Menko Luhut Beri Sinyal Restui Impor KRL Bekas dari Jepang

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan buka suara mengenai rencana impor KRL dari Jepang.

oleh Arief Rahman H diperbarui 03 Mar 2023, 19:40 WIB
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan buka suara mengenai rencana impor KRL dari Jepang.. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan buka suara mengenai rencana impor KRL dari Jepang. Dia memberikan sinyal kalau impor KRL itu bisa dilakukan.

Diketahui, Kereta Commuter Indonesia (KCI) perlu melakukan penambahan rangkaian KRL guna memenuhi kebutuhan operasional. Langkah ini untuk menggantikan sejumlah rangkaian yang bakal pensiun dalam waktu dekat.

Menko Luhut memberikan senyal setujunya atas impor tersebut. Meski, dia tetap mendorong adanya pemanfaatan produk lokal. Untuk memastikan kualitasnya sesuai, Luhut akan mengirim Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebelum proses impor dilakukan.

"Tapi kalau nanti kalau ini masalah waktu ndak bisa (ditunggu produk lokal) kita mau kirim apa BPKP untuk melakukan audit dulu barang itu," ungkapnya saat ditemui di kantornya, Jumat (3/3/2023).

Tujuan Libatkan BPKP

Tujuan audit dari BPKP itu untuk memastikan kualitas rangakaian yang diimpor. Selain itu, memastikan juga tata kelola transaksinya.

"Jadi barang itu dibeli tidak melalui tangan ketiga dan kemudian nanti harganya supaya harga yang benar jangan sampai ada penyimoangan-penyimpangan harga," kata dia.

Lebih lanjut, Menko Luhut menegaskan kalau prosesnya tetap bakal dikejar dalam waktu dekat. Mengingat kebutuhan dari KCI untuk meremajakan KRL yang dioperasikannya.

"Ya memang harus kita lakukan dalam waktu dekat, karena itu penting, 10 gerbong itu ya," pungkasnya.


Impor KRL Bekas Jepang Belum Dapat Izin, DPR: Masyarakat yang Dirugikan

Rangkaian kereta listrik Commuter Line atau KRL saat melintas di Stasiun Jatinegara, Jakarta, Senin (2/1/2023). Pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berencana untuk menerapkan subsidi silang dalam tarif KRL Jabodetabek. Wacana ini dituturkan oleh Menhub Budi Karya Sumadi yang mengatakan tarif KRL akan disesuaikan supaya subsidi lebih tepat sasaran. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

PT KAI Commuter Indonesia (PT KCI) menunggu kepastian dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian, soal izin impor 10 rangkaian kereta pengganti untuk 10 trainset KRL Jabodetabek yang bakal pensiun di 2023.

Anggota Komisi V DPR Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama ikut berkomentar soal izin impor KRL  ini. Dia menyatakan hambatan dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang menolak usulan KCI untuk mengimpor rangkaian kereta bekas dari Jepang dan meminta perseroan membeli produk dalam negeri dari PT Industri Kereta api (Inka) berpotensi menggerus kapasitas angkut KRL Jabodetabek yang saat ini mencapai 1,2 juta penumpang per hari.

Enam+24:38VIDEO: The Power of Consumers in 2023 "Jika jumlah rangkaian berkurang pasti mempengaruhi pelayanan. Sekarang saja penumpang sudah berdesakan," ujar Suryadi dalam keteranganya, Rabu (1/3/2023).

Saat ini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sendiri telah meningkatkan target jumlah penumpang KRL Jabodetabek menjadi 2 juta orang per hari. Namun demikian, keinginan ini belum ditunjang oleh jumlah armada yang mencukupi, apalagi usia KRL yang ada saat ini masih banyak yang mencapai usia di atas 50 tahun.

Butuh Peremajaan KRL

Untuk itu, selain dibutuhkan penambahan jumlah armada KRL, dibutuhkan juga peremajaan sejumlah rangkaian KRL. Selain mengimpor rangkaian KRL eks Jepang sebanyak 29 unit pada tahun 2023-2024, KCI telah berkomitmen membeli 16 rangkaian KRL baru buatan INKA senilai Rp 4 triliun. Kontrak pengadaan kereta buatan domestik itu baru akan diteken pada bulan Maret 2023 tapi selesai produksinya nanti pada tahun 2025-2026.

"Upaya KCI untuk melakukan penambahan dan peremajaan ini menemui kendala yaitu berupa dana, waktu dan masalah perizinan. Dari sisi pendanaan, pengadaan 16 KRL baru dari INKA mencapai Rp 4 triliun, sementara untuk impor 10 KRL eks Jepang hanya membutuhkan biaya Rp 150 miliar," terang dia.

Akibat dari penolakan Kemenperin ini, pengadaan rangkaian KRL menjadi terkendala dan diperkirakan sejumlah stasiun KRL Jabodetabek, seperti Stasiun Manggarai, makin terbebani bila rangkaian kereta berkurang. Hal ini disebabkan masa tunggu antar kereta yang berpotensi menjadi semakin lama, sehingga efeknya stasiun dan kereta akan menjadi semakin padat dan semrawut yang dampaknya dapat mengakibatkan penumpukan lebih dari 200 ribu penumpang per hari.

"Ujung-ujungnya, masyarakat yang mengalami kerugian dari kurang sigapnya Pemerintah dalam menanggulangi permasalahan ini. Bahkan, Pemerintah sendiri juga yang akan mengalami kerugian karena KRL berperan penting bagi pertumbuhan ekonomi untuk mobilisasi aglomerasi," tutur dia.

 


Tak Lempar Tanggung Jawab

Calon penumpang saat menaiki KRL Commuter Line di Stasiun Jatinegara, Jakarta, Senin (2/1/2023). Pemerintah pusat mengalokasikan subsidi pada kebijakan tarif yang sudah berlaku sekitar lima tahun terakhir sehingga pengguna KRL di Jabodetabek hanya perlu membayar Rp3.000 untuk 25 km pertama, dan Rp1.000 untuk setiap 10 km berikutnya. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Suryadi pun kepada Pemerintah agar antara KCI dan Kemenperin tidak saling  lempar tanggung jawab. Seharusnya, tidak ada ego sektoral, bahkan semua sektor dalam Pemerintah bergerak secara sinergis sebab KRL merupakan moda transportasi terbaik untuk menampung jumlah penumpang yang besar.

"KRL seharusnya menjadi prioritas untuk terus dikembangkan dengan strategi peningkatan produksi dalam negeri dan substitusi impor di bidang perkeretaapian," kata Suryadi.

Dia menilai, seharusnya KCI jauh-jauh hari bergerak melengkapi kebutuhan armada ini, sehingga apabila pemesanan dilakukan secara masif dan terjadwal kemungkinan dapat menurunkan ongkos produksi dan dapat digunakan tepat waktu.

"Yang saat ini terjadi, permohonan dispensasi baru dilakukan pada bulan September 2022 untuk menggantikan unit KRL yang dipensiunkan pada tahun 2023, sedangkan kontrak dengan INKA juga baru akan diteken pada bulan Maret 2023," tambahnya.

Sedangkan jika pemesanan dilakukan secara dadakan dan parsial atau sedikit-sedikit, tentunya berpotensi meningkatkan biaya produksi dan tidak dapat tepat waktu digunakan pada saat dibutuhkan.

"Akibatnya terjadilah  hal seperti sekarang ini, di mana KRL impor dilarang sedangkan KRL buatan dalam negeri mahal dan lama," tutupnya. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya