Liputan6.com, Jakarta - Tenaga Ahli PD Pasar Jaya Rosario De Marshall alias Hercules rampung menjalani pemeriksaan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (8/3/2023). Dia diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Saat keluar dari markas antirasuah, Hercules langsung dicecar awak media soal perkenalannya dengan para hakim agung dan pihak swasta yang terlibat dalam kasus dugaan suap MA ini. Hercules mengaku tak ada satu pun yang dia kenal.
Advertisement
"Enggak kenal, semuanya enggak ada yang kenal," ujar Hercules di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (8/3/2023).
"Kan orangnya sudah ditahan di sini, tinggal ditanyakan saja kenal sama saya enggak. Kalau dia kenal sama saya, saya kan foto model. Semua kenal. Kalian saja kenal sama saya, tetapi saya enggak kenal sama kalian," kata Hercules menambahkan.
Hercules mengaku pemeriksaannya kali ini tak jauh berbeda dengan pemeriksaan sebelumnya. Meski demikian, Hercules menyebut dirinya tak pernah terlibat suap menyuap penanganan perkara di MA.
"Ya sudah selesai, kita enggak ada urusan lah sama yang begitu-begitu. Yang begitu-begitu, apalagi namanya suap, apa itu. Suap itu enggak ngerti, apa itu suap. Karena enggak biasa suap-suap itu," kata dia.
Dalam kasus suap penanganan perkara di MA ini, KPK sudah menjerat 15 orang sebagai tersangka. Mereka yakni Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Hakim Agung Gazalba Saleh, Prasetyo Nugroho (hakim yustisial/panitera pengganti pada kamar pidana MA sekaligus asisten Gazalba Saleh), Redhy Novarisza (PNS MA), Elly Tri Pangestu (hakim yustisial/panitera pengganti MA).
Kemudian Desy Yustria (PNS pada kepaniteraan MA), Muhajir Habibie (PNS pada kepaniteraan MA, Nurmanto Akmal, (PNS MA), Albasri (PNS Mahkamah Agung), Yosep Parera (pengacara), Eko Suparno (pengacara) Heryanto Tanaka (swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana), dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana).
Teranyar, KPK menjerat Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti Mahkamah Agung (MA) Edy Wibowo (EW) dan Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar (RS SKM) Wahyudi Hardi (WH).
Dakwaan Hakim Agung Sudrajad Dimyati
Dalam perkara ini Hakim Agung nonaktif Mahkamah Agung (MA) Sudrajad Dimyati didakwa menerima suap sebesar SGD 200 ribu terkait pengamanan perkara di MA.
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menyebut Dimyati melakukannya bersama-sama dengan Panitera Pengganti Elly Tri Pangestuti (ETP), dan dua Kepaniteraan Mahkamah Agung, yakni Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH).
Suap itu ditujukan agar perkara Nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 bisa diputuskan sesuai dengan keinginan penyuap.
"Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," ujar jaksa dalam surat dakwaam yang dibacakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung di Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (15/2/2023).
Jaksa menyebut Dimyati menerima suap itu dalam kurun waktu Maret 2022 hingga Juni 2022. Suap diberikan dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana yang diserahkan Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IKS) bersama dua pengacaranya, yakni Theodorus Yosep Parera (TYP) dan Eko Suparno (ES).
Jaksa menjelaskan perkara suap itu bermula dari KSP Intidana yang mengalami permasalahan, yaitu deposan atau penyimpan uang di bank secara deposito tidak terpenuhi hak-haknya. Selain itu, KSP Intidana tidak memenuhi putusan perdamaian di Pengadilan Negeri Semarang.
Advertisement
Minta Uang SGD 200 Ribu
Selanjutnya para deposan yang di antaranya adalah Heryanto dan Ivan Dwi bertemu dengan Theodorus dan Eko selaku pengacara untuk berkonsultasi. Kemudian, kedua pengacara itu mengajukan gugatan pembatalan putusan perdamaian ke Pengadilan Negeri Semarang, namun ditolak.
Kemudian kedua pengacara itu menyarankan kedua kliennya mengurus perkara ke MA agar permohonan kasasi yang diajukan bisa dikabulkan dengan menyiapkan sejumlah uang. Atas saran tersebut, Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto menyetujuinya.
Selanjutnya, kedua pengacara itu menghubungi Desy agar bisa memengaruhi keputusan Hakim Agung. Desy juga menyampaikan untuk pengurusan perkara tersebut harus disiapkan uang sejumlah SGD 200 ribu.
Kemudian para pengacara berhubungan dengan Muhajir. Selanjutnya Muhajir menghubungi Elly yang merupakan representasi dari Sudjarad Dimyati untuk meneruskan permintaan pengurusan perkara Nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022.
Kemudian Eko selaku pengacara penggugat memberikan uang SGD 200 ribu kepada Desy, dan uang tersebut diteruskan untuk dibagi kepada Desy, Muhajir, dan Sudrajad Dimyati. Atas uang tersebut, pada 31 Mei 2022, majelis hakim yang memeriksa perkara kasasi memutus dengan amar mengabulkan permohonan dari pemohon.
Dalam perkara itu, Sudrajad Dimyati didakwa dengan Pasal 12 huruf c dan Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.