Bawaslu: Penundaan Pemilu Tidak Bisa Hanya dengan Putusan Pengadilan Negeri, Butuh Perubahan UUD 45

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Puadi menyatakan, penundaan Pemilu 2024 tidak mungkin dilakukan hanya berdasarkan pada amar putusan pengadilan negeri (PN) Jakarta Pusat.

oleh Yusron Fahmi diperbarui 03 Mar 2023, 15:04 WIB
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran (PP) Data dan Informasi (Datin) Bawaslu RI Puadi. (Liputan6.com/Winda Nelfira)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Puadi menyatakan, penundaan Pemilu 2024 tidak mungkin dilakukan hanya berdasarkan pada amar putusan pengadilan negeri (PN) Jakarta Pusat. 

"Putusan PN Jakpus patut dihargai, namun tetap dengan catatan. Penundaan pemilu tidak mungkin dilakukan hanya dengan adanya amar putusan PN," kata Puadi, di Jakarta, Jumat (3/3/2023), dikutip dari Antara. 

Puadi menyatakan, penundaan pemilu hanya dapat dilakukan jika ada perubahan terhadap UUD Tahun 1945. Putusan perdata tidak memiliki sifat erga omnes, yakni berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia. 

"Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945 juga telah menggariskan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden dilakukan setiap lima tahun sekali. Hal demikian juga diatur dalam Pasal 167 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," katanya. 

Ia lalu mengatakan pemilu di Indonesia tidak mengenal adanya penundaan pemilu, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilu. 

"Yang ada dalam UU pemilu, hanya pemilu susulan dan pemilu lanjutan," ujarnya.

Puadi menyampaikan pula terkait dengan putusan PN Jakarta Pusat mengenai gugatan Partai Prima, Bawaslu secara kelembagaan sedang melakukan kajian terkait implikasinya terhadap Bawaslu. 

 


Putusan PN Jakarta Pusat

Petugas menunjukkan surat suara saat simulasi Pemilu 2024 di Kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (22/3/2022). Simulasi digelar untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait proses pemungutan dan penghitungan suara pemilu serentak yang akan dilaksanakan tahun 2024. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya pada Kamis (2/3), Majelis Hakim PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama kurang lebih 2 tahun 4 bulan 7 hari. 

“Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” ucap majelis hakim yang diketuai oleh Oyong, dikutip dari putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim memerintahkan KPU untuk tidak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024 guna memulihkan dan menciptakan keadaan yang adil serta melindungi agar sedini mungkin tidak terjadi lagi kejadian-kejadian lain akibat kesalahan, ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan, dan ketidakadilan yang dilakukan KPU sebagai pihak tergugat. 

Selain itu, majelis hakim juga menyatakan fakta-fakta hukum telah membuktikan terjadi kondisi error pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang disebabkan oleh faktor kualitas alat yang digunakan atau faktor di luar prasarana. Hal tersebut terjadi saat Partai Prima mengalami kesulitan dalam menyampaikan perbaikan data peserta partai politik ke dalam Sipol yang mengalami error pada sistem.

Tanpa adanya toleransi atas apa yang terjadi tersebut, KPU menetapkan status Partai Prima tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai parpol peserta Pemilu 2024.

Infografis Nomor Urut 18 Parpol Peserta Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya