Liputan6.com, Jakarta- Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, tak ingin PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) ke depan terlalu bergantung pada impor KRL bekas Jepang.
Pertama, ia khawatir penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang gencar dikampanyekan pemerintah berakhir sia-sia.
Advertisement
"Impor jangan kebablasan, kurang menghargai produk dalam negeri dan kemampuan bangsa sendiri. Sekarang masa transisi, mulailah berbenah. Impor barang bekas itu murah tapi juga harus diakhiri," tegas Djoko dalam keterangan tertulis, Minggu (5/3/2023).
Djoko tak memungkiri, impor KRL bekas Jepang meman murah. Namun, ongkos perawatannya mahal, plus banyak suku cadang yang asal Jepang sulit didapat.
"Murah di awal tapi perawatan mahal. Pegawai PT KCI pada mengeluh cari suku cadangnya sudah tidak diproduksi di Jepang, akhirnya kanibal (ambil suku cadang dari kereta lain)," tuturnya.
Metode Sandwich
Guna menambal kebutuhan KRL yang sudah habis masa pakainya, Djoko menyarankan untuk menggunakan metode sandwich. Dalam artian, tidak sepenuhnya mengandalkan impor, tapi sebagian bisa pesan kereta produksi PT INKA.
"Sebaiknya, jika kebutuhan PT KCI 10 trainset per tahun, maka diadakan KRL bekas 8 trainset, baru dari INKA 2 trainset. Perbandingan ini makin lama komposisi barunya bertambah, karena PT INKA pun juga tidak akan bisa memenuhi kebutuhan. Misalnya 10 trainset dalam setahunnya. Karena masa produksi memerlukan waktu yang cukup," paparnya.
"Keuntungannya, setiap tahun INKA dapat order produksi KRL baru, dan kebutuhan operasi KRL PT KCI terpenuhi. Dengan memproduksi rutin KRL setiap tahun, maka diharapkan kualitas produk PT INKA juga semakin baik," imbuh Djoko.
Soal Impor KRL Bekas dari Jepang, Menperin: Jangan Diulang Lagi
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita buka suara mengenai rencana impor KRL bekas Jepang. Menurutnya, hal itu masih bisa menjadi opsi yang bisa diambil.
Hanya saja, Menperin Agus menegaskan kalau hal ini jangan sampai terulang lagi. Mengingat ada upaya untuk meningkatkan penggunaan produk-produk dalam negeri.
"Importasi tetap ada dalam opsi, walaupun tidak prioritas (apalagi barang bekas)," ujar dia dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Sabtu (4/3/2023).
Kendati begitu, Agus menyarankan kalau kebijakan yang diambil bisa dengan menambah teknologi atau sistem baru pada sistem lama, dalam konteks ini KRL yang sudah ada. Ini biasa disebut dengan sistem retrofit.
Jika memang adanya impor, dia ingin ada gabungan kebijakan antara penambahan teknologi baru dengan KRL hasil impor.
"Kebijakan bisa berupa retrovit atau gabungan antara retrovit dan importasi," ungkapnya.
Advertisement
Minta Perencanaan Matang
Lebih lanjut, dia menegaskan kalau poin pentingnya ada pada sisi perencanaan yang matang kedepannya. Sehingga langkah impor barang bisa dikurangi untuk meningkatkan penyerapan produk dalam negeri.
"Catatan yang terpenting adalah perencanaan kebutuhan kereta api seharusnya lebih terstruktur dan sistematis, jangka menengah dan jangka panjang. Sehingga semua stakeholders siap," kata dia.
"Kedepan kasus seperti ini, apalagi import, tidak boleh terulang lagi," tegasnya.
Seimbang
Lebih lanjut, dia menekankan 3 aspek penting yang harus diperhatikan dalam ekosistem KRL ini. Hal ini menyangkut juga pada kebutuhan pelayanan kepada masyarakat.
Menperin Agus ingin adanya keseimbangan antara penggunaan produk industri dalam negeri, terbukanya lapangan kerja, serta pelayanan transportasi publik yang terjaga.
"Keseimbangan antara, satu, penggunaan IDN, dua, tetap tercipta penyerapan tenaga kerja (apabila kebijakan retrovit), dan, tiga, pelayanan transportasi publik terjaga," terangnya.
Advertisement
Restu Menko Luhut
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan akan mengirim Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) guna memastikan kualitas KRL yang bakal diimpor. Menyusul, adanya rencana impor KRL bekas dari Jepang oleh Kereta Commuter Indonesia (KCI).
Menko Luhut mengatakan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, mengenai kualitas dari rangkaian yang akan diimpor.
Kedua, mengenai tata kelola transaksi pembelian KRL bekas Jepang. Ketiga, memastikan kalau harga pembeliannya sesuai. Langkah ini jadi syarat yang disampaikan Luhut jika memang pemenuhan gerbong KCI didapat dari impor.
"Tapi kalau nanti kalau ini maslaah waktu ndak bisa (menunggi produk lokal), kita mau kirim apa BPKP untuk melakukan audit dulu barang itu," ungkapnya saat ditemui di kantornya, Jumat (3/3/2023).
"Jadi barang itu dibeli tidak melalui tangan ketiga dan kemudian nanti harganya supaya harga yang benar, jangan sampai ada penyimoangan-penyimpangan harga," tegasnya.
Lebih lanjut, Menko Luhut menegaskan kalau prosesnya tetap bakal dikejar dalam waktu dekat. Mengingat kebutuhan dari KCI untuk meremajakan KRL yang dioperasikannya.
"Ya memang harus kita lakukan dalam waktu dekat, karena itu penting, 10 gerbong itu ya," kata dia.