Menpan RB Paparkan Opsi Penyelesaian Tenaga Honorer Sebelum Dihapus November 2023

Para tenaga non-ASN maupun honorer memiliki peran yang cukup bagi masyarakat. Menpan RB pun berulang kali menyampaikan sedang mencari jalan terbaik yang dapat diterima semua pihak.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 02 Mar 2023, 20:30 WIB
Sejumlah Guru honorer Kategori 2 ( HK2 ) berkumpul di depan gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (23/7). Saat ini pemerintah sedang memfinalisasi sejumlah opsi untuk penataan tenaga non-ASN, atau yang sering disebut sebagai honorer, sebelum dihapus pada November 2023. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas menyampaikan, saat ini pemerintah sedang memfinalisasi sejumlah opsi untuk penataan tenaga non-ASN, atau yang sering disebut sebagai honorer, sebelum dihapus pada November 2023.

Anas mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan untuk mencari jalan tengah.

"Jadi sekarang sedang dimatangkan. Ada opsi-opsi. Yang jelas pemerintah berusaha agar tidak ada pemberhentian, tapi di sisi lain juga tidak menimbulkan tambahan beban fiskal yang signifikan dan tetap sesuai regulasi," ujar Anas usai sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (2/3/2023).

Mantan Bupati Banyuwangi ini menambahkan, opsi-opsi solusi itu telah dan sedang terus dibahas bersama DPR, DPD, Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia), Apeksi (Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia), APPSI (Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia), BKN, dan beberapa perwakilan tenaga non-ASN.

"Seperti pekan lalu saya ketemu para gubernur dalam APPSI, kita bahas soal tenaga non-ASN. Semoga bisa segera sepakat solusinya dalam waktu yang tak lama lagi," kata Anas.

Honorer Punya Peran Penting

Menurut dia, para tenaga non-ASN maupun honorer memiliki peran yang cukup bagi masyarakat. Sehingga ia berulang kali menyampaikan sedang mencari jalan terbaik yang dapat diterima semua pihak.

"Secara faktual, memang tenaga non-ASN berperan dalam pelayanan publik, sangat membantu dalam penyelenggaraan pelayanan publik seperti soal pendidikan, kesehatan, maupun pelayanan publik lainnya," jelasnya.

Ia lantas membeberkan ada beberapa opsi penyelesaian tenaga non-ASN. "Kita memang ada beberapa opsi, mulai soal pengangkatan sesuai skala prioritas, lalu ada opsi pengangkatan seluruhnya tapi ini nanti beban fiskal bisa melonjak signifikan, dan beberapa opsi lagi," turut mantan kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) tersebut.

Distribusi ASN

Selain soal penataan tenaga honorer, Anas juga menggarisbawahi soal pentingnya distribusi ASN secara merata ke seluruh Indonesia, baik itu PNS maupun PPPK.

"Jadi problem kita ini bukan hanya soal formasi ideal, jumlah ASN yang didayagunakan, tetapi juga distribusinya. Karena memang saat ini sebarannya belum merata, masih terpusat di Jawa, padahal seluruh Indonesia berhak mendapat pelayanan publik prima sebagaimana arahan Presiden," pungkasnya.


Upaya Rieke Diah Pitaloka Perjuangkan Nasib Pegawai Honorer Bisa Jadi PPPK

Sejumlah Guru honorer Kategori 2 beristigosah saat menggelar aksi di depan gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (23/7). Aksi ini digelar di tengah pejabat sedang melakukan rapat gabungan lanjutan bersama lintas kementerian. (Liputan6.com/JohanTallo)

Politisi PDI Perjuangan (PDIP) Rieke Diah Pitaloka terus berupaya memperjuangkan nasib para honorer agar dapat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Ia menyerukan agar pemerintah mempertimbangkan masa pengabdian honorer, dalam proses rekrutmen PPPK.

"Kami mendesak rekrutmen PPPK yang berkeadilan dengan memperhitungkan masa kerja. Ini bukan tuntutan yang berlebihan," ujar Rieke di akun sosial media Instagram miliknya @riekediahp, melalui keterangan tertulis, Kamis (26/1/2023).

Sebab menurut Rieke, jika hanya mengacu pada Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), batas usia bagi pendaftar dalam sistem penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) hanya maksimal 35 tahun.

Sementara, kata dia, jumlah honorer berusia di atas 35 tahun sangatlah banyak dan masa kerja mereka pun telah bertahun-tahun.

"Guru, juga tenaga kesehatan di seluruh Indonesia, semua, infrastruktur, penyuluh. Mereka pelayan publik yang luar biasa. Mereka berjuang dengan usia di atas 35 tahun, dengan menghitung masa pengabdian. Jadi bukan sesuatu yang tidak mungkin. Sesuatu yang mungkin. Kita cari solusi, tanpa merevisi UU ASN pun saya kira bisa," ucap anggota DPR RI ini.

Bukan hanya itu, dia juga meminta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk memberikan jaminan hari tua dan pensiun untuk pegawai non-ASN atau PPPK.


Sudah Hubungi Menteri Terkait

Terkait dua permasalahan tersebut, yang salah satunya UU ASN, Rieke mengaku sudah menyampaikan surat resmi ke para menteri terkait.

"Saya dengar baru tiga dulu yang didapat, kesehatan, jaminan kecelakaan kerja dan kematian. Tapi saya merekomendasikan dalam surat resmi saya kepada para menteri, jangan ditutup ruang untuk mendapatkan jaminan hari tua dan hari pensiun untuk para pelayan publik non PNS. Toh juga skemanya juga dipotong upah. Bapak ibu kan juga sering ke luar negeri, mana ada guru di luar negeri yang ga punya pensiun di luar negeri," papar Rieke.

Rieke mengaku yakin bahwa Presiden Joko Widodo dan jajaran kementerian/lembaga tidak hanya bekerja dengan rasionalitas, melainkan juga dengan hati.

"Ini nasib jutaan orang. Negara bisa runtuh kalau tanpa pelayan publik yang begitu banyak," kata dia.

INFOGRAFIS JOURNAL_Fakta Rencana Penghapusan Tenaga Honorer (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya