Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sebanyak 739.208 jiwa mengalami penyakit ginjal kronis atau 3,8 persen. Prevalensi ini meningkat dari data Riskesdas tahun 2013 yang diangka 2 persen.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Eva Susanti membeberkan prevalensi kenaikan ginjal kronis yang terdata di Riskesdas dari hasil pencatatan diagnosis dokter.
Advertisement
"Kemudian, kalau kita melihat prevalensi atau permil penyakit ginjal kronis pada umur lebih dari sama dengan 15 tahun berdasarkan diagnosis dokter, kalau kita melihat bahwa tahun 2018 ada sekitar 3,8 persen atau 739.208 jiwa ya, yang sebelumnya pada tahun 2013 itu hanya 2 persen," ungkapnya saat Press Briefing: Peringatan Hari Ginjal Sedunia 2023, Selasa (7/3/2023).
"Jadi, cukup meningkat kenaikannya dari 2013 ke 2018."
Eva menyebut beberapa provinsi dengan pelaporan ginjal kronis tertinggi. Posisi teratas diduduki oleh Kalimantan Utara di angka 6,4 persen, sedangkan provinsi terendah ditempati Sulawesi Barat diangka 1,8 persen.
"Terutama provinsi dengan yang paling tertinggi ada di Kalimantan Utara, Maluku, Sulawesi Utara, dan Gorontalo, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB)," lanjutnya.
"Kemudian Aceh, Jawa Barat, diikuti DKI Jakarta, Bali, Yogyakarta. Ini prevalensi penyakit ginjal tertinggi di Indonesia ya dengan yang terendah ada di Sulawesi Barat (1,8 persen), Banten, Riau, Sumatera Selatan, Bangka Belitung."
Sebabkan Masalah Penyakit Tidak Menular
Disampaikan kembali oleh Eva Susanti, penyakit ginjal kronis terjadi tren peningkatan. Kemudian faktor risiko ini bisa menyebabkan permasalahan Penyakit Tidak Menular (PTM) di kemudian hari.
"Terutama adalah obesitas pada dewasa, kemudian juga obesitas sentral. Lalu merokok, kurang aktivitas fisik dan kurang makan buah dan sayur, semua faktor risiko ini dari tahun ke tahun terjadi peningkatan," terangnya.
"Begitu juga kalau kita melihat perokok pada remaja. Ini terlihat dari hasil Riskesdas 2013 dan Riskesdas 2018 itu juga terjadi peningkatan prokok pada remaja. Nah, ini juga memicu kenaikan penyakit tidak menular."
Sebagai informasi, obesitas sentral atau abdominal obesity adalah penumpukan lemak yang berpusat di bagian perut. Dikatakan obesitas sentral apabila laki-laki memiliki lingkar perut lebih dari 90 sentimeter atau perempuan dengan lingkar perut lebih dari 80 sentimeter.
Adapun komplikasi gagal ginjal kronis berupa retensi cairan, yang dapat menyebabkan pembengkakan di lengan dan kaki, tekanan darah tinggi, atau cairan di paru-paru (edema paru). Peningkatan mendadak kadar kalium dalam darah (hiperkalemia), yang dapat mengganggu fungsi jantung dan dapat mengancam jiwa.
Komplikasi penyakit ginjal kronik lainnya, antara lain penyakit kardiovaskular, hipertensi, anemia, gangguan elektrolit, diabetes melitus, dan asidosis metabolik.
Advertisement
Penyebab Kematian Urutan ke-10 di RI
Penyakit ginjal menjadi penyebab kematian ke-10 di Indonesia dengan jumlah kematian lebih dari 42.000 pertahun. Masyarakat perlu mewaspadai penyakit tersebut dengan melakukan pencegahan sedini mungkin dan mengenali ciri-ciri dari penyakit ginjal.
Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) Zulkhair Ali mengatakan, kalau ginjal tidak berfungsi maka akan terjadi gagal ginjal.
Ia menyebut penyakit ginjal yang umum dialami adalah batu ginjal, infeksi ginjal, radang ginjal, ginjal karena diabetes, ginjal karena hipertensi, ginjal karena lupus, dan ginjal karena polikistik.
Penyakit-penyakit tersebut dapat menurunkan fungsi ginjal. Fungsi ginjal dapat dibagi dua, umumnya yaitu gangguan ginjal akut dan penyakit ginjal kronik. Kemudian pada penyakit ginjal kronik ada fase yang dinamakan akut on kronik.
''Yang menarik adalah pada penyakit ginjal akut, gejala pada pasien terlihat berat sekali tapi bisa sembuh sempurna," jelas Zulkhair dalam konferensi pers secara virtual Hari Ginjal Sedunia di Jakarta pada Maret 2022 lalu.
"Sedangkan, penyakit ginjal kronik itu pasien tidak merasakan apapun, tidak ada gejala, tapi ketika sudah berat akhirnya harus cuci darah dan tidak bisa disembuhkan kembali."