Liputan6.com, Dehradun - Terdengar aneh, tapi memang sudah menjadi tradisi bagi wanita di desa kecil dekat Dehradun, India Utara, untuk menikah dengan saudara laki-laki dari suami pertama mereka.
Wanita yang bernama Rajo, dan suami pertama bernama Guddu, menikah dalam perjodohan Hindu. Sejak saat itu dia menikah dengan Baiju (32), Sant Ram (28), Gopal (26), dan Dinesh berusia 19 tahun suami terbarunya yang dinikahi begitu dia berusia 18 tahun.
Advertisement
"Kami semua berhubungan seks dengannya tapi saya tidak cemburu," kata suami pertama Guddu, yang tetap menjadi satu-satunya pasangan resmi seperti dikutip dari Daily Mail, Kamis (9/3/2023).
"Kami satu keluarga besar yang bahagia", tuturnya kembali.
Tradisi poliandri Hindu kuno, pernah dipraktikkan secara luas di India, tetapi sekarang hanya dipatuhi oleh minoritas di negara tersebut. Biasanya wanita melakukan poliandri karena daerahnya didominasi oleh laki-laki.
Dalam poliandri persaudaraan, wanita diharapkan menikah dengan setiap saudara laki-laki suaminya yang asli. Seperti yang diceritakan dalam kisa epik sansakerta Mahabharata, yang melihat Dropadi, putri Raja Pancha menikah dengan lima bersaudara.
Hal ini lah yang menjadikan wanita khususnya yang beragama hindu di India diperbolehkan untuk melakukan poliandri, dengan alasan misalnya sebagai cara menjaga lahan pertanian dalam keluarga.
Tradisi ini paling sering ditemukan di dekat Himalaya di utara negara India, serta di dekat pegunungan Tibet.
Poliandri Merupakan Tradisi Kuno India
Praktik poliandri diyakini berasal dari kisah Mahabharata, kisah tersebut salah satu landasan budaya India, yang melihat Dropadi, putri Raja Pancha menikah dengan lima bersaudara.
Hal itu sebenarnya tidak legal, tetapi ada pengecualian, di mana wanita dalam hubungan poliandri harus menikah lebih dari satu pria dari keluarga yang sama, jika karena itu, maka poliandri diizinkan.
Melansir dari indianexpress.com, Selasa (7/3/2023), kemiskinan, berkurangnya lahan pertanian, rasio jenis kelamin yang memburuk adalah alasan di balik praktik ini. Dalam artikel ini menyimpulkan bahwa keluarga yang mengikuti poliandri berkeyakinan bahwa lebih banyak wanita dalam keluarga berarti lebih banyak pembagian harta benda.
Oleh sebab itu, hal ini cenderung dipraktikkan di desa-desa yang didominasi laki-laki, yang masih mengikuti ritual dan adat primitif. Saudara-saudara yang menolak serikat sering diperlakukan sebagai orang buangan.
Dalam keluarga poliandri, wanita seringkali tidak dapat mengetahui siapa dari suaminya yang menjadi ayah dari anak itu. Tetapi, baru-baru ini, ada contoh tes DNA, untuk mengetahui ayah dari anak tersebut dah bisa menyelesaikan sengketa warisan.
Advertisement
Kemajuan Modernitas
Keluarga yang mempraktikkan poliandri cenderung sangat pemalu, dan butuh waktu berbulan-bulan untuk berinteraksi dengan masyarakat luar. Kebanyakan wanita yang melakukan poliandri berasal dari keluarga miskin.
Sementara kemajuan modernitas telah membuat tradisi ini mati di sebagian wilayah, kekurangan wanita di negara-negara seperti Cina dan India telah membantu mempertahankan solusi, atas kesulitan pria muda dalam mencari istri.
Rajo mengatakan dia tahu dirinya diharapkan untuk menerima semua suaminya, karena ibunya sendiri juga menikah dengan tiga saudara laki-laki.
Dia mengatakan mereka tidur bersama secara bergiliran, tetapi tidak memiliki tempat tidur masing-masing, sehingga kamar itu hanya dialasi dengan selimut di lantai, dan tidur bersama. Selain itu, Rajo juga tidak tahu saudara laki-laki mana yang merupakan ayah dari putranya.
"Saya mendapat lebih banyak perhatian dan cinta daripada kebanyakan istri," katanya.
Negara yang Melakukan Poliandri
Melansir dari britannica.com, ada beberapa negara selain India yang melakukan poliandri kebanyakan berasal dari dataran tinggi Tibet (wilayah yang dibagi oleh India, Nepal, dan Daerah Otonomi Tibet di China) dan Kepulauan Marquesas di Pasifik Selatan.
Namun, dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada tahun 2012, antropolog Kathrine Starkweather dan Raymond Hames mengidentifikasi 53 masyarakat nonklasik tambahan di seluruh dunia termasuk Amerika Utara, dan Amerika Selatan yang juga mempraktekkan poliandri.
Baik formal (yaitu, diakui melalui pernikahan dan tinggal bersama) atau informal (ketika dua atau lebih laki-laki dianggap sebagai ayah bersama dari keturunan dan diinvestasikan dalam pengasuhan ibu dan anak ). Poliandri umumnya dianggap sebagai tanggapan terhadap kondisi seperti rasio jenis kelamin (gender), kematian laki-laki dewasa, Ketiadaan laki-laki, stratifikasi sosial, dan basis ekonomi kelompok.
Hampir semua masyarakat di mana praktik poliandri diterima didasarkan pada perburuan dan pengumpulan harta atau pertanian.
Advertisement