Liputan6.com, Jakarta Bakal calon presiden (capres) poros Koalisi Perubahan Anies Baswedan menyoroti soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan perpanjangan masa jabatan presiden. Anies mengapresiasi keputusan MK lantaran dianggap telah memutus mata rantai upaya pelemahan demokrasi.
Hal ini diungkapkan Anies dalam konferensi pers usai menggelar pertemuan dengan para pengurus Majelis Tinggi partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi Nomor 41, RW 2 Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (2/3/2023).
"Tadi kami berkumpul bersama, berdiskusi sebuah kesempatan yang amat luar biasa kita bersama-sama hadir di tempat ini, termasuk teman-teman media membicarakan tentang proses demokrasi kita ke depan, membicarakan tentang arah perjalanan bangsa dan negara ke depan," kata Anies.
Menurut Anies, putusan MK itu menjadi penentu proses pemilihan umum (Pemilu) 2024 mendatang. Pasalnya, kata dia, apabila MK memutuskan sebaliknya, maka tatanan pemerintahan dapat saja berubah.
Baca Juga
Advertisement
"Sesungguhnya proses pemilu ke depan, pemilihan ke depan ini tidak lepas dari keputusan MK beberapa hari lalu, kalau MK memutuskan sebaliknya, ada perpanjangan barangkali kita tidak diskusi di ruangan ini hari ini, atau diskusi kita mungkin berubah," kata dia.
"Karena itu saya menyampaikan apresiasi pada MK dan harapannya nanti MK akan terus mengambil langkah-langkah menegakkan konstitusi, melindungi tata negara, melindungi tata pemerintahan kita dari usaha pelemahan demokrasi. Karena demokrasi itu tidak bisa otomatis berjalan baik dengan sendirinya," lanjut dia.
Lebih lanjut, Anies menyampaikan bahwa demokrasi harus dirawat. Dia pun antusias menunggu keputusan MK ihwal sistem proporsional di Pemilu 2024. Dia berharap MK bakal menjaga proposional terbuka untuk Pemilu 2024.
"Ya harapannya sistem proporsional terbuka tetap dijaga, sehingga demokrasi sesuai dengan harapan rakyat, dan proses pemilihan tidak mencederai prinsip demokrasi," kata Anies.
MK Tolak Gugatan
MK sebelumnya menolak gugatan untuk mengubah masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga.
Diketahui, uji materi ini diajukan oleh seorang guru honorer bernama Herifuddin Daulay ang perkaranya teregister dalam Nomor 4/PUU-XXI/2023. Dia menggugat Pasal 169 huruf n, Pasal 222, dan Pasal 227 huruf I Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar Usman membacakan putusan, Selasa (28/2/2023).
Adapun alasannya, seperti dilansir dari Antara, menurut Hakim MK Saldi Isra, bahwa majelis hakim belum memiliki alasan hukum yang kuat untuk mengubah pendirian terkait dengan pengujian Pasal 169 huruf n yang mengatur tentang masa jabatan presiden.
"Mahkamah tidak atau belum memiliki alasan hukum yang kuat untuk mengubah pendiriannya. Oleh karena itu, pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 117/PUU-XX/2022 mutatis mutandis berlaku menjadi pertimbangan hukum dalam putusan a quo. Artinya, norma Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Nomor 7 Tahun 2017 adalah konstitusional," jelas dia.
Hakim Saldi menjelaskan, Pasal 169 huruf n yang menyatakan bahwa belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama dimaksudkan untuk mempertahankan substansi norma Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) NRI Tahun 1945.
Dengan demikian, lanjutnya, ketentuan yang tertuang dalam Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf I Nomor 7 Tahun 2017 merupakan panduan yang harus diikuti oleh penyelenggara pemilihan umum dalam menilai keterpenuhan persyaratan untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden.
"Untuk menjaga konsistensi dan untuk menghindari degradasi norma Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945 dimaksud," ucap Saldi Isra.
Advertisement