Liputan6.com, Jakarta Belum lama ini viral di media sosial salah satu pengguna e-commerce yang membeli genteng namun barangnya tak kunjung diterima.
Pakar keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya melihat ini adalah masalah klasik yang memang seringkali dihadapi oleh pengguna layanan belanja online dan perusahaan e-commerce.
Advertisement
“Pengguna layanan e-commerce khawatir ditipu dan menggunakan layanan e-commerce dengan harapan ada pihak ketiga yang bisa menjadi wasit yang baik mengamankan transaksi online yang dilakukannya,” ungkapnya dikutip Selasa (7/3/2023).
Lebih lanjut Alfons mengatakan perusahaan e-commerce dalam hal ini juga khawatir pembeli atau penjual yang melakukan tindakan penipuan sehingga mereka membuat sistem serta prosedur untuk mengamankan transaksi. Contohnya, saat suatu transaksi mendapatkan komplain sebelum diselesaikan, maka dana tidak akan di transfer ke penjual.
Di sisi lain, ketentuan terkait jangka waktu maksimal juga dibutuhkan karena kalau terlalu lama menahan dana e-commerce juga akan mendapatkan protes dari penjual. Penjual pun khawatir jika menjual barang kepada pembeli dan pembelinya nakal melakukan klaim palsu, tentunya mereka ingin posisinya juga terlindung.
Karena itulah ada ketentuan dispute/keluhan. Dimana jika kita membeli produk dan tidak menerima produk dengan baik atau ada cacat, maka pembeli berhak melakukan aduan kepada platform e-commerce.
Aduan ini akan diperiksa secara cermat dan teliti oleh tim komplain e-commerce, dimana hasil pemeriksaan akan menjadi dasar untuk keputusan atau langkah yang akan diambil terkait keluhan atas transaksi tersebut.
Transaksi
Menurut Alfons transaksinya agak unik dan secara sistem, transaksi itu sudah sukses. Pembelian harusnya dikirimkan dengan kurir yang terhubung dengan platform, namun secara sistem transaksi tersebut bisa dieksekusi penagihannya jika dokumen pengiriman sudah dikirimkan.
Jadi dalam prakteknya biasanya driver motor hanya mengirimkan nota dan barang dikirimkan dengan kendaraan sendiri oleh seller.
“Ini kelihatannya memang penjualnya nakal dan melakukan aksi penipuan dengan tidak mengirimkan barang dan melakukan penagihan. Sebaiknya pembeli segera melaporkan hal ini kepada pihak yang berwenang untuk menindaklanjuti hal ini. Dengan laporan ini, pihak e-commerce bisa melakukan tindakan lanjutan dan memberikan informasi penjual ini kepada pihak berwenang untuk ditindaklanjuti,” paparnya.
Alfons Tanujaya juga memberikan saran jika berbelanja di toko online, ada baiknya melihat berapa banyak produk yang terjual dan rating dari penjual. Pilih penjual yang anda percayai dengan rating yang bagus. Hindari penjual yang baru atau tidak memiliki rating yang bagus.
“Jika berbelanja cukup signifikan besar, ada baiknya meluangkan waktu khusus memonitor transaksi tersebut untuk menjaga kemungkinan dana dicairkan meskipun barang belum kita terima. Jadi kita bisa informasikan ke e-commerce bahwa memang belum menerima barang” pungkas Alfons.
Advertisement
21 Juta Konsumen Beralih ke Belanja Online Selama Pandemi Covid-19
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menyebut selama pandemi Covid-19 transaksi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di market place online mengalami peningkatan sebanyak 26 persen.
Teten menjelaskan sebanyak 3,1 juta transaksi per hari dengan kenaikan 35 persen pengiriman barang dan selama pandemi juga banyak UMKM yang terhubung dengan digitalisasi yang mampu bertahan menahan goncangan gejolak ekonomi yang terjadi.
"Selama pandemi kita sudah tahu UMKM yang sudah terhubung ke platform digital yang paling bisa bertahan bahkan tumbuh. Potensi eko digital terus tumbuah tahun ini nilainya sekitar Rp 632 triliun tapi diprediksi 30 akan terus tumbuh Rp 4,531 triliun. Tentu ini pertumbuhan yang sangat signifikan jadi bisa 8 kali lipat dalam 10 tahun," ujar Teten, Jakarta, Selasa (6/9).
Dia mengungkapkan sebanyak 21 juta konsumen digital baru masuk sejak awal pandemi, yakni bermigrasi dari kebiasaan berbelanja offline menjadi belanja online.
"Sejak awal pandemi ada migrasi konsumen offline ke digital. Ini juga ada kaitannya bukan hanya pandemi. Tetapi juga di online itu banyak kemudahan dan banyak insentif juga," terang Teten.
Tak hanya itu, lanjutnya, 72 persen konsumen yang belanja online bukan hanya dari kota metropolitan saja melainkan konsumen dari luar daerah.
"Artinya ini digitalisasi sudah sampai ke daerah. Nah konsumennya juga menjadi luas tidak hanya Jabodetabek saja," lanjutnya.
Pemanfaatan ekonomi digital menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan dalam proses bisnis UMKM. Oleh karena itu pemerintah tidak hanya mendorong para UMKM untuk go digital saja, tetapi juga dalam digitalisasi dalam proses bisnis, adaptasi dalam proses transformasi digital ini menjadi kunci bagaimana UMKM memiliki resiliensi.