Liputan6.com, Jakarta Ibu Samua mengaku dipaksa menandatangani surat pernyataan tak akan menuntut Pertamina karena kehilangan anggota keluarganya akibat kebakaran Depo Pertamina Plumpang pada Jumat, (3/3/2023).
Saat serah terima jenazah putranya di RS Polri, dirinya mengaku dihampiri oleh otoritas yang mengaku dari pihak Pertamina. Samua diminta oleh orang tersebut menandatangani surat persetujuan menerima santunan sebesar Rp10 juta. Menurut dia, uang itu untuk biaya pemakaman dan dana belasungkawa pihak Pertamina terhadap keluarga korban jiwa.
Advertisement
Samua yang sudah hampir kepala tujuh ini mengaku tidak bisa membaca. Namun, dirinya menaruh curiga mengapa uang santunan yang diberikan untuk korban kebakaran Depo Pertamina Plumpang harus ditandatangani di atas materai. Pihak yang mengaku otoritas Pertamina tersebut hanya mengatakan sebagai bukti laporan ke atasan bahwa uang sudah diserahkan.
"Saya menolak, tapi dia seperti memakasa harus ditandatangani. Apalagi saat itu menantu saya yang mendampingi dilarang mengambil gambar surat tersebut," kata Samua kepada Liputan6.com di kawasan lokasi kejadian kebakaran Plumpang, tepatnya di RT 12 RW 09, Rabu (8/3/2023).
Menurut penjelasan menantunya, salah satu poin dari surat tersebut menegaskan bahwa keluarga dari korban jiwa Depo Pertamina Plumpang dilarang melakukan gugatan usai menerima santunan Rp10 juta tersebut.
Namun, karena salinan surat itu tidak dapat diberikan dan pihak keluarga korban tidak boleh mengambil gambar, akhirnya Samua hanya bisa pasrah dan terpaksa menandatangi surat tersebut.
Sementara korban lainnya, Acep Hidayat juga mengaku mendapat surat yang sama saat serah terima jenazah keluarganya atas nama Sumiati (71).
Acep menuturkan, saat ingin mengeluarkan jenazah almarhumah Sumiati di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, ada pria yang tiba-tiba menyodorkan sepucuk surat pernyataan tidak boleh menuntut perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu, dengan imbalan diberi uang senilai Rp 10 juta per jenazah.
"Saya tolak uang tersebut, saya bilang bagaimana kalau dibalik? Saya bunuh kamu, lalu saya kasih Rp10 juta ke istrimu, mau? Kami tidak mau diperlakukan semena-mena," kata Acep di Jakarta Utara.
Acep merasa sakit hati dengan tawaran tersebut. Terlebih Acep harus kehilangan 4 anggota keluarganya akibat kebakaran tersebut. Mereka adalah yakni Sumiati (mertua), Trish Rhea A (anak yang nomor tiga), Raffasya Zajid Attallah (keponakan), M Suheri Irawan (adik ipar).
Acep menduga surat tersebut bukan berasal dari PT Pertamina (Persero) karena tidak ada kop suratnya, diduga sengaja agar tidak bisa diklaim surat itu dibuat sendiri oleh mereka.
Menurut Acep, surat yang diberikan seperti formulir kosongan dengan kolom untuk nama, dan lain-lain, lalu poin tiga ada kata-kata bersedia untuk tidak menuntut Pertamina.
Acep juga heran karena setelah tanda tangan pengeluaran jenazah dan diberikan surat kematian, oknum tersebut bisa masuk ke ruang administrasi di RS Polri Kramatjati.
Ke depan, Asep ingin PT Pertamina (Persero) merespons kejadian ini dengan cara kerja sama yang baik agar ketemu solusi yang terbaik.
Pihak Pertamina Membantah Soal Dilarang Menggugat
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting memastikan informasi yang disampaikan warga tersebut tidak sepenuhnya benar. Dia menyebut uang yang diberikan pada warga adalah dana bantuan pemakaman.
Sementara, terkait surat perjanjian yang disebut warga tak melakukan penuntutan. Irto menjelaskan surat itu sebagai bukti penyerahan bantuan dan untuk menghindari di kemudian hari ahli waris lain menyatakan berhak atas uang yang telah diberikan.
"Jangan sampai ada ahli waris lain yang menyatakan dia yang berhak. Hal itu sudah dijelaskan juga pada saat pemberian," ujar Irto.
Irto juga menegaskan bahwa tak ada larangan kepada warga untuk menggugat Pertamina saat uang bantuan pemakaman itu diberikan.
"Saat proses penyerahan bantuan biaya pemakaman, tidak terdapat pemaksaan terkait persetujuan untuk tidak mengajukan gugatan kepada Pertamina," katanya.
Advertisement