Liputan6.com, Jakarta - Frank Hoogerbeets, seorang pria Belanda yang mengaku sebagai peneliti aktivitas seismik atau seismolog viral setelah meramalkan gempa dahsyat Turki. Belakangan, ia kembali memprediksi bahwa gempa besar lainnya akan datang pada awal Maret ini, salah satunya melanda Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Hoogerbeets melalui video dari akun Solar System Geometry Survey (SSGEOS) tertanggal 27 Februari 2023.
Advertisement
"Minggu pertama bulan Maret akan menjadi sangat kritis," katanya di awal pembuka video berjudul Planetary & Seismic Update 27 February 2023; major earthquake warning! yang Liputan6.com kutip Sabtu (4/3/2023).
Dalam pemaparan di video tersebut, Hoogerbeets mengulas atmospheric fluctuations (fluktuasi tekanan yang berlangsung di atmosfer). "Mereka bisa memberi kita gambaran di mana aktivitas seismik yang lebih besar dapat terjadi. Ini bisa menjadi indikator penting. Kami mengalami beberapa fluktuasi pada tanggal 25 Februari."
Hoogerbeets menyebut, yang pertama terjadi di pantai barat Amerika Utara dan Palung Kermadec. "Tapi fluktuasi itu agak kabur dan tidak terlalu meyakinkan."
Ia lalu mengatakan fluktuasi yang jauh lebih jelas ditandai di Pasifik Barat. "Dari Kamchatka, Kepulauan Kuril dan Jepang di utara, ke Filipina dan juga Sulawesi, Halmahera bahkan mungkin Laut Banda, Indonesia."
"Sekali lagi, mungkin ada peristiwa seismik berkekuatan antara magnitudo 7 atau mungkin lebih dari 8," tegasnya.
Prediksi tersebut kemudian menjadi sorotan, terlebih sebelumnya pada 3 Februari, Hoogerbeets meramal gempa besar mengguncang Turki dan Suriah, di mana ia mentwit, "Cepat atau lambat akan ada gempa berkekuatan 7,5 SR di wilayah ini (Turki Selatan-Tengah, Yordania, Suriah, Lebanon).”
Yang menggegerkan adalah tiga hari setelah unggahannya tersebut, ramalan gempa Hoogerbeets benar-benar terjadi di Turki dan Suriah. Gempa besar yang membawa banyak kerugian baik nyawa maupun materi.
Lantas, siapa sebenarnya Frank Hoogerbeets yang kini meramalkan gempa besar di Indonesia?
Berikut ini tiga fakta terkait sosoknya yang Liputan6.com rangkum dari sejumlah sumber, Sabtu (4/3/2023):
1. Peneliti SSGS, Tak Memiliki Latar Belakang Akademis
Dari penelusuran Liputan6.com, kami tidak menemukan informasi yang merujuk pada fakta Frank Hoogerbeets memiliki gelar akademis tertentu. Namun situs jaringan hiburan OSN, menyebutnya sebagai peneliti asal Belanda yang bekerja di Solar System Geometry Survey (SSGS) -- lembaga penelitian yang bekerja memantau geometri antara benda langit dan Bumi kemudian menghubungkannya dengan aktivitas seismik.
2. Prediksi Soal Gempa Tidak Ilmiah
Menurut Frank Hoogerbeets, "gempa dipengaruhi oleh keselarasan planet." Dia bahkan menjelaskan teori ini dalam unggahan Twitternya sambil menjelaskan prediksinya tentang gempa di Turki dan Suriah.
Klaim prediksi gempa Hoogerbeets menurut situs cek fakta Snopes salah dan tidak memiliki dasar fakta ilmiah. Snopes menyanggah klaim Hoogerbeets pada tahun 2017 dan prediksinya yang lain sebelumnya.
Klaim Hoogerberts bahwa gempa diprediksi dari "geometri planet kritis" bertentangan dengan kriteria utama USGS, yang menyatakan bahwa "gempa tidak ada hubungannya dengan awan, sakit dan nyeri tubuh, atau siput" dan hanya mengandalkan "bukti ilmiah".
Prediksi berbasis keselarasan planet yang dikemukakan Hoogerberts juga dibantah oleh ahli. Pada tahun 2017, situs Snopes berbicara dengan Andrew Michael, seorang ahli geofisika dari United States Geological Survey (USGS), yang mengatakan dalam sebuah pernyataan kepada Snopes bahwa prediksi demikian "mudah disangkal".
USGS atau Survei Geologi Amerika Serikat (AS) dengan tegas menyatakan bahwa gempa belum pernah diprediksi sebelumnya. Situs web mereka mengatakan, "Baik USGS maupun ilmuwan lain tidak pernah meramalkan gempa besar. Kami tidak tahu bagaimana dan kami tidak berharap untuk mengetahui kapan saja di masa mendatang. Ilmuwan USGS hanya dapat menghitung probabilitas yang signifikan gempa akan terjadi (ditunjukkan menggunakan pemetaan) di area tertentu dalam beberapa tahun tertentu."
Prediksi Hoogerbeets yang didasari teorinya tersebut juga dipertanyakan bahkan disebut amatir oleh Danila Chebrov, dari Survei Geofisika Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia. Chebrov menyebutkan bahwa prediksi yang dibuat dengan menghubung-hubungkan pergerakan tata surya dan aktivitas seismik itu cukup "lemah".
Advertisement
3. Sering Meramalkan Gempa
Selama bertahun-tahun, Hoogerbeets sudah sering membuat prediksi soal gempa. Meski demikian, tidak ada ramalannya yang terbukti hingga prediksinya mengenai gempa Turki dan Suriah terjadi.
Susan Hough dari USGS mengatakan kepada NPR bahwa ketepatan ramalan gempa Turki dan Suriah yang disampaikan Hoogerbeets hanyalah sebuah kebetulan.
Gempa dahsyat tersebut telah menyebabkan kematian lebih dari 50.000 orang.
Menurut situs cek fakta Snopes, para ilmuwan mengatakan adalah mungkin untuk menggunakan data untuk memperkirakan kemungkinan gempa di daerah yang berpotensi terjadi, tetapi sejauh ini belum ada yang bisa membuat prediksi gempa yang kredibel.