Tak Boleh Dikemas, Kemendag Ciduk 9.648 Botol Minyak Goreng Curah di Lampung

Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama dengan Satuan Tugas (Satgas) Pangan Daerah telah mengamankan sebanyak 9.648 botol minyak curah yang dikemas di Lampung.

oleh Arief Rahman H diperbarui 03 Mar 2023, 19:15 WIB
Pedagang mengemas minyak goreng curah di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (31/5/2022). Pencabutan menyusul dikeluarkannya Permendag Nomor 30 Tahun 2022 yang mengatur ketentuan ekspor CPO dan turunan lainnya dan Permendag Nomor 33 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Minyak Goreng Curah Sistem DMO-DPO. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama dengan Satuan Tugas (Satgas) Pangan Daerah telah mengamankan sebanyak 9.648 botol minyak curah yang dikemas di Lampung.

"Dalam rangka mengoptimalkan program minyak goreng rakyat, pemerintah telah melakukan kebijakan tata kelola dimana ada dua jenis minyak yang dikelola, yaitu Minyakita dan minyak curah," kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag Moga Simatupang, dikutip dari Antara, Jumat (3/3/2023)..

Ia mengatakan dengan adanya ketentuan tersebut ternyata di sejumlah daerah salah satunya Lampung, masih ditemukan minyak goreng curah yang dikemas dalam botol.

"Pada 24-28 Februari, Tim Satgas Pangan Daerah dan Kementerian Perdagangan melakukan pemantauan dan ditemukan di lapangan atas laporan masyarakat, minyak goreng curah yang dikemas dalam botol sebanyak 9.648 botol atau setara 24,8 ton," katanya pula.

Dia menjelaskan ditemukannya minyak goreng curah yang dikemas dalam botol itu, berada di distributor tingkat dua atau pengecer di enam lokasi, yakni di Kota Bandarlampung dengan 3 titik, Kabupaten Pesawaran 1 titik, dan Kabupaten Lampung Selatan 2 titik.

"Jadi sebenarnya minyak goreng curah ini dari produsen sampai pasar tidak boleh dikemas, semua sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Pemendag) Nomor 49 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Program Minyak Goreng Rakyat harus dijual secara curah. Yang ditemukan ini sudah melanggar beberapa aturan yang pertama minyak curah ini dikemas, lalu tidak menyertakan merek," ujarnya lagi.

 


Izin Edar

Pedagang memasukan minyak goreng curah ke plastik di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (31/5/2022). Kementerian Perindustrian mencabut subsidi minyak goreng curah kepada pelaku usaha mulai Selasa (31/5/2022). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Selanjutnya tidak ada izin edar, tidak berstandar nasional Indonesia (SNI), dan ukurannya hanya dijual sebanyak 0,8-0,9 mililiter.

"Sesuai Permendag telah diatur ukuran penjualan minyak ini sebesar 1 liter, 2 liter, sampai 5 liter, lalu harus memiliki merek dan minyak curah harus diperlakukan sesuai peruntukannya, yaitu dengan didistribusikan secara curah untuk mencegah makin panjangnya mata rantai yang berdampak atas ketidakstabilan harga," katanya pula.

Ia menegaskan, nantinya minyak curah yang dikemas dalam botol tersebut akan dikembalikan kepada perusahaan untuk dijual secara curah langsung kepada konsumen dengan pengawasan ketat Satgas Pangan Daerah.

"Ini nanti akan dikembalikan menjadi bentuk curah dan akan disalurkan dengan pengawasan ketat kepada konsumen. Lalu yang sudah telanjur ada di pasaran akan ditarik," ujar dia lagi.


Kebijakan Minyak Goreng Berubah-ubah, Ekonom: Tak Mungkin Ada Kartel

Pedagang tengah menata minyak curah yang dijual di pasar di Kota Tangerang, Banten, Kamis (25/11/2021). Pemerintah melarang peredaran minyak goreng curah ke pasar per tanggal 1 Januari 2022. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ahli ekonomi Ine Minara Ruky menyoroti soal kebijakan minyak goreng yang berubah-ubah. Dia menilai tidak mungkin ada kesepakatan kartel di antara produsen ketika terjadi kenaikan harga yang diikuti dengan kelangkaan minyak goreng pada tahun lalu.

Hal ini disebabkan kartel minyak goreng tidak mungkin efektif dilakukan di saat pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berubah-ubah dalam waktu singkat untuk mengatasi masalah minyak goreng.

“Berdasarkan konsepnya, kartel biasanya dilakukan di tengah kondisi pasar yang stabil. Sementara saat itu pemerintah mengeluarkan banyak kebijakan yang berubah-ubah dalam waktu yang singkat," kata Ine saat memberi keterangan dalam sidang perkaraa dugaan kartel minyak goreng yang digelar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) secara daring, Minggu (26/2/2023).

"Melakukan kesepakatan kartel pada saat itu justru tidak rasional. Setiap kebijakan pasti akan mengubah perilaku pelaku usaha dan perhitungan cost yang harus dikeluarkan untuk melakukan kartel,” lanjut dia.

Menurutnya, kebijakan pemerintah yang terjadi saat itu harus dianalisis karena perilaku pelaku usaha tidak steril dari lingkungan kebijakan pemerintah. Di samping itu, motivasi pelaku usaha melakukan kartel adalah mendapatkan keuntungan jangka panjang.

Apabila kartel dilakukan dalam jangka pendek, maka probabilitas efektivitasnya menjadi kecil. Begitu juga, keuntungannya akan lebih kecil dan biaya yang harus dikeluarkan menjadi tidak rasional.

Misalnya, kalau ada kartel harga dalam dua atau tiga bulan, kemudian di tengah-tengah berhenti, karena ada structural break berupa kebijakan harga dari pemerintah. Namun, beberapa bulan kemudian kebijakan dicabut dan terjadi lagi kartel.

"Menurut saya itu tidak masuk akal. Pelaku usaha pasti rasional. Apabila ingin melakukan kartel biasanya jangka panjang, tidak sepotong-sepotong begitu,” katanya.


Masalah Kartel

Pedagang menunjukkan plastik berisi minyak goreng curah di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (31/5/2022). Kementerian Perindustrian mencabut subsidi minyak goreng curah kepada pelaku usaha mulai Selasa (31/5/2022). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Ine menegaskan, sesungguhnya keberhasilan kartel juga sangat bergantung berapa banyak pihak yang terlibat. Kartel semakin tidak efektif dengan semakin banyaknya peserta yang ikut dalam kesepakatan.

Dalam perkara ini, KPPU menduga sebanyak 27 perusahaan minyak goreng kemasan (Terlapor) melakukan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli).

Para Terlapor dituduh membuat kesepakatan penetapan harga minyak goreng kemasan pada periode Oktober - Desember 2021 dan periode Maret – Mei 2022, serta membatasi peredaran atau penjualan minyak goreng kemasan pada periode Januari – Mei 2022.

Ine mengingatkan KPPU agar berhati-hati dalam menyimpulkan adanya kartel terkait kenaikan harga minyak goreng pada periode tersebut. Keseragaman harga (price parallelism) yang terjadi tidak serta merta membuktikan adanya kartel.

“Hati-hati dalam mengartikulasikan price parallelism, karena bisa saja dibentuk oleh interdependensi (saling ketergantungan) pelaku usaha di pasar oligopoli. Interdependensi pasar oligopoli sangat tinggi. Setiap keputusan yang diambil perusahan, berdampak pada perusahaan yang lain. Keuntungan dan kerugian juga ditentukan strategi input-output perusahaan lain. Jadi, saling mengikuti, saling menyesuaikan harga itu wajar, selama tidak dilakukan melalui kesepakatan,” tegas Ine.

Infografis Cara Beli Minyak Goreng Curah Pakai Aplikasi PeduliLindungi. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya