Sepak Terjang Yang Huiyan, Perempuan Terkaya Kedua di China

Kekayaan Yang Huiyan, Perempuan Terkaya di China Putri Yang Guoqiang, sebesar USD 9,2 miliar. menurut Bloomberg Billionaires Index.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 02 Mar 2023, 21:00 WIB
Orang-orang menggunakan kursi yang dimodifikasi untuk meluncur melintasi es dalam kolam saat pekan liburan Tahun Baru Imlek di taman umum selama pekan liburan Tahun Baru Imlek di Beijing, China, Kamis (26/1/2023). (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Liputan6.com, Jakarta- Yang Huiyan, salah satu perempuan terkaya di China tengah menjadi sorotan, setelah mengambil alih perusahaan real estat milik ayahnya, Country Garden. Pengambilalihan ini menyusul mundurnya ayah Yang Huiyan, Yang Guoqiang dari jabatannya sebagai pimpinan perusahaan.

Melansir CNN Business, Kamis (2/3/2023) pengajuan ke bursa saham Hong Kong menunjukkan, Yang Huiyan menggantikan ayahnya sebagai Direktur Utama Country Garden.

Yang Guoqiang (68), dikabarkan mengajukan pengunduran dirinya dari posisi Direktur Utama karena faktor usia. Pendiri Country Garden itu mengawali perjalanan bisnisnya dari menjadi seorang petani dan pekerja konstruksi sebelum dia mendirikan Country Garden pada tahun 1992.

Dalam waktu kurang dari satu dekade, dia mengembangkan perusahaan tersebut menjadi salah satu pengembang real estat terbesar di China.

Country Garden bahkan telah membuat rekor IPO senilai USE 1,7 miliar di Hong Kong pada tahun 2007. Tahun lalu, pengembang real estat itu menduduki posisi No 1 China dengan penjualan, yang mencapai USD 67 miliar.

Kekayaan Yang Huiyan, Perempuan Terkaya di China Putri Yang Guoqiang, sebesar USD 9,2 miliar. menurut Bloomberg Billionaires Index.

Angka tersebut menempatkannya sebagai perempuan terkaya kedua di China, setelah Wu Yajun, pendiri Longfor Properties berusia 59 tahun, yang memiliki kekayaan sebesar USD 9,7 miliar.

Kekayaan Yang Huiyan terutama berasal dari saham mayoritasnya di Country Garden, yang sebagian besar dialihkan kepadanya oleh ayahnya pada tahun 2005, dua tahun sebelum IPO perusahaan.

Ayah Yang Huiyan mengundurkan diri pada saat pasar properti China terperosok dalam penurunan bersejarah.

Seperti diketahui, sektor real estat di China telah terhuyung-huyung krisis sejak 2020, ketika Beijing mulai menindak pinjaman berlebihan oleh pengembang untuk mengendalikan utang yang tinggi.

Krisis utang melanda industri real estat Chiba setelah Evergrande, pengembang properti terbesar kedua di negara itu mengalami krisis uang tunai yang parah dan gagal membayar utangnya pada akhir 2021.


Perusahaan Terlilit Utang, Harta Bos Evergrande China Anjlok 90 Persen

Ilustrasi Bendera China (AFP/STR)

Miliarder di China tengah mengalami masa-masa sulit dalam beberapa tahun terakhir, terutama mereka yang mengumpulkan kekayaan di pasar properti negara itu.

Melansir CNN Business, Senin (23/1/2023) kekayaan bersih pendiri pengembang real estat China Evergrande, Hui Ka Yan telah anjlok hampir 93 persen. Hal itu diungkapkan dalam Bloomberg Billionaires Index.

Hui Ka Yan sebelumnya pernah menjadi orang terkaya kedua di Asia, namun kini kekayaan Hui turun dari USD 42 miliar pada puncaknya pada 2017 menjadi sekitar USD 3 miliar atau sekitar Rp 44,9 triliun (asumsi kurs Rp 15.500 per dolar AS), menurut Bloomberg.

Sebagai informasi, Evergrande merupakan salah satu perusahaan real estat dengan utang terbesar di China, liabilitas sebesar USD 300 miliar atau Rp 4,4 kuadriliun.

Hui Ka Yan juga dikenal sebagai Xu Jiayin dalam bahasa Mandarin, menggunakan kekayaan pribadinya untuk menopang perusahaannya yang sedang berjuang, dengan menjual aset-aset mewahnya seperti rumah dan jet pribadi.

Tetapi upaya itu belum cukup untuk melunasi utang Evergrande, setelah berjuang selama berbulan-bulan untuk mengumpulkan uang tunai untuk membayar kreditur, pemasok, dan investor.

Pada 2022 lalu, perusahaan gagal menyampaikan rencana awal restrukturisasi utangnya, yang menyebabkan kekhawatiran lebih lanjut tentang masa depannya.

Sebelum terlilit utang besar, Evergrande dikenal sebagai konglomerat real estat ternama di China. Perusahaan ini memiliki sekitar 200.000 karyawan, meraup lebih dari USD 110 miliar dari penjualannya pada tahun 2020 dan memiliki lebih dari 1.300 pengembangan di lebih dari 280 kota di negara itu.


Evergrande Janji Lunasi Utang Tahun Ini, Krisis Properti China Segera Berakhir?

Evergrande berjanji untuk melunasi utangnya tahun ini. Seperti diketahui, karena raksasa properti asal China itu dilanda krisis menyusul tindakan keras Beijing terhadap pinjaman berlebihan di sektor real estat.

Dikutip dari Channel News Asia, Rabu (4/1/2023) Kepala Evergrande Hui Ka Yan dalam sebuah pesan email mengatakan kepada stafnya bahwa "2023 merupakan tahun kunci bagi Evergrande untuk memenuhi tanggung jawab perusahaannya dan melakukan segala upaya untuk memastikan penyelesaian proyek konstruksi".

"Selama semua orang di Evergrande bekerja sama, tidak pernah menyerah, (dan) bekerja keras ... kami pasti akan dapat menyelesaikan tugas menjamin pengiriman, membayar semua jenis hutang, dan menyelesaikan risiko," tulis Hui dalam pesan tersebut.

Evergrande tahun lalu melanjutkan pekerjaan di 732 lokasi konstruksi dan mengirimkan 301.000 unit rumah untuk pembeli, lanjut pesan itu.

"(Para karyawan) mengalami tekanan fisik dan mental yang berat, dan mengatasi banyak kesulitan untuk mewujudkan hal yang mustahil", ungkap Hui.

Evergrande telah bergegas melepas aset dalam beberapa bulan terakhir dan terlibat dalam pembicaraan restrukturisasi setelah menumpuk utang sebesar USD 300 miliar.

Perusahaan itu mengalami krisis terbesar di sektor properti China, yang menyumbang sekitar seperempat dari produk domestik bruto negara itu.

Para pengembang besar termasuk Evergrande gagal menyelesaikan proyek perumahan, memicu protes dan boikot hipotek dari pembeli rumah.

Sementara itu, perusahaan-perusahaan yang lebih kecil gagal membayar pinjaman atau mengalami masalah mendapatkan uang tunai sejak Pemerintah China lebih ketat membatasi pinjaman pada 2020.

Pada November 2022, dokumen resmi menunjukkan Evergrande menjual tanah yang dialokasikan untuk kantor pusatnya di pusat teknologi Shenzhen seharga USD 1 miliar. 

Infografis Klaim China Vs Indonesia Terkait Laut China Selatan. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya