Liputan6.com, Sukoharjo - Pecel Mbotho warung yang sudah 30 tahun menjual olahan makanan pecel itu tak pernah sepi pembeli, sejak dibuka oleh Pak Mbotho dan istrinya Ibu Lugiyem pada tahun 1993 silam. Namun, tahun 2007 Pak Mbotho meninggal dan usahanya tersebut diteruskan oleh anak-anaknya. Sekilas tak ada yang berbeda dengan olahan pecel Mbotho seperti pecel pada umunya, perbedaannya adalah ketika kita mencicipinya.
Rasa gurih legit dan creamy dari sambal kacangnya sangat pas dan tidak pelit dalam menggunakan kacang untuk bahan utama sambal kacangnya itu dikenal juga dengan cita rasa pedasnya.
Aneka sayuran seperti kacang panjang, bayam, tauge, dan juga daun pepaya yang sudah direbus tersebut disiram sambal kacang pedas dan melimpah. Kuliner pecel berbahan dasar sayur dan disiram toping sambel kacang adalah makanan khas pedesaan.
Baca Juga
Advertisement
Tri Siswanto (36), penerus warung pecel Mbotho menceritakan warung tersebut sudah ada sejak tahun 1993 dimulai dari usaha sang ayah. Ia bercerita, warung tersebut awalnya kecil, dan kini warungnya sudah memiliki tempat lumayan luas untuk menampung maksimal 30 orang sekali makan bisa tertampung.
Menariknya, tak hanya melewati fase berjualan dari titik nol, warung pecel Mbotho adalah warung pecel termurah yang tidak pelit akan sayuran, sambal, aneka laut, tempe, tahu, ayam goreng, ampe hati ayam, dan lainnya.
Omset Puluhan Juta
Cukup merogoh kocek 10-16 ribu rupiah anda sudah bisa menikmati sepiring nasi pecel Mbotho lengkap dengan ayam goreng atau telor, dan gorengan lainnya.
"Warung ini sudah 30 tahunan lebih berjualan pecel. Awal merintis usaha ini bapak saya Pak Mbotho yang memulai usaha. Tahun 2007 bapak meninggal, usahanya dilanjutkan ibu dan anak-anaknya termasuk saya anaknya Pak Mbotho," kata Tri kepada Liputan6.com di Sukoharjo, Selasa (7/3/2023).
Warung Pecel Mbotho yang berlokasi di Desa Jatirejo, Mulur, Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo selalu menjadi langganan para pejabat pemerintahan khusunya Sukoharjo.
Tak sedikit pejabat Pemkab datang ketika jam makan siang untuk menikmati kudapan pecel Mbotho yang melegenda dan dikenal wilayah Solo Raya itu.
Menurut Tri warung miliknya dalam satu hari bisa menghabiskan 30 kg beras pada hari biasa, namun ketika akhir pekan dirinya harus menyiapkan 40 KG beras. Jika ingin mencicipi pecel Mbotho, Anda harus datang antara pukul 06.00 WIB hingga 15.00 WIB, warung tersebut tidak pernah tutup kecuali ada acara keluarga.
"Beras habis 40 kg kalau hari libur, sayur-sayuran juga ada yang nganter tiap hari puluhan kilo tauge, kacang panjang, dan bayam. Belum kacang tanahnya yang dipakai untuk sambal," tutur dia.
Advertisement
Harga Murah
Tak main-main, omzet rata-rata warung per hari dirinya sudah bisa meraup keuntungan laba bersih Rp3-Rp4 juta dalam sehari. Sudah dipastikan warung pecel Mbotho dalam satu bulan bisa meraup keuntungan hingga Rp120.000.000.
"Makan di sini gak usah mahal-mahal supaya pelanggan datang lagi. 3.000 rupiah sudah bisa makan nasi dengan pecel, kalau mau paketan ayam dan telur 15 ribu," ucapnya.
Sementara itu, Endang salah satu pengunjung yang tengah menikmati sepiring pecel Mbotho lengkap dengan gorengan ampela hati, tempe dan tahu di piringnya mengaku tak pernah merasa bosan singgah dan bersantap di warung tersebut.
Endang mengaku, selain menjual makanan murah rasa dan kualitas rasa pecel Mbotho sejak awal dia menjajalnya tak pernah berubah rasanya, sehingga membuat dirinya selalu ingin kembali lagi makan di tempat tersebut.
"Harganya murah tapi tidak mengurangi rasanya yang memang enak dan tidak pelit bumbu pada pecelnya. Saya dari Mojolaban kalau pengin makan ke sini lumayan jauh, dan kadang harus antre saking ramainya," kata Endang.