Liputan6.com, Jakarta Rahasia umum jika hampir semua aspek kehidupan masyarakat saat ini lekat dengan pajak. Di pasar modal, ada juga pajak yang diberlakukan pada beberapa jenis instrumen dengan besaran yang bervariasi. Instrumen investasi di modal dikenakan pajak penghasilan (PPh) setelah investor menerima hasil dari investasi mereka.
Untuk instrumen saham, ada dua jenis pajak yang dikenakan. Yakni pajak dari dividen dan pajak dari penjualan saham. Untuk pajak dividen, dikenakan tarif sebesar 10 persen dari nilai dividen. Informasi saja,merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan.
Advertisement
Sebagai contoh, investor NN memiliki 50 persen saham ABCD. Pada suatu periode, perusahaan ABCD menyetujui pembagian dividen senilai Rp 100 juta. Berdasarkan porsi kepemilikan, investor NN akan memperoleh bagian dividen sebesar Rp 50 juta. Lalu PPh yang harus dibayar investor NN yakni Rp 50 juta x 10 persen, hasilnya adalah Rp 5 juta. Artinya, dividen final yang diterima investor NN sebesar Rp 45 juta.
Selain dividen, penjualan saham juga dikenakan pajak sebesar 0,1 persen dari nilai penjualan saham. Misalnya, NN membeli saham ABCD senilai Rp 100 juta. Seiring waktu, saham ABD mengalami kenaikan, dan NN menjual seluruhnya senilai Rp 150 juta. Maka pajak yang dikenakan yakni Rp 150 juta x 0,1 persen, hasilnya Rp 150 ribu. Artinya, NN akan menerima hasil bersih dari penjualan sahamnya senilai Rp 149,85 juta.
Sama seperti saham, melansir laman instagram bridanareksa, Sabtu (4/3/2023), investasi obligasi juga dikenakan pajak sebesar 10 persen dari keuntungan yang didapat.
Contohnya, investor membeli obligasi senilai Rp 100 juta dengan kupon 10 persen, Maka investor tersebut akan mendapat keuntungan sebesar Rp 10 juta. Keuntungan tersebut akan dikenakan PPh dengan perhitungan Rp 10 juta x 10 persen, hasilnya Rp 1 juta. Maka keuntungan bersih yang akan diterima investor itu sebesar Rp 9 juta.
Lebih tinggi dari saham dan obligasi, tarif pajak yang dikenakan pada instrumen deposito yakni 20 persen dari jumlah penghasilan bersih. Sebagai contoh, investor atau nasabah memiliki deposito senilai Rp 100 juta dengan bunga 5 persen. Maka investor tersebut akan mendapatkan keuntungan Rp 5 juta. Keuntungan tersebut lantas dikenakan PPh dengan perhitungan Rp 5 juta x 20 persen, hasilnya Rp 1 juta. Aerinya, keuntungan bersih yang akan dikantongi investor tersebut sebesar Rp 4 juta.
Berbeda dari yang lain, instrumen yang satu ini tidak dikenakan beban pajak. Instrumen yang dimaksud adalah reksa dana. Sehingga berapapun keuntungan yang diterima investor terhitung sebagai keuntungan bersih.