Dianggap Hina Keluarga Kerajaan Thailand, Pria Penjual Kalender Bebek Karet Kuning Dipenjara

Bebek karet kuning jadi simbol perlawanan warga Thailand yang menuntut reformasi monarki.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 09 Mar 2023, 04:02 WIB
Mainan bebek karet (unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan di Thailand memutuskan untuk memenjarakan pria selama dua tahun karena menjual kalender satir bergambar bebek karet kuning. Jaksa penuntut menuduh pria itu telah menghina keluarga kerajaan.

Pengadilan Bangkok memutuskan bebek karet yang ditampilkan di kalender 2021 itu menyerupai Raja Thailand. Undang-undang lese majeste Thailand yang melindungi keluarga kerajaan Thailand dianggap paling ketat di dunia itu mengancam pelanggarnya dengan hukuman penjara hingga 15 tahun.

Narathorn Chotmankongsin (26) pada awalnya dijatuhi hukuman penjara tiga tahun pada Selasa, 7 Maret 2023, karena menjual kalender di halaman Facebook pro-demokrasi Ratsadon yang populer, menurut Pengacara Hak Asasi Manusia Thailand (TLHR).

"Tapi hukuman itu diringankan menjadi dua tahun tanpa pembebasan bersyarat setelah terdakwa memberikan kesaksian yang bermanfaat untuk pertimbangan," kata TLHR, sebuah kelompok hukum yang bertindak dalam banyak kasus lese majeste, dalam sebuah pernyataan, dikutip dari The Star, Rabu (8/3/2023).

Mainan bebek karet kuning menjadi simbol gerakan protes pro-demokrasi pada 2020 setelah para demonstran menggunakan bebek tiup besar untuk melindungi diri dari gas air mata polisi dan meriam air. Perlengkapan bertema unggas karet dengan cepat mendominasi pawai jalanan, menampilkan segala hal mulai dari topi hingga jepit rambut.

Penggunaan undang-undang lese majeste Thailand telah meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir, dengan lebih dari 200 orang dituntut sejak 2020, menurut TLHR. Human Rights Watch mengatakan keputusan pengadilan "menunjukkan bahwa pihak berwenang Thailand sekarang berusaha untuk menghukum aktivitas apa pun yang mereka anggap menghina monarki".

"Kasus ini mengirim pesan ke semua warga Thailand, dan ke seluruh dunia, bahwa Thailand bergerak lebih jauh dari -- bukan lebih dekat -- menjadi demokrasi yang menghargai hak," kata Direktur HRW Asia Elaine Pearson.

 


Tuntutan kepada Keluarga Kerajaan

Mainan pelampung bebek menjadi simbol protes di Bangkok, Thailand. (Photo credit: AFP/Jack Taylor)

Bebek karet muncul di tengah riuh orasi demo Thailand. Keberadaannya menyita perhatian, bersama dengan seorang biksu Buddha pemberontak berjubah yang menunjukkan penghormatan tiga jari dalam aksi protes di pusat kota Bangkok.

Melansir laman Channel News Asia, Jumat, 20 November 2020, puluhan mainan kolam renang ini muncul di antara kerumunan sekitar 20 ribu orang pada Rabu, 18 November, 2020. Ini terjadi ketika para aktivis turun ke markas besar polisi nasional Thailand untuk melemparkan cat dan mencoret-coret slogan anti-kerajaan tak senonoh di jalan.

Bebek karet ini dengan cepat jadi simbol demo Thailand setelah para demonstran menggunakannya sebagai perisai terhadap semburan meriam air dan gas air mata pada rapat umum di dekat parlemen. Gerakan yang dipimpin pemuda menuntut konstitusi baru ini membuat seruan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakni mereformasi monarki yang tak tersentuh. Juga, menuntut pengunduran diri Perdana Menteri (PM) Thailand Prayut Chan-o-cha.

Cuplikan video dari apa yang disebut "revolusi bebek karet" telah viral di media sosial pada saat itu. "Jika politiknya bagus, bebek hanya akan digunakan di kolam," kata seorang pengguna Twitter.


Simbol Kekuatan

Sejumlah bebek karet muncul di tengah aksi demo Thailand pada 17 November 2020. (MLADEN ANTONOV / AFP)

"Ini dia, senjata paling menakutkan dari pihak pengunjuk rasa: Bebek tiup," tulis seorang pengguna Facebook. "Bebek adalah petarung, tak peduli seberapa banyak orang menggertaknya, ia tetap tersenyum," seorang pria Thailand menulis di Twitter dengan gambar bebek karet yang babak belur dan sedikit kempes.

Penampilan protes bebek karet juga telah menginspirasi sekumpulan karya seni. Seniman Thailand Wannasin "Matthew" Inpin menggunakan komputer tablet untuk membuat kartun sosok lelaki setengah kuat yang melindungi pengunjuk rasa.

"Bebek karet sangat rapuh dan saya pikir ini sama sekali bukan pertarungan yang adil. Tapi, saya pikir tindakan ini menunjukkan keberanian dan kekuatan untuk melawan," katanya.

"Itu sebabnya saya menggambar bebek sebagai hewan kuat yang melindungi pengunjuk rasa dan tak takut pada kediktatoran." Bebek karet itu dijual eceran di Lazada Thailand, sebuah portal belanja daring, seharga 499 baht (Rp233 ribu).

 


Simbol Protes di Mana-Mana

Edmond Kok, aktor dan desainer kostum teater Hong Kong, mengenakan masker wajah yang terbuat dari bebek karet di Hong Kong pada 6 Agustus 2020. Sepanjang pandemi, Edmond telah membuat lebih dari 170 masker yang terinspirasi oleh pandemi dan masalah politik Hong Kong. (AP Photo/Vincent Yu)

Ini bukan pertama kalinya bebek karet digunakan sebagai simbol pembangkangan dan protes. Pada 2013, seniman Belanda, Florentijn Hofman, memperlihatkan patung bebek karet setinggi 16 meter mengapung di pelabuhan Hong Kong, tapi dengan cepat terperosok dalam kontroversi.

Bebek karet juga tampil dalam protes di Brasil pada 2016 selama desakan untuk mendakwa presiden saat itu Dilma Rousseff. Juga, menyoroti 'perdukunan' ekonomi pemerintahnya di tengah penurunan.

Mereka juga jadi simbol protes di Rusia pada 2017 ketika muncul perdana menteri saat itu Dmitry Medvedev memiliki beberapa perkebunan mewah, termasuk yang menampilkan rumah khusus untuk bebek di kolam. Bebek juga jadi sumber inspirasi seorang aktor dan desainer Hong Kong, Edmond Kok, pada 2020.

Dikutip dari VOA News, dia mendesain lebih dari 170 masker yang terinspirasi situasi pandemi dan masalah politik Hong Kong. Mereka digunakan bukan semata untuk mencegah penyakit, tetapi karya seni. 

Kreasi Kok juga menyinggung ketakutan di Hong Kong bahwa China akan menghilangkan kebebasan yang lebih besar yang dimiliki penduduk wilayah itu dibandingkan dengan daratan. Di bawah undang-undang keamanan nasional yang baru, orang-orang ditangkap karena menampilkan atau meneriakkan slogan-slogan yang dianggap mendukung kemerdekaan dari China.

 

Kudeta terjadi lagi di Thailand setelah status darurat diberlakukan. Ini bukan kali pertamanya militer menggulingkan pemerintahan sipil.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya