Liputan6.com, Padang - Ramadan sebentar lagi, itu artinya warga di sejumlah daerah di Sumatera Barat juga bersiap-siap malamang atau memasak lemang.
Beberapa daerah yang biasanya punya tradisi malamang jelang Ramadan, seperti Padang Pariaman, Pariaman, Padang, Agam dan sejumlah daerah lain.
Banyak tetua bilang, tradisi malamang telah berlangsung sejak ratusan tahun silam dan diwarisi secara turun temurun sampai sekarang.
Menurut Tambo atau kisah yang meriwayatkan tentang asal usul dan kejadian masa lalu di Minangkabau, tradisi malamang bermula saat Syekh Burhanuddin rajin berkunjung ke rumah-rumah penduduk untuk bersilaturrahmi dan menyiarkan agama Islam.
Kemudian beliau sering disuguhi makanan. Namun, Syekh Burhanuddin menyarankan kepada setiap masyarakat yang dikunjunginya agar mencari bambu, lalu mengalasnya dengan daun pisang muda.
Baca Juga
Advertisement
Kemudian beras ketan putih dan santan lalu dimasukan ke dalamnya, lalu dipanggang di atas tungku kayu bakar.
Syekh Burhanuddin menyarankan kepada setiap masyarakat agar menyajikan makanan lamang ini menjadi simbol makanan yang dihidangkan dalam silaturahmi.
Salah seorang warga Kabupaten Padang Pariaman, Sofita (54) mengatakan malamang memang sudah menjadi tradisi turun temurun.
"Iya malamang, biasanya satu minggu jelang Ramadan," katanya, Rabu (8/3/2023).
Ia menyampaikan lemang yang dimasak tak hanya untuk dimakan oleh keluarga saja, tetapi juga diantar ke rumah saudara atau pun mertua.
"Kalau ada tetangga yang tidak memasak lemang, nanti juga dibagi-bagi," ujarnya.
Malamang membutuhkan waktu yang tak sebentar, biasanya sekira lima jam dengan api kecil. Bisa juga tiga jam dengan api besar, tetapi bambu akan cepat hitam.
Menurutnya, tradisi malamang tak hanya menjelang Ramadan, tetapi juga ketika maulid nabi.
Saat ini, lemang tak hanya rasa original yakni beras ketan dan santan, juga terdapat beberapa varian lain yakni rasa pisang, lamang galamai yang terbuat dari tepung beras.