Liputan6.com, Jakarta Meski tak lagi menjabat di kepolisian, sosok Budi Waseso sulit untuk dilepaskan dari Korps Bhayangkara. Tidak hanya karena beragam penugasan yang pernah diembannya, pria kelahiran 19 Februari 1960 di Pati, Jawa Tengah ini juga sarat dengan kontroversi.
Budi yang merupakan lulusan Akademi Kepolisian 1984 ini berpengalaman dalam bidang reserse. Lulus dari Akpol, Budi ditugaskan di berbagai wilayah Indonesia. Selama menjalani tugas di awal kariernya, perwira yang karib disapa Buwas ini merasakan kehidupan yang kurang menguntungkan.
Advertisement
Gaji dari kepolisian yang diterimanya saat itu tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ia sempat menjadi pengemudi ojek dengan menggunakan Vespa tahun 70-an. Meski saat itu sudah berpangkat kapten polisi, ia terpaksa mengojek untuk menutupi kebutuhan rumah tangga karena saat itu gaji anggota Polri masih sangat kecil. Selain mengojek, ia juga sempat menjadi sopir taksi tembak dan ia tidak malu melakukan itu.
Seiring berjalannya waktu, karier Buwas terus menanjak. Pada 2009 dia diangkat sebagai Kepala Bidang Propam Polda Jawa Tengah. Setahun kemudian, dia ditarik ke Mabes Polri untuk menempati posisi Kepala Pusat Pengamanan Internal Mabes Polri.
Pada saat inilah dia sempat membuat heboh publik. Buwas ketika itu berani menangkap seorang jenderal polisi bintang 3 yakni Komjen Susno Duadji. Peristiwa itu terjadi di Bandar Udara Internasional Seokarno Hatta. Meski sempat bersitegang, akhirnya Buwas berhasil menahan keberangkatan Komjen Susno Duadji.
Dua tahun berselang atau 2012, Buwas diangkat menjadi Kapolda Gorontalo dengan pangkat brigjen polisi. Usai menjabat sebagai Kepala Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi Polri (2014) Buwas kemudian dipercaya sebagai Kabareskrim Polri (2015).
Belum sepekan menjabat, Buwas membuat geger dengan menangkap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto pada Jumat 23 Januari 2015. Menurut pihak kepolisian, penangkapan itu terkait kasus dugaan pengarahan saksi palsu saat sidang Pilkada Kotawaringin Barat di MK tahun 2010.
Buwas menjabat Kabareskrim tak sampai setahun, karena pada 8 September 2015 dia diangkat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN). Pada 27 April 2018 dia dipercaya sebagai Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog) yang dia emban hingga saat ini.
Mengomentari pengangkatan Buwas ketika itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan yang bersangkutan diangkat sebagai Dirut Perum Bulog karena Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu membutuhkan orang yang tegas, berani, dan jujur.
Lantas, bagaimana Buwas mengelola kebutuhan pokok untuk penduduk Indonesia tersebut?
Berikut petikan wawancara Budi Waseso dengan Sheila Octarina dalam Program Bincang Liputan6.
Meski Tak Ada Panen, Stock untuk Lebaran Aman
Kalau melihat karier Bapak dari Kabareskrim, Kepala BNN dan sekarang ngurusin beras, itu beda ya? Bagaimana rasanya, Pak?
Sebenarnya kalau bicara tugas itu ya sama saja sih, bagaimana kita membawakannya. Yang paling penting itu kita memahami apa yang harus kita lakukan. Tapi setiap melaksanakan tugas, bagi saya kuncinya adalah didasari semangat dalam menjalankan apa pun. Terus yang paling penting keikhlasan, kita kalau bekerja itu harus senang gitu ya. Jadi kita enggak pernah merasa jadi beban pekerjaan itu.
Meskipun jadwalnya padat, sibuk, yang penting senang?
Ya harus dibuat senang, karena kesibukan itu sebenarnya berkah. Karena kita dikasih kesibukan berarti selalu bergerak, selalu ada kegiatan, aktivitas, ya itu berkah gitu. Kalau nanti nggak ada kesibukan diam saja, terus bagaimana?
Tapi kalau melihat masa lalu Bapak, mungkin pas awal-awal karier di kepolisian katanya sempat jadi pengemudi ojek, itu beneran?
Itu iya, itu kan perjalanan hidup manusia ya. Saya kira setiap manusia itu kan berangkatnya pasti dari nol. Perjalanan hidup itu macam-macam ya, karena hidup itu sebagai tantangan. Jadi menjalankan hidup itu juga harus dengan yang tadi, kita gembira harus ya, tidak juga hidup itu kok dibikin susah, enggak. Saya kira banyak ya yang melalui perjalanan seperti itu. Tidak ada orang mulai dari angka lima, tapi pasti dari nol.
Betul, proses tidak menhgkhianati hasil.
Iya, pencapaian sesuatu itu memang pasti ada prosesnya, ada upaya, usaha, ya kan. Ada pengorbanannya, pasti begitu.
Sekarang kita ngomongin soal beras nih, Pak. Sebentar lagi mau Ramadan dan Lebaran, apakah pasokan beras di Indonesia ini cukup?
Kita lihat ya sekarang ini kan Maret, ini sudah mulai masa panen. Nanti awal Maret itu sudah mulai masuknya panen raya. Nah Februari juga sudah ada, walaupun tidak serentak tapi sudah ada panen-panen di spot-spot produksi beras itu atau porsi gabah.
Nah sekarang ini yang ada di Bulog itu kan hanya cadangan, cadangan beras pemerintah. Nah kita memang kalau stok untuk kepentingan sampai Lebaran, seandainya nggak ada panen pun aman. Dalam kondisi sekarang ya. Tapi kan ada panen produksi bulan Maret nanti ya.
Tapi itu kan tidak tidak bisa kita serap, karena itu akan mengisi atau diserap untuk kepentingan penggilingan-penggilingan, rumah tangga, terus untuk pedagang-pedagang gitu. Nah kalau yang kita serap itu sebenarnya untuk cadangan beras pemerintah. Jadi kalau hitungan-hitungan sesuai dengan BPS pun aman gitu. Ya cukup karena panen raya itu kan Maret, April, Mei.
Bagaimana dengan curah hujan yang tinggi, apakah menghalangi panen raya?
Walaupun cuaca sekarang cenderung basah atau banyak hujan ya, tapi panen itu kan pasti berjalan, kecuali ada bencana, bencana banjir, nah itu bisa saja bisa mengakibatkan kegagalan panen atau mengurangi produksi, bisa saja terjadi.
Tapi kalau pemerintah tuh kan cara berpikirnya adalah untuk ketersediaan ya, ketahanan pangan. Yang utama itu kan ketahanan pangan. Kalau ketahanan pangan ini maka pemerintah itu menyiapkan cadangan pangan, sehingga itu disimpannya di Bulog ya, di kala nanti ada banjir atau ada kekurangan produksi ya kan, itu kan dampaknya harga naik, peningkatan naik.
Nah saat itulah kita menggelontorkan untuk intervensi, untuk stabilisasi harga ya, untuk memenuhi kebutuhan. Nah itu yang selama ini program pemerintah itu ketahanan pangan di situ. Jadi aman ya kan, kebutuhan masyarakat, termasuk harganya gitu.
Harganya pasti relatif lebih murah ya?
Ya itulah tugas pemerintah, bilamana nanti ada harga meningkat kita wajib menurunkan. Karena dalam prinsip ekonomi, kalau harga itu melambung atau ada kenaikan pasti berlakulah demand dan supply, kan demand-nya selalu tetap kan? Nah sekarang supply-nya kan? Jadi kalau supply kurang karena demand tetap, harga pasti meningkat.
Tapi terkait polemik yang selalu ramai diperbincangkan antara Bulog dan Kementan, kenapa tetap impor kalau berasnya surplus?
Jadi begini. Sekali lagi yang perlu saya sampaikan, saya jelaskan, adalah Bulog itu kan menyimpan buffer stock ya, sebagai cadangan pangan. Nah kita berharap cadangan itu kita dapatkan dari produksi dalam negeri. Itu mutlak dan ini sudah kita buktikan hampir 5 tahun ya, hampir 5 tahun ini Bulog tidak pernah impor sebutir pun beras ya, dalam kurun waktu hampir 5 tahun.
Kemarin kenapa harus impor? Karena memang kebutuhannya itu ya kondisinya, situasi produksinya itu kurang ya, kurang produksinya. Kenapa? Karena kan anomali cuaca kita lihat, iya kan? Terus terjadi bencana banjir di beberapa tempat produksi gabah atau padi. Nah itu akan mengurangi produksi, sehingga kan untuk kebutuhan masyarakat jadi kurang suplainya. Itulah terjadi peningkatan-peningkatan harga di beberapa wilayah karena kebutuhannya.
Nah kita mengintervensi, intervensi terus dengan cadangan yang ada. Berarti ada lonjakan pendistribusian yang tidak normal gitu ya. Nah, sehingga stok yang ada di Bulog milik pemerintah itu berkurangnya banyak. Tapi kan kita harus tetap ada stok yang menjadi kekuatan cadangan pangan. Nah itu seharusnya kita ambil dari dalam negeri. Tapi karena memang di produksi itu kurang, ya kemarin memang harus.
Itu yang kemudian menjadi faktor Bulog melakukan impor?
Itu juga tidak otomatis Bulog bisa melakukan impor karena itu harus ada penugasan dari pemerintah. Dan itu penugasannya melalui keputusan rakortas di mana seluruh menteri ada, menteri yang berhubungan dengan pangan, termasuk Menteri Pertanian sendiri ya kan?
Jadi sekali lagi saya sampaikan bahwa tidak ada keributan antara Kementerian Pertanian, Bulog dan menteri lain, hanya pada saat itu memang Menteri Pertanian ya berdasarkan programnya Beliau, Beliau yakin semua itu dalam kondisi normal ya. Tapi di sisi lain ada beberapa wilayah yang kenyataannya memang ada bencana ya atau kena banjir tadi ya, wajar semuanya wajar, nggak ada masalah.
Jadi kita juga dalam hal ini tidak terus berarti kita tidak berpihak pada petani, tidak berpihak pada produksi dalam negeri, tidak. Karena sudah kita buktikan ya hampir 5 tahun tadi kita tanpa sekali untuk, dan kita juga pantang untuk mengimpor ya, karena kalau ada produksi dalam negeri kenapa nggak kita gunakan? Kenapa harus impor gitu? Persisnya seperti itu, sebenarnya nggak ada masalah apa-apa.
Beberapa waktu lalu sempat viral di media sosial, masyarakat pada antre di pasar untuk mendapatkan beras. Itu memang sengaja dibatasi atau bagaimana?
Enggak, kalau Bulog gini, itu salah satunya kebutuhan masyarakat banyak, stok di lapangan kurang, oke. Tugas Bulog itu adalah menggelontorkan, menyiapkan kebutuhan itu. Hanya memang kan gini, masyarakat kadang-kadang dibuat seperti panic buying ya. Informasi yang tidak benar gitu loh sebenarnya, bahwa beras itu ada gitu kan, cukup.
Tapi karena diberitakan bahwa ini beras langka, hilang, akhirnya ya khususnya para ibu rumah tangga takut kalau jangan-jangan, akhirnya dia akan membeli sebanyak mungkin gitu loh ya. Sesuai dengan kemampuan dia, keinginan dia kalau bisa kan begitu ya.
Yang tadinya mungkin butuhnya seminggu hanya 5 kilo lah yang paling banyak ya, ini akhirnya dia bisa beli satu kuintal ya. Nah itu juga berbahaya, nanti ada penimbunan-penimbunan yang nggak ada manfaatnya gitu.
Jadi sebenarnya kita justru harus meyakinkan kepada masyarakat ya, bahwa kebutuhan masyarakat itu akan dijamin oleh negara. Jadi negara ini kan berhitung semuanya. Menteri Perekonomian, Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, dan seterusnya. Menteri pasti akan berhitung ya tentang kebutuhan masyarakat secara keseluruhannya.
Advertisement
Cara Mafia Mempermainkan Harga Beras
Beberapa waktu lalu Presiden Jokowi sempat memperingatkan harga beras yang naik di sejumlah daerah, apakah benar, Pak?
Ya betul itu. Pak Jokowi melihat sendiri karena Beliau melihat di lapangan langsung ya. Beliau tidak hanya dengar laporan. Beliau ini kan orangnya selalu ngecek ke lapangan, dan itu fakta memang ya. Ada kekurangan sehingga ada kenaikan harga dan itu juga akan menyumbang inflasi ya.
Memang pada saat itu Pak Presiden sudah memerintahkan pada Bulog dan untuk operasi pasar dan kita sudah lakukan itu. Sedangkan saya sampaikan tadi bahwa biasanya kita itu yang normal 1 bulan itu seluruh Indonesia operasi pasarnya 30 ribu ton, ya satu bulan.
Nah dari mulai bulan Juli ada peningkatan, mulai puncaknya peningkatan itu Agustus ya. Nah Agustus itu tiba-tiba melonjak sampai 180 ribu ton. September itu hampir 200 ribu lebih, terus meningkat sampai hari ini kebutuhannya masih seperti itu. Sebab itu kan kita dengan beras yang ada di Bulog, termasuk kemarin yang hasil impor kita turunkan.
Jadi tidak ada hubungannya dengan mafia?
Memang ada sedikit masalah yang tadi dibilang, tanda kutip mafia ya, yang membaca ini menjadi peluang untuk mereka mempermainkan beras ya. Kenapa? Yang kita impor itu beras premium. Nah sedangkan kita jualnya dengan operasi pasar yang nilainya sebelumnya itu harga beras medium. Jadi harga berasnya Rp 8.300.
Kita memang mendistribusikan kepada para distributor-distributor, tapi salah satunya adalah di Pasar Induk Beras Cipinang. Nah, rupanya ini oleh kelompok-kelompok tertentu dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Mereka jualnya Rp 12.000 sampai Rp 12.500, padahal belinya dari kita Rp 8.300 ya.
Kenapa dia melakukan itu? Karena berasnya memang bagus, beras premium. Tinggal diganti bungkusnya ya, tidak pakai bungkus Bulog lagi. Mereka belinya banyak, curah karena memang kita menggelontorkan sebanyak mungkin. Itu terus langsung dipindahkan karung, ke karung merek lain yang seolah-olah itu bukan berasnya Bulog, sehingga mereka berhak menjual dengan harga pasar.
Nah, terus ada yang dikemas dengan merek-merek tertentu dengan packaging-packaging-nya itu langsung dijual di pasar Rp 12.000 sampai Rp 12.500 per kilonya, sehingga tidak akan menurunkan harga gitu. Jadi di lapangan beras itu tetap harganya tidak sesuai dengan harga eceran tertingginya pemerintah.
Kalau kita ngomongin beras dari Bulog, penyalurannya itu yang konkret ke pasar atau bisa ke konsumen langsung, Pak?
Jadi gini, kita yang ke konsumen langsung ada, yang melalui belanja online yaitu di Ipanganan.com ya, itu aplikasi. Itu kan kita kerja sama dengan Shopee juga, itu masyarakat bisa membeli dengan harga yang tetap dan murah pula. Bahkan sekarang kita dengan Ipanganan.com itu kalau tidak salah Rp 94.000 itu 10 kilo.
Itu kerja sama kita supaya kita bisa operasi pasar, masyarakat bisa membeli dengan mudah dan harga murah, diantar sampai rumah. Di sisi lain, kita bekerja sama dengan ritel-ritel modern seperti Alfamart, Indomaret, kita juga menyajikan dan menyediakan beras SPHP ya, operasi pasar yang dikemas 5 kilo-5 kilo ya.
Itu kita sediakan dengan harga juga murah, yang per kilonya itu kita ada tulisannya semua di situ supaya tidak disimpangkan. Jadi harga maksimalnya Rp 9.450 per kilo. Itu sudah kita kemas 5 kilo-5 kilo. Di pasar-pasar beras, di pasar-pasar basah ya, pasar-pasar beras tradisional itu juga kita suplai langsung dari seluruh pinwil atau pincab.
Jadi kita langsung menyentuh ke situ, tapi juga tetap pada distributor yang punya downline pasti, karena kita memang tidak membatasi. Jadi bukan berarti kenapa kok suplai dibatasi, tidak ada. Bulog tidak pernah membatasi karena ini kan justru Bulog ini menginginkan sebanyak mungkin.
Sekarang kan Bulog ini mendapat penugasan dari Kepala Badan Pangan Nasional ya, yang kali ini dipimpin oleh Pak Arief itu, kita dapat penugasan untuk stok negara itu 2,4 juta ton. Yang dulu kan 1 sampai 1,2 atau satu setengah. Kita tahun ini ditugaskan untuk menyimpan stok itu 2,4 juta, di mana yang 1,2 itu untuk keperluan dari SPHP operasi pasar. Yang 200 itu untuk kebutuhan golongan anggaran dan dana penanggulangan bencana, yang 200.000.
Sedangkan 1 jutanya itu cadangan tetap negara. Jadi nanti kita sepanjang tahun punya cadangan tetap 1 juta ton, gitu. Nah keseluruhnnya 2,4 itu harus dan diutamakan ya, diutamakan dan harus dari produksi dalam negeri. Jadi kalau kita seandainya produksinya tidak mencukupi ya baru kekurangan itu yang kita ambil atau impor, gitu.
Beras Bulog Sekarang Tidak Berkutu dan Berbau
Jadi, jika sudah pada tahap stoknya berkurang, baru diambil langkah impor?
Ya seperti yang kemarin, kemarin kan secara hitungan kita rapat berkali-kali, akhirnya secara hitungan memang kita kekurangan. Nah kekurangan tidak bisa karena beras itu kan ada proses penanamannya, berarti kan kita menunggu sekian waktu untuk ada produksi. Maka untuk kekurangan menjelang produksi waktu itu kita mendatangkan. Maka kemarin diputus untuk mendatangkan 500.000 ton.
Meski Bulog sudah bekerja keras, respons masyarakat tetap saja ada positif dan negatif. Ada yang bilang beras Bulog memang murah, tapi kualitasnya jelek. Bagaimana Bapak menanggapinya?
Wajar ya kalau ada kritikan itu. Namun sekarang boleh dicek ya. Masyarakat boleh bebas mengecek di gudangnya Bulog, melihat. Karena memang dulu ya, dulu memang iya, beras kita itu ada kutunya, kadang berbau ya kan, itu karena memang kita waktu itu ada tugas menyediakan untuk stok, stok cadangan beras pemerintah karena kebutuhannya untuk salah satunya untuk rastra ya.
Dulu itu ada bansos, bantuan sosial atau bentuknya dulu rastra. Tapi dalam perjalananya 2018 itu sudah terhenti, sehingga ada 2,6 juta ton yang sudah kita sediakan untuk kegiatan itu terhenti. Nah, akibatnya ya tadi akan ada turun mutu, namanya juga beras kan. Nah ini pasti terus akan turun mutu, walaupun kita rawat, kita rawat terus itu pasti ada penurunan kualitas.
Termasuk beras untuk stok itu?
Justru yang di stock tadi, yang disimpan. Kan disimpan itu memerlukan perawatan. Ada fumigasi gitu ya, terus ada pembalikan karung atau posisi yang tadinya di bawah diputar di atas itu harus rutin. Kalau nggak nanti yang di bawah karena kena beban cepat rusak ya.
Nah difumigasi itu untuk menghambat adanya kutu, ya kan, nah itu juga kita fumigasi. Itu memang akhirnya menjadi cost tinggi. Tapi ya secara alaminya memang namanya pangan itu secara lambat laun ya pasti kualitasnya akan turun. Nah itulah kenapa dulu salah satu yang mengakibatkan mutu dari beras Bulog jadi rendah atau kurang baik.
Nah, imej itu terbangun ya. Kalau sekarang sudah enggak, karena kita sudah ada prosedur tetap ya, artinya dikala kita mengeluarkan beras dari Bulog itu harus melalui proses, melalui mesin. Namanya rice to rice, jadi diproses lagi, ada yang apa, debunya ditiup gitu ya, itu hilang terus diproses melalui mesin sehingga kutu nggak ada, telornya juga nggak ada. Jadi bersih lagi.
Tapi tanda kutip mafia tadi, dia selalu membuat imej negatif untuk Bulog. Suaranya itu selalu bahwa beras Bulog jelek, beras Bulog bau, jadi selalu ditampilkan. Bahkan mereka berkali-kali kita tangkap, kita temukan karungnya, karungnya Bulog, tapi berasnya bukan beras Bulog, berasnya jelek-jelek yang sudah bau dimasukkan situ, terus diedarkan, ditukar.
Jadi nanti namanya Bulog yang negatif, jelek lagi. Jadi imej itu yang selalu dibangun oleh kelompok-kelompok itu. Tapi sekarang kita boleh lihat tidak ada lagi ya kan, beras Bulog itu beras lama, udah nggak ada beras yang itu, yang jelek-jelek nggak ada.
Begitu kondisinya sekarang. Dan kita sudah memproduksi juga 100 merek produk beras komersil dengan merek-merek komersil ya. Jadi kadang-kadang orang tidak tahu kalau itu produksi Bulog, gitu.
Presiden Jokowi pernah mengatakan Bulog memutuhkan sosok yang tegas dan berani seperti Bapak untuk memimpin Bulog. Bagaimana Bapak menanggapi ucapan Presiden?
Saya kira Pak Jokowi punya alasan tersendiri, penilaian sendiri. Tapi sebenarnya dimanapun, bukan hanya di Bulog, kita memang harus berani. Bekerja itu kan harus ada keberanian dan harus tegas, tegas pada aturan, ketentuan, iya kan? Sehingga kalau ada yang ingin melakukan perlawanan ya harus dihadapi gitu loh, ya kan?
Karena itu adalah penyimpangan, tidak boleh dibiarkan gitu ya. Dan kejadian itu kan bukan hanya dari luar, mungkin juga dari dalam, iya kan? Jadi kita itu kalau mau bekerja baik itu ya kita harus siapkan diri kita sendiri, kita sudah baik atau belum? Kita sudah bersih atau tidak?
Ada istilah kalau mau membersihkan lantai ya sapunya harus bersih, ya kan? Seperti itulah kurang lebih istilahnya. Nah kemungkinannya pertimbangan salah satunya Pak Jokowi menempatkan saya di sini karena latar belakang saya yang seorang polisi.
Apalagi mantan Kabareskrim juga ya, Pak?
Itu kebetulan saja. Tapi yang jelas yang melatarbelakangi yang menjadi pertimbangan adalah karena seorang polisi. Kalau polisi itu kan aparat penegak hukum, pasti dia tahu hukum dan dia yang menegakkan hukum. Nah itulah salah satu pertimbangannya. Jadi saya selalu memimpin pada aturan, berangkatnya dari aturan seperti apa sih aturannya, pedomani itu, laksanakan seperti itu.
Lantas, bagaimana Bapak menangani pegawai yang ada di Bulog? Apakah pendekatannya sama dengan saat memimpin di Polri?
Ada yang sama, ada yang berbeda. Dalam kedisiplinan iya, harus tetap sama dengan di kepolisian. Disiplin karena orang itu modal dasarnya ya harus disiplin. Memegang teguh aturan iya, karena di sini pun ada aturan, ada ketentuan, ada kesepakatan. Hanya di sini tidak ada sistem komando ya kan?
Jadi kalau di sini umpamanya saya maunya A belum tentu A karena mereka punya pemikiran masing-masing dan punya ketentuan masing-masing boleh. Yang penting di sini adalah bagaimana kita mencapai tujuan itu dengan peran kita masing-masing, ya kan?
Mungkin bagi marketing, ayo berpikir sebagai marketing. Bagian produksi silakan konsentrasi pada produksi, ya kan? Nah, bagian kontrol manajemen bagaimana? Ya bekerjalah sesuai bidangnya. Sehingga pencapaian tujuan kita ini betul-betul bisa kita raih.
Bagaimana dengan kasus 500 ton beras di Pinrang, apakah ada keterlibatan orang dalam?
Di Pinrang itu kan pelanggaran, justru itu jadi satu contoh. Jadi jangan kita bicara bahwa kejahatan atau mafia itu dari luar, bisa juga dari dalam. Itu salah satu bukti karena ada bekerja sama dengan mafia di luar. Dia bagian dari kepanjangan mafia itu, kan gitu. Tidak mungkin bisa mafia bergerak kalau tidak ada kerja sama dari dalam pada kejadian itu.
Sampai sekarang prosesnya sudah sejauh mana, Pak?
Sekarang sudah dilakukan penahanan, ditangani oleh kejaksaan. Jadi dalam proses penegakan hukum ini dikembangkan oleh kejaksaan, ya saya terima kasih dari pihak kejaksaan karena ini memang perlu penegakan hukum ya.
Tanpa dibantu penegak hukum oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini kejaksaan, ya nantinya nggak beres-beres gitu ya, bisa jadi penyakit menular ya. Karena ini betul-betul kejahatan, menurut saya kejahatan luar biasa ya, termasuk korupsi, termasuk ini juga penggelapan, penipuan.
Artinya dalam kasus ini ada pelaku dari internal dan sudah dijatuhi sanksi?
Oh iya, oknumnya ada. Dan itu kan saya sekarang saya telusuri. Jadi saya sudah sampaikan, dua tingkat di atasnya itu harus bertanggung jawab. Jadi kalau saya kan ada sistem pengawasan melekat, secara berjenjang. Sekarang kita mintai pertanggungjawaban, sekarang kita periksa di internal kita.
Itu bisa terjadi pada sistem pengawasan, yang bagian pengawasan pekerjaannya seperti apa? Dia melakukan nggak? Nah kalau dia tidak melakukan, dia memberi peluang, ya kan. Berarti, ini sudah ada pengawasan berarti aman, maka itu memberi kesempatan orang.
Berarti ada kelonggaran ya?
Ya itu. Karena dia tidak menjalankan kewajibannya sebagai pengawas. Terus juga itu bagaimana sistem kendalinya, dari atasannya, kan gitu ya. Ada nggak secara berkala dilakukan pengecekan? Kalau nggak ada berarti tidur dong? Atau memang dia pura-pura nggak tahu, atau dia terlibat memerintahkan anak buahnya, kan begitu ya.
Jadi seperti saya, kalau anak buah saya salah, harus ditariknya ke saya, sejauh apa ya kan? Sejauh apa perintahnya saya atau apa yang saya sampaikan, apa yang saya lakukan kepada bawahan, pengawasannya, saya lakukan nggak? Kalau nggak ya anak buah atau staf itu salah karena pimpinannya ikut terlibat, ikut bertanggung jawab, kaya begitu.
Advertisement
Bulog Tak Melulu hanya Mengatur Beras
Bapak pernah memberi pernyataan perang terhadap mafia beras, modusnya apa saja, Pak?
Sebenarnya berubah-ubah ya modus itu. Dia kan membaca peluang dan kesempatan. Ada peluang apa nih? Nah ini ada kesempatannya, dia lakukan itu. Seperti kemarin-kemarin ya, modusnya dia membangun jaringan ya, jadi membangun jaringan banyak.
Kalau kemarin tidak ada impor ya, itu dia membangun ada tengkulak-tengkulak yang merupakan jaringan dia. Nanti masyarakat atau petani-petani ini sudah terbelenggu dengan tengkulak-tengkulak, sehingga dia tidak bisa apa-apa.
Kan sekarang harga beras naik pun nggak dirasakan oleh petani kan? Karena petani hanya jual gabah, dia enggak punya mesin. Apalagi sekarang kan gabah itu harus dikeringkan. Nah mengeringkan kita ini kebanyakan masih tradisional. Nah sekarang kalau cuaca kayak begini kira-kira bisa nggak menjemur padi?
Nggak bisa.
Itulah masalahnya. Kan kasihan petani juga, ya kan? Dia hanya berharap matahari, tapi kalau mataharinya nggak muncul ini petani sudah ancaman kerugian nih, akan ada masalah. Nah ini dimanfaatkan oleh para tengkulak biasanya. Diambil dengan harga murah dalam kondisi basah. Nah tengkulak ini bekerja sama seperti pemodal yang mempunyai mesin dryer. Nah dikumpulkan itu dikeringkan dengan mesin dryer. Udah naik dong harganya?
Nah nanti dibuat berasnya dengan mesin-mesin modern yang ada di perusahaan-perusahaan besar. Nah yang ke penggilingan tradisional nggak akan menang, gitu kan? Jadi bagaimanapun sekarang ini, sistem ini akan tetap tidak menguntungkan petani, gitu.
Nah ini juga harus, kan sekarang sedang diperbaiki ya, sistemnya, mekanisme pertanian yang pemerintah ini sekarang ya melalui Menteri Pertanian berpikir bagaimana negara ini betul-betul membantu petani, mensejahterakan petani ya kan, mempermudah petani, memberi semangat petani untuk produksi.
Itu sekarang yang dilakukan, makanya konsep-konsep itu memang siapa berbuat apa, itu harus jelas gitu. Jadi saya sebagai bagian dari offtaker-nya petani, berarti saya menerima produksi petani. Tapi di sisi lain ada offtaker petani yang lain ya, mungkin dari pedagang-pedagang beras. Tapi bukan terus harus berpikir ini tengkulak ya, yang akhirnya tanda kutip itu menjajah petani, membuat susah petani gitu ya, tidak menguntungkan petani.
Nah ini sekarang sedang diperbaiki. Ya insyaAllah mudah-mudahan nanti ke depan petani kita semakin bagus ya, semakin sejahtera ya kan, itu yang kita harapkan kan seperti itu, karena dibantu oleh pemerintah atau negara ini.
Seperti Bulog kan sekarang sudah membangun pabrik beras di 13 sentra produksi beras. Kita juga membangun mesin-mesin modern ya kan, lengkap dengan dryer-nya, dengan silo-nya, dengan mesin penggilingan atau pembuatan pengolahan beras itu menjadi beras-beras premium, beras berkualitas yang nantinya kita Bulog itu tidak lagi ketergantungan membeli dengan pihak ketiga.
Tapi kita memproduksi sendiri dan itu langsung kita bersentuhan dengan petani. Dan kalau petani nantinya mau menggilingkan berasnya dia juga bisa minta bantuan kita. Jadi itu wujud kehadiran negara di lingkungan petani itu.
Selain beras, komoditas apa sih yang jadi tanggung jawab Bulog?
Ya untuk penugasan sementara ini kan sebenarnya kalau dalam undang-undang itu kan Pajale ya, padi, jagung, kedelai. Nah sekarang juga sedang dibahas lagi, walaupun secara Perpres 125 itu sudah menyatakan bahwa Bulog bertanggung jawab untuk menangani stok negara itu Pajale, padi, jagung, kedelai.
Nah memang ini tidak mudah ya, tidak mudah itu artinya harus ada sarana prasarana pendukung dan regulasi yang menguatkan ini. Tapi kita sedang berusaha terus sehingga nantinya seperti kebutuhan beras nanti ya tidak, karena kita sudah punya tadi infrastruktur ya, itu nanti kita membuat beras sendiri.
Harapannya kita sudah bisa mandiri memproduksi beras dan beras ini kita akan menyalurkan nanti kepada ASN TNI-Polri yang sekarang mereka membeli di pasar kan? Itu nanti kita suplai itu. Di sisi lain nanti kedelai kalau kita sudah bisa menyediakan kebutuhan kedelai itu untuk kepentingan terutama dari perajin tempe tahu supaya tidak ada gejolak-gejolak seperti kemarin ya.
Tempe harganya mahal karena kedelainya nggak ada. Karena ya itu tadi, ini kan dikuasai oleh beberapa kelompok saja kedelai dan ini kedelai impor. Seluruhnya kan impor, produksi dalam negeri kan belum terpenuhi ya.
Termasuk jagung ya, jagung ini kan juga dampaknya kepada peternak-peternak mandiri yang membutuhkan jagung, kadang-kadang mereka terkendala kadang suplainya nggak ada, harganya mahal. Nah itulah harusnya pemerintah melalui Bulog nanti harus ada, harus ada.
Kalau singkong, Pak. Saya lihat ada beras tapi diolahnya dari singkong?
Itu kan diversifikasi pangan. Kita harus melihat kekuatan pangan itu bukan hanya beras ya. Jadi sebenarnya Indonesia ini kalau mau kita lihat dari secara menyeluruh soal pangan, jenisnya itu kita kuat, tidak ada khawatir untuk apa kekurangan pangan.
Semuanya bisa diolah ya?
Ya artinya kalau toh nggak diolah, singkong bisa kita rebus, kita goreng, kentang juga bisa begitu ya kan? Ubi juga apalagi kan, ada ubi Cilembu, itu kalau dikembangkan juga bagus ya kan? Wortel, belum sagu ya kan? Banyak kan? Kemarin Pak Presiden juga ini porang ya kan? Ada juga jagung, iya kan?
Itu kan juga sumber makanan kita, tapi belum dikelola dengan baik ya. Nah kalau sekarang menjadi budaya bahwa kadang-kadang kan sekarang budaya itu status sosial seseorang itu dilihat dari dia sudah makannya beras atau makan nasi.
Kemudian Saudara-Saudara kita di Indonesia Timur yang dulu sagu gitu ya. Nah, sekarang, kalau masih makan sagu itu status sosialnya bisa rendah. Sama beberapa Saudara kita yang di Madura juga begitu, dulu biasa makan jagung, nggak apa-apa kan jagung itu biasa. Memang di sana tanaman jagung kan luar biasa.
Tapi sekarang ada penilaian, kalau belum makan nasi status sosialnya masih rendah. Nah itu kan juga serba salah. Tapi nggak apa-apa menurut saya. Sekarang kalau memang itu beras ukurannya ya kita bikin beras dong. Bahan dasarnya jagung, beras bahan dasar singkong, beras bahan dasar ubi, beras bahan dasarnya sagu. Kenapa enggak, itu beras kok, bentuknya kan beras? Hanya bahan dasarnya berbeda-beda.
Ini seolah sudah jadi template, warga Indonesia ini kalau nggak makan nasi tuh belum makan. Jadi misalnya dia makan roti atau apa, belum makan, yang penting makan nasi baru tuh makan?
Ya itulah budaya yang saya tanamkan. Jadi ada pergeseran budaya. Di Papua umpamanya, Ambon, di beberapa wilayah Timur itu kan makan sagu, karena banyak sagu ya kan? Dan itu kan gluten free, rendah gula dan lebih baik gitu. Tapi kan karena digeser budayanya seolah soal gengsi karena status sosial, jadi orang akhirnya melihatnya dari nilai status sosialnya.
Sulit Mencari Waktu Berkumpul Bersama Keluarga
Bagaimana harusnya Bulog ke depan dilihat dari fungsi dan tugasnya?
Ya saya kira selama negara memang membutuhkan peran untuk menjamin ketersediaan, menjamin keamanan daripada pangan, ini harus ditangani khusus. Sekarang sudah ada Badan Pangan Nasional. Nah itu Beliau yang nanti menghitung kebutuhan pangan secara keseluruhannya.
Nah, berapa kebutuhannya itu dilihat dari produksi juga, dalam negeri. Produksi dibagi kebutuhannya berapa, kurangnya berapa? Nah, kurangnya itu mungkin nanti dilempar ke Menteri Pertanian, berarti Menteri Pertanian harus menggalakkan produksi dari kekurangan pertanian ini, pangan.
Nah untuk jangka pendeknya impor, kan gitu ya, jangka sedangnya nanti bertahap. Untuk jangka panjangnya kita daulat pangan. Jadi kita kuat dari sisi pangan, dari segala aspek. Nah itu tujuan akhirnya. Jadi Bulog ini sekarang kan jadi operatornya, pelaksanaan dari regulatornya Badan Pangan, penugasannya nanti Badan Pangan, salah satunya dari Bulog.
Tapi bagaimanapun di negara-negara di dunia itu butuh seperti Bulog, ada fungsi Bulognya. Jadi sebagai logistik negara, ya di negara mana saja. Nah harapan saya memang next itu nanti ya Bulog itu adalah bagian yang memastikan atau peran kuatnya adalah sebagai penjamin ketersediaan pangan secara nasional.
Bukan Bulog sebagai pihak yang selalu disudutkan?
Iya, jadi jangan akhirnya Bulog itu hanya dilihat sebelah mata dan kita sudah tanda kutip tadi sudah banyak yang ingin menjatuhkan Bulog supaya Bulog ini tidak ada. Ya kaya tadi kan, kalau imej yang dibangun negatif, berasnya jelek, apa yang dari Bulog jelek, itu kan imej yang dibangun supaya timbul ketidakpercayaan masyarakat.
Akhirnya masyarakat berpikir, ah tidak perlu ada Bulog. Kalau masyarakat nanti berpikir suatu saat sudah tidak ada Bulog, pasti bubar ini, iya kan? Nah itu akan dikuasai oleh kelompok-kelompok yang ini tadi, iya kan. Jangan nanti ada yang kuasai minyak goreng, nanti yang kedelai ya dia menguasai. Nanti yang jagung ya dia kuasai, termasuk beras.
Nah jadinya apa? Ya negara dikendalikan oleh swasta-swasta yang tanda kutip hanya berpikir untuk mencari keuntungan. Tidak berpikir untuk kepentingan masyarakat secara menyeluruh, itu sebenarnya. Jadi harapan saya memang ya walaupun ya namanya satu perusahaan yang baru berubah ya, ini kan perurusahaan negara ya, Perum ya perusahaan umum yang dulunya badan sekarang jadi besar tetap harus dibangun kekuatannya.
Kalau ada kekurangannya harus diperbaiki, bukan kekurangan itu jadi kelemahan untuk dicari alasan untuk membubarkan itu, biasanya kan orang larinya ke sana. Orang lebih senang mencari kelemahannya, kejelekannya daripada melihat positifnya atau keberhasilannya.
Kebanyakan kan begitu, iya kan? Nah ini sekarang kita nggak boleh bicara itu. Tapi kan kita harus berpikir bagaimana peran negara itu hadir ya dan membuat ketenangan masyarakat Indonesia secara keseluruhannya tentang pangan. Karena pangan tuh kehidupan, nggak bisa. Sehebat apa pun orang tanpa pangan pasti dia nggak akan tahan, nggak akan bertahan. Dan pangan itu sesuatu yang tidak bisa ditunda.
Dengan semua kesibukan yang ada, Bapak masih punya waktu untuk keluarga atau menjalankan hobi?
Enggaklah, sekarang ini hampir enggak ya. Seperti olahraga saya ini kan dulu senang naik sepeda, berenang gitu ya. Ya kadang jogging gitu ya, kalau hobi berburu atau menembak ya hampir jarang ada waktunya sama sekali.
Bahkan kalau sekarang saya masih sering bersepeda itu ingin melakukan kegiatan yang statis saja, ya sepedanya sudah ada di samping saya, sudah di belakang saya. Tapi melaksanakannya nggak pernah ada waktu, seperti itu. Jadi sedikit sekali waktu.
Termasuk dalam bertemu sama keluarga, kumpul sama keluarga itu ya sangat kurang gitu. Karena memang saya dari mulai menjabat di kepolisian pun itu pasti kosentrasi utama adalah pekerjaan. Tapi alhamdulillah keluarga memahami bagaimana cara saya bekerja dan seperti apa saya bekerja.
Mereka memahami karena saya berikan pengertian juga pada mereka bahwa inilah tugas utama yang harus dilaksanakan. Apalagi sekarang teknologinya sudah canggih ya. Artinya kalau kita nggak bisa ketemu kan bisa saja videocall. Komunikasi juga mudah ya kan, bisa sewaktu-waktu bisa komunikasi.
Tapi memang perlu ada ketemuan gitu yang langsung bisa, ya itu kita lakukan dikala masih bisa kita akan manfaatkan sebaik mungkin. Tapi kalau memang tidak bisa karena ada yang lebih penting, ya itulah yang kita utamakan gitu.
Apakah karena kebanyakan kerja kemudian Bapak menjadi sosok yang kontroversial?
Jadi saya itu bersyukurnya gini. Dulu orang baru kenal saya kan saat jadi Kabareskrim, padahal saya sudah selalu bikin kontroversial dari mulai dinas, ya kan. Itu kehidupan saya ya, karena tadi saya mempertahankan aturan dan selalu berpedoman pada itu. Nah saat Kabareskrim baru orang pada tahu siapa saya kan, akhirnya dikasih nama Buwas, padahal Buwas itu kan Budi Waseso, iya kan?
Kadang saya kerjanya kayak gitu, nangkap-nangkap, itu penegakan hukum. Begitu saya dipindah ke BNN, orang kan berpikir pasti Pak Buwas diam nih di BNN, kan gitu. Tidak, karena saya siap bertanggung jawab. Bareskrim lalu, hari ini saya jadi Kepala BNN, ya kan? Saya bekerja untuk menyelamatkan generasi muda dari ancaman narkotik.
Tentang tahanan kasus narkoba harus dijaga buaya, bagaimana ceritanya?
Kan saya selalu begitu, coba dilihat kadang-kadang kan teman-teman lihat tuh kok begini di BNN, saya berkeras sampai saya punya ide dulu, ini tahanan itu harus dijaga dengan buaya. Kan begitu dulu.
Saya bikin konsep, konsep betulan gitu loh, ya. Itu yang saya lakukan, karena apa? Narkotik itu sesuatu yang sangat luar biasa pengaruhnya. Jadi manusia pasti akan terganggu dengan uang. Karena narkotik itu berkaitan dengan masalah uang yang luar biasa.
Jadi sehebat apa pun kalau dengan uang, mental orang bisa turun. Maka dulu saya membuktikan bahwa penjara-penjara narapidana yang narkotik itu masih selalu bekerja di dalam tahanan. Karena dia bisa mempengaruhi sipirnya, kita bicara oknum kan? Akhirnya nggak ada gunanya dia ditahan pun, karena dia bisa bekerja di dalam tahanan itu.
Dari mana alat komunikasi itu, pasti ada yang mengantar. Yang antar pasti oknum, oknum mau tapi dibayar, karena dapat sesuatu. Coba kalau binatang yang menjaga, buaya. Nggak bisa, mau disuap apa pun dikasih makan kenyang tetap ada yang lewat dicaplok juga kan gitu. Itu maksudnya, cara berpikirnya ke situ.
Bagaimana dengan Bulog?
Nah, sekarang saya dapat amanah nih. Begitu saya sudah menyelamatkan generasi muda yang berkaitan dengan negara kita ke depan, nah sekarang di Bulog nih. Ini juga amanah luar biasa nih. Nggak gampang gitu ya, karena pangan kehidupan. Ini juga menyangkut generasi yang akan datang.
Coba kalau pangan kita ini kualitasnya rendah, masalah stunting, masalah stunting itu fatal. Orang yang sudah kena stunting tidak bisa diobati, tidak bisa dikembalikan lagi. Nah itu menyangkut generasi bangsa ke depan. Kalau kena stunting, bagaimana kalau orang yang kena stunting itu kan tidak akan bisa memimpin negara.
Nah itu, sekarang saya berpikir ini saya dapat amanah yang luar biasa ini, saya bilang gitu kan. Ini luar biasa. Ini paling tidak bagi saya, cara saya berpikir, wah ini kalau saya berhasil di sini bukan duniawi, gitu ya. Saya berpikir begitu. Makanya kalau saya bilang Pati loh, kenapa? Saya punya darah Pati (Jawa Tengah), anak Pati yang bisa jadi pati, perwira tinggi.
Advertisement