Liputan6.com, Jakarta Mario Dandy Satrio (20) terancam hukuman penjara 12 tahun usai polisi menjerat dengan pasal 355 KUHP ayat 1 subsider pasal 354 ayat 1 KUHP subsider 353 ayat 2 KUHP subsider 351 ayat 2 KUHP juncto pasal 76c Jo 80 Undang-Undang Perlindungan Anak.
Penerapan pasal baru terhadap tersangka kasus penganiayaan David Ozora tersebut dilakukan usai ditarik oleh Polda Metro Jaya usai sebelumnya ditangani oleh Polres Jakarta Selatan. Selama penyelidikan di Polda, pihaknya mendapatkan fakta baru terkait kasus itu.
Advertisement
Sebelumnya, pada saat di Polres Jakarta Selatan, Mario ditetapkan menjadi tersangka dan dikenakan pasal 76c Juncto Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal lima tahun subsider dan Pasal 351 KUHP ayat 2 tentang penganiayaan berat dengan ancaman pidana maksimal lima tahun.
Tim kuasa hukum David, Syahwan Arey menyebut, penerapan pasal mengenai rencana penganiayaan oleh polisi dirasanya sudah sangat tepat. Dimana fakta hukumnya Mario memang telah melakukan perencanaan.
"Langkah yang dilakukan oleh POLDA Metro Jaya terkait penerapan Pasal 355 tersebut sudah tepat sesuai fakta hukum yang ada," katanya saat dihubungi, Jumat (3/3/2023).
Dalam fakta terbarunya, penyidik polisi telah menemukan bahwa tersangka Mario Dandy memang sudah merencanakan penganiayaan yang membuat David tak sadarkan diri alias koma. Bahkan dalam rekaman CCTV, bukti chat WhatsApp, dan video dari hp pelaku semuanya sudah terbukti jelas.
"Kami yakin penyidik sudah menganalisa dan mengkaji secara maksimal sehingga tepat Pasal tersebut digunakan," imbuh Syahwan.
Saat Merencanakan Penganiayaan
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi menyebut bahwa para tersangka dan pelaku penganiyaan David sempat merekayasa kasus keji itu. Namun belakangan kejadian membuka tabirnya.
"Pada awalnya para tersangka dan pelaku ini tidak memberikan keterangan yang sebenarnya setelah kami sesuaikan di CCTV," beber Hengki.
Dari rekaman CCTV akhirnya terungkap sandiwara Mario. "CCTV di seputaran TKP sehingga kami bisa melihat peranan dari masing-masing orang yang ada di TKP," jelas dia.
Lebih lanjut, setelah melibatkan ahli digital forensik dan memeriksa percakapan pada pesan WhatsApp, rekaman video, dan CCTV, tergambar jelas adanya perencanaan sejak awal.
"Pada saat mulai menelepon SL (Shane), kemudian bertemu SL (Shane) kemudian pada saat di mobil bertiga, ada mens rea atau niat di sana," ucapnya.
Selain terencana, Hengki menuturkan, unsur actus reus atau wujud perbuatan melawan hukum pun dipastikan telah terpenuhi. Hengki menjelaskan saat terjadi penganiayaan, ada tiga kali tendangan ke arah kepala, dua kali menginjak tengkuk dan satu kali pukulan ke arah kepala.
Hengki menyebut, beberapa kata-kata umpatan juga terdengar dari video yang beredar tersebut. Bukti-bukti tersebut cukup untuk menunjukkan niat Mario Dandy melakukan penganiayaan.
"Ada free kick, baru ditendang ke kepala, seperti tendangan bebas. Ada kata-kata 'gua gak takut kalau anak orang mati'. Bagi penyidik di sini dan sudah kami koordinasikan kami konsultasikan dengan ahli, ini bisa merupakan mens rea, niat jahat dan actus reus atau wujud perbuatan," ujar dia.
Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka
Advertisement