Gubernur BI Pede ASEAN Bisa Tekan Inflasi ke 3,3 Persen di 2023

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan alasan mengapa ASEAN 5 bisa begitu ambisius mengejar target inflasi.

oleh Arief Rahman H diperbarui 06 Mar 2023, 16:20 WIB
Pedagang beraktivitas di salah satu pasar tradisional di Jakarta, Rabu (26/10/2022). Bank Indonesia (BI) dalam Survei Pemantauan Harga (SPH) memperkirakan tingkat inflasi hingga minggu ketiga Oktober 2022 mencapai 0,05% secara bulanan (month-to-month/mtm). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo optimistis bisa menekan angka inflasi di SEAN kembali ke angka 3,3 persen di 2023. Perry yakin karena ASEAN sangat konsisten menjalankan kebijakannya.

Keyakinan Perry ini ada dasarnya, sejumlah alasan pun diungkapkannya. Sebut saja, mengenai beragam kebijakan strategis yang diambil. Sampai dengan proses perdagangan dan investasi yang terus dijaga.

"Tahun ini kita optimis inflasi ASEAN 5 bakal berada di 3,3 persen dan tahun depan 3,2 persen. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan bisa menyeimbangkan antara stabilitas makro ekonomi dan stabilitas finansial," ungkapnya dalam High Level Seminar: ASEAN MATTERS Epicentrum of Growth, Senin (6/3/2023).

Perry mengungkapkan alasan mengapa ASEAN 5 bisa begitu ambisius mengejar target itu. Salah satunya berkat konsistensi yang dibawa. Termasuk dalam menghadirkan berbagai kebijakan, baik makro ekonomi, maupun finansial.

"Kenapa bisa begitu? Karena ASEAN 5 sangat disiplin. Kita disiplin dengan kebijakan moneter dari bank sentral. Tidak hanya berbicara interest rate, stabulisasi nilai tukar, tapi juga kita mendukung pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan makroprudensial akomodasi dan digitalisasi metode pembayaran," sambungnya.

"Dimana itu semua mendukung adanya ekonomi yang inklusif. Dengan koordinasi yang sangat erat," tambah Perry.

 


Penguatan Nilai Tukar Rupiah

Pemerintah dan Bank Indonesia mencanagkan 7 program unggulan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di Makassar. (Dok BI)

Diberitakan sebelumnya, Bank Indonesia (BI) yakin bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tetap akan perkasa di 2023. Keyakinan ini setelah melihat realisasi di awal tahun sekaligus stabilitas sistem keuangan sekaligus kondisi ekonomi nasional.

Nilai tukar rupiah mampu berdiri gagah jika melihat kondisi per 15 Februari 2023. Lewat unggahan media sosial Instagram @bank_indonesia, rupiah mampu menguat 2,39 persen dibandingkan dengan level akhir Desember 2022.

Jika dibandingkan dengan mata uang negara tetangga, rupiah juga masih jauh perkasa. Terlihat mata uang Filipina hanya mampu naik 0,99 persen. Sedangkan dilanjutkan Thailand hanya menguat 0,85 persen. Bahkan mata uang ringgit Malaysia hanya naik sebesar 0,27persen.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, rupiah tak bakal tumbang karena didukung 5 faktor fundamental yang akan menjadi kunci menguatnya Rupiah.

"Bank Indonesia tidak menargetkan level, melainkan memberikan direction bahwa Rupiah akan menguat." kata Perry dikutip pada Kamis (23/2/2023).

 


5 Alasan

Berikut 5 alasan nilai tukar Rupiah akan menguat di 2023 menurut Bank Indonesia:

1. Prospek pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat baik, di antaranya:

  • Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan IV 2022 tinggi sebesar 5,01% (yoy)
  • Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV 2022 mencatat surplus 4,7miliar dolar AS.
  • PMI-BI triwulan IV 2022 sebesar 50,06% atau berada pada fase ekspansi (indeks >50%)

2. Tekanan inflasi berlanjut turun

Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Januari 2023 tercatat rendah sebesar 0,34% (mtm) atau 5,28% (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 5,51% (yoy).

3. Imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) jangka pendek menarik

Imbal hasil SBN tenor jangka pendek meningkat 100 bps dibandingkan dari sebelum kenaikan BI7DRR pada Juli 2022. Di samping itu, Imbal hasil SBN tenor jangka panjang tetap terkendali.

4. Komitmen Bank Indonesia

BI berkomitmen untuk terus melakukan stabilisasi kurs melalui intervensi di pasar valas dengan transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian/penjualan SBN di pasar sekunder.

5. Meredanya ketidakpastian pasar keuangan global

Keadaan ini memicu optimisme dari pasar global yang berdampak pada meningkatnya aliran masuk modal asing di pasar keuangan domestik. Ini tercermin dari investasi portofolio yang mencatat net inflows sebesar 6miliar dolar AS hingga 14 Februari 2023.

Infografis Beda Rupiah 1998 dengan 2018 terhadap Dolar AS. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya