Sinopsis dan Review In The Name of God: A Holy Betrayal, Ngerinya Kelakuan Pemimpin Kultus yang Pakai Nama Tuhan demi Nafsu

In The Name of God: Holy Betrayal mengangkat aksi sejumlah pemimpin kultus di Korea Selatan, termasuk Jung Myung Seok yang mengincar para wanita yang jadi pengikutnya.

oleh Ratnaning Asih diperbarui 07 Mar 2023, 14:16 WIB
In The Name of God: Holy Betrayal mengangkat aksi sejumlah pemimpin kultus di Korea Selatan, termasuk Jung Myung Seok yang mengincar para wanita yang jadi pengikutnya. (Netflix)

Liputan6.com, Jakarta Sebuah serial dokumenter bertajuk In The Name of God: Holy Betrayal belakangan ini ramai diperbincangkan publik. Pasalnya, tayangan dokumenter Korea yang dirilis Netflix ini mengangkat topik berisiko: soal para ketua kultus di Negeri Ginseng.

Berikut sinopsis tayangan ini.

In The Name of God: Holy Betrayal dibuka dengan narasi yang kuat. Berisi rekaman percakapan antara seorang pria dan wanita yang vulgar, usai melakukan hubungan seksual. Tak disebutkan konteks audio ini, apakah rekaman asli atau reka ulang, juga siapa sosok di balik suara tersebut.

Sejurus kemudian tampak seorang wanita muda berurai air mata. Ia adalah Maple atau Jeong Soo Jeong—nama perempuan dalam rekaman suara itu. Ia diperkenalkan sebagai salah satu korban Jung Myung Seok, seorang pemimpin kultus kontroversial di Korea Selatan.

 


Begitu Mesum, Sangat Menjijikkan

In The Name of God: A Holy Betrayal. (Tangkapan layar YouTube/ Netflix K-Content)

“Apa yang dia lakukan sangat mesum. Jika dia mencintaiku, dia tak akan melakukan itu. Begitu menjijikkan,” kata Maple begitu berhasil menguasai emosinya.

Namun pertahanannya kembali jebol. Sambil menangis ia berujar, “Aku terus memanggil nama Tuhan saat dia memerkosaku.”

Dalam satu menit pertama ini, sudah terang apa yang akan disampaikan dalam kepingan pertama di serial dokumenter ini. Jung Myung Seok, ketua dari kultus JMS, memanfaatkan ajaran agama dan mengaku-aku sebagai seorang Mesias. Tak cuma puja-puji dari para pengikutnya, ia mengincar “mahkota” para wanita.


Para Korban Bersuara

In The Name of God: A Holy Betrayal. (Tangkapan layar YouTube/ Netflix K-Content)

Sejak awal, diungkap bahwa kelompok yang diincar oleh JMS bukan abal-abal: para mahasiswa, termasuk dari universitas top Korea. Gaya “dakwahnya” hingga posisi pengikutnya yang dianggap keren dan terpelajar, membuat makin banyak lagi orang-orang yang tertarik masuk dalam kelompok ini.

Para korban dan mantan pengikutnya—baik yang diwawancara secara langsung atau dinarasikan orang lain untuk melindungi identitas sang narasumber—tak hanya menceritakan kesaksian mereka saat menghadapi pelaku mesum berkedok agama ini.

Menariknya, tak cuma penuturan ulang soal peristiwa masa lalu, mereka menelaah kembali pemikiran dan perspektif mereka di masa lalu. Dalam retrospeksinya, para mantan pengikut JMS menggali apa saja alasan yang menyebabkan mereka bisa terjerumus—bahkan membela habis-habisan dan rela menyerahkan segala milik mereka, kepada sosok yang mereka anggap Mesias. Hal ini bisa memberikan perspektif baru kepada pemirsa, soal teka-teki mengapa orang-orang bisa dibutakan akalnya ketika terjebak dalam sebuah sekte. 

Selain itu, dihadirkan pula orang-orang yang dianggap sebagai “setan” oleh pihak JMS. Mereka tak lain adalah orang-orang yang dengan penuh nyali mengungkap borok Jung Myung Seok—walau taruhannya adalah keselamatan diri dan keluarganya.


Bunuh Diri Masal hingga Insiden Garden Baby

Salah satu alasan mengapa In The Name of God: A Holy Betrayal ramai diperbincangkan, adalah penolakan keras dari pihak JMS. Diwartakan Variety, mereka bahkan sampai mengajukan gugatan kepada Netflix dan dan stasiun TV Korea MBC yang memproduksi tayangan ini, dan lantas dimenangkan oleh pihak JMS.

Namun pada 2 Maret lalu, Pengadilan Distrik Seoul Barat akhirnya menyatakan bahwa tayangan ini memiliki konten yang memadai, baik secara obyektif dan subyektif.

Selain JMS, dokumenter ini juga mengangkat soal insiden bunuh diri massal anggota Gereja Odaeyang dengan total 32 korban, termasuk sang pemimpin sekte, Park Soon Ja.

Ditampilkan pula insiden yang kerap disebut “Baby Garden” pada 1996 di mana seorang anak berusia tujuh tahun dibunuh karena dianggap memiliki iman yang kurang. Terakhir adalah teror Gereja Manmin yang berusaha menghentikan siaran MBC soal pemimpinnya, Lee Jae Rock, pada 1999.

Infografis Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya