan yang seret Mario Dandy Satriyo, anak pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo.
Hasil keputusan Munas Alim Ulama dan Konferensi Bersama NU, di Pondok Pesantren Kempek, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu 15 September 2012 lalu, kembali diungkit. Adapun, salah satu poinnya usulan warga NU untuk tidak wajib bayar pajak.
"Ya itu tadi, saya ungkit keputusan Munas tadi. Kalau memang pajak uang diselewengkan, ulama ini akan mengajak warga tak usah membayar pajak. Itu kalau terbukti diselewengkan ya," kata Said Aqil kepada wartawan, Selasa (28/2/2023).
Kasus Gayus Tambunan
Said Aqil menceritakan sewaktu menjadi Ketum PBNU pernah merespons kasus penyelewengan pajak yang dilakukan Gayus Tambunan. Kala itu, NU akan mengambil sikap tegas kalau uang pajak diselewengkan.
Keputusan NU itu pun menuai perhatian Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sampai mengirim utusan pribadi yakni almarhum Yusuf.
"Stafsus nya itu menemui saya. Saya bilang kalau memamg itu, itu berdasarkan refrensi kitab kuning, para imam, para ulama referensi, kalau pajak masih diselewengkan warga NU akan diajak oleh para kiyai-kiyai tidak usah bayar pajak. Tapi kalau pajak untuk rakyat, pajak untui pembangunan, pajak untuk kebaikan, kita dukung. Warga NU taat bayar pajak," ujar Aqil.
Advertisement
Publik Enggan Bayar Pajak
Publik belakangan dikagetkan dengan kasus penganiayaan melibatkanseorang anak eks pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Menyusul terungkap kegemaran si anak eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo yang memamerkan barang mewah.
Kasus ini terus bergulir dan menyita perhatian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Rafael Alun Trisambodo, si pegawai pajak akhirnya dicopot dari tugas dan jabatannya sebagai Eselon 3 di Ditjen Pajak. Selanjutnya harta Rp 56 Miliar akan diperiksa oleh Inspektorat Jenderal Kemenkeu.
Ternyata masih terdapat buntut lanjutan dari kasusyang menyita perhatian publik ini. Banyak warganet yang kemudian mempertanyakan besarnya harta seorang pejabat pajak. Ironisnya ada suara-suarayang merasatidak perlu menyetorkan pajak imbas terbongkarnya kasus ini.
Meski beberapa netizen di media sosial tak sepakat dan memastikan tetap akan membayar pajak dengan alasan kewajiban dan kontrol penggunaan uang hasil pajak.
Liputan6.com mencoba menelusuri kata kunci 'stop bayar pajak' melalui platform Hoaxy. Platform berbasis web ini bisa menghitung berapa banyak cuitan mengenai kata kunci spesifik di media sosial Twitter.
Hasilnya, hingga Senin (27/2/2023), pukul 13.00 WIB, sudah ada 1.150 cuitan yang mengandung kata kunci 'stop bayar pajak'. Ini terjadi sejak 23 Februari 2023 lalu. "Hahaha, stop bayar pajak. Berhenti memperkaya dan memperbesar perut bara pejabat korup," tulis salah satu warganet, tanggapi unggahan akun Ditjen Pajak RI.
"Perlukah kita stop bayar pajak dulu, pegawai pajak aja gak taat bayar pajak, giliran rakyat kecil aja disuruh taat bayar pajaknya. @DitjenPajakRI," cuit warganet lainnya.
Namun, banyak juga warganet yang hanya menuliskan 'stop bayar pajak' tanpa menambahkannya dengan kalimat yang lebih panjang. Kebanyakan, membalas cuitan dari akun Twitter Kemenkeu atau Ditjen Pajak.
Saldo Rekening
Cara pengungkapan kekecewaan berbeda datang dari sebagian warganet. Mulai dari mengirim ulang cuitan Ditjen Pajak RI soal saldo rekening, hingga menyakan layanan tanpa pajak.
Tujuannya sama, mengarah pada keengganan warganet untuk membayar pajak setelah kasus yang menyeret pegawai pajak. "Kasih Challenge untuk petinggi dan pegawai nya min hehehe," cuit salah satu warganet menyertakan tangkapan layar cuitan DitjenPajakRI yang tertulis "coba pap saldo semua rekening kalo berani".
Warganet lainnya menanyakan layanan bulanan wifi maupun kuota yang tanpa pajak dengan me-mention akun pengaduan masing-masing provider. Sebut saja ada Indihome, Telkomsel, XL, Indosat, hingga Smartfren yang dicuit warganet.
Pertanyaannya seragam, merujuk pada layanan yang mereka beli atau gunakan apakah sudah termasuk pajak atau belum termasuk pajak. Lainnya, mengaku enggan membayar layanan lanjutan jika ada pajak yang dipungut.
Advertisement