Korban Meninggal Longsor Natuna Bertambah Jadi 30 Orang, 24 Masih Hilang, 1.216 Orang Mengungsi

Data per Kamis (9/3/2023) pukul 11.50 WIB menyebutkan, korban meninggal dunia longsor Natuna bertambah menjadi 30 orang

oleh Ajang NurdinAhmad Apriyono diperbarui 09 Mar 2023, 12:42 WIB
Tim SAR melihat tanah longsor di desa Pangkalan, Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) dalam gambar selebaran yang diambil pada 8 Maret 2023 dan dirilis pada 9 Maret 2023 oleh Badan Penanggulangan Bencana Indonesia. Status bencana tanah longsor dalam kategori tanggap darurat, dengan masa tujuh hari terhitung dari tanggal 6 Maret 2023. (HO / INDONESIA DISASTER MITIGATION AG / AFP)

 

Liputan6.com, Batam - Data terbaru Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana Kecamatan Serasan dan Serasan Timur, per Kamis (9/3/2023) pukul 11.50 WIB menyebutkan, korban meninggal longsor Natuna bertambah menjadi 30 orang (30 teridentifikasi). Sementara 24 orang masih dinyatakan hilang, dan 3 orang dalam keadaan kritis.

Cuaca hari ini cerah, dan proses pencarian korban masih terus dilakukan tim gabungan.

Diskominfo Natuna yang juga Juru Bicara Tanggap Darurat bencana longsor Natuna Patli Muhammad mengatakan, data tersebut berdasarkan hasil perhimpunan data dan pencarian pada hari keempat, Kamis (9/3/2023).

"Dan akan di update secara berkala," katanya.

Sementara itu, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mengirimkan bantuan logistik dan para relawan dengan menggunakan kapal KN Bahtera Nusantara 01 ke Pulau Serasan, Natuna, Kepri, untuk membantu para korban bencana tanah longsor.

KN Bahtera Nusantara 01 telah sandar di Pelabuhan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Serasan pada Rabu (8/3/2023) pukul 23.30 WIB, dengan membawa logistik berupa sembako dari Kementerian Sosial sebanyak 5 ton, 200 paket dari Pemerintah Provinsi Kepri dan Anggota Polri sebanyak 105 personel, Anggota Korem 033 sebanyak 40 orang anggota.

Selain itu, ada pula relawan dari Pramuka, Petugas Kesehatan, Dinas Perhubungan, Tagana dan Keluarga Korban yang merantau di Tanjungpinang juga ikut kembali ke Serasan untuk memastikan kondisi korban.

Bertolak dari Pelabuhan Tanjung Uban, KN Bahtera Nusantara menempuh sekitar 26 jam untuk tiba dan sandar di Pelabuhan Serasan.

Sehari sebelumnya, bantuan juga datang dari TNI Angkatan Laut yang mengirimkan anggota dengan menggunakan KRI Imam Binjol untuk membantu para korban.

Data pengungsi akibat musibah tanah longsor yang terjadi di Desa Pangkalan, Kecamatan Serasan, Kabupatem Natuna sebanyak 1.216 orang, dengan rincian di PLBN Serasan sebanyak 219 orang, pengungsian Puskesmas sebanyak 215 orang, pengungsian Pelimpak dan Masjid Al Furqon sebanyak 500 orang, pengungsian di SMA Negeri 1 Serasan sebanyak 282 orang.


Penyebab Longsor Natuna

Ahli di Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Anjar Heriwaseso saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (7/3/2023) mengatakan, bencana tanah longsor umumnya terjadi karena banyak faktor.

Faktor-faktor itu antara lain faktor kondisi geologi, yaitu terkait dengan material batuan/tanah dan struktur/patahan), faktor kondisi kelerengan (morfologi), kondisi keairan (drainase/sungai/mata air dan sebagainya), faktor penggunaan lahan, faktor vegetasi dan faktor aktivitas manusia. Sebagai pemicunya dapat berupa gempa/= atau getaran dahsyat dan cuaca, mencakup curah hujan dalam rentang waktu tertentu.

"Tanda-tanda awal longsor bisa kita lihat, ada pergerakan tanah, dapat berupa retakan, amblasan, pohon atau tiang menjadi miring, keluar mata air baru, suara akar yg patah, mata air yang jadi keruh, dan mungkin terjadi dentuman atau suara gemuruh setelah air sungai mengecil karena ada pembendungan di hulu," kata Anjar menjelaskan. 

Dia kerap kali mewanti-wanti masyarakat yang tinggal di lereng untuk lebih waspada terhadap adanya pergerakan tanah. Apalagi saat terjadi curah hujan yang tinggi dan gempa bumi.

"Saya sudah sering ingatkan, masyarakat lebih peduli lingkungannya, melaporkan jika menemukan gejala-gejala tersebut secepatnya ke pihak desa atau aparat terkait," katanya.

Sementara itu, terkait longsor di Serasan Natuna, Anjar menjelaskan, kondisi daerah tersebut berdasarkan Peta Geologi Regional Natuna (Pusat Survey Geologi), batuan penyusun di daerah bencana termasuk dalam Batuan Plutonik Serasan, yang tersusun Granodiorit biotit dan Granit hornblenda dengan helatan metasedimen.

"Faktor penyebab terjadinya tanah longsor diperkirakan karena kemiringan lereng tebing yang curam, tanah mengalami pelapukan yang tebal dari batuan tua (Pra Tersier), berupa lapukan Granodiorit. Sementara curah hujan yang tinggi dan ekstrem dengan durasi lama menjadi pemicu terjadi gerakan tanah," katanya. 

Anjar terus mengingatkan masyarakat yang ada di sekitar daerah terdampak bencana agar segera mengungsi ke lokasi yang lebih aman. Mengimbau untuk lebih waspada, khususnya yang berada dekat jalur aliran bahan rombakan, terutama saat hujan maupun setelah hujan deras yang berlangsung lama, karena daerah tersebut masih berpotensi terjadi gerakan tanah susulan.

"Penanganan longsor, termasuk proses evakuasi korban yang masih tertimbun agar memperhatikan cuaca, tidak melakukan kegiatan saat dan setelah hujan deras, karena daerah ini masih berpotensi terjadi gerakan tanah susulan, nanti bisa menimpa petugas," katanya.

Perlu juga, katanya, pemasangan rambu rawan bencana longsor di sekitar lokasi yang longsor untuk meningkatkan kewaspadaan. Masyarakat juga diminta peduli dengan lingkunganya, khususnya masyarakat yang tinggal di lahan dengan kemiringan tertentu, untuk bisa mengenali gejala-gejala awal terjadinya pergerakan tanah. Apalagi di penghujung musim hujan.

Sementara itu, Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) memprediksi cuaca buruk yang terjadi di Pulau Serasan, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau disebabkan fenomena Borneo Vortex.

Prakirawan BMKG Tanjungpinang Hayu Nur Mahron di Tanjungpinang, Selasa, menjelaskan, Borneo Vortex atau pusaran angin yang memiliki radius putaran pada skala puluhan hingga ratusan kilometer.

Gangguan sirkulasi atmosfer berupa Borneo Vortex di sekitar selat Karimata dan Laut Natuna menyebabkan belokan angin dan perlambatan masa udara di wilayah Pulau Serasan. Kondisi itu menimbulkan dampak berupa curah hujan dengan intensitas tinggi dan lama.

Kondisi itu pula diperparah dengan adanya Gelombang Ekuatorial Rossby dan Kelvin yang aktif di sekitar wilayah tersebut sehingga meningkatkan potensi pertumbuhan awan konvektif penghasil hujan lebat.

"Cuaca di Serasan dalam beberapa hari terakhir didominasi hujan dengan intensitas lebat yang berlangsung lama dan merata. Kondisi tersebut menyebabkan tanah menjadi jenuh sehingga menyebabkan banjir dan tanah longsor di beberapa wilayah," ucapnya.

Tinggi gelombang laut di Perairan Kepulauan Subi dan Pulau Serasan mencapai 4 meter. Kondisi gelombang laut tersebut tentu perlu diwaspadai oleh pengguna alat transportasi laut dan juga nelayan.

Sementara kecepatan angin mencapai 30 km/jam. Kondisi cuaca buruk berupa angin kencang dan hujan lebat di Natuna, khususnya Serasan diperkirakan terjadi hingga 12 Maret 2023.

BMKG juga memprediksi cuaca buruk yang juga terjadi di Pulau Bintan (Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan) disebabkan fenomena Borneo Vortex tersebut.

Namun dalam sepekan ke depan kondisi cuaca cenderung berawan hingga berawan tebal dan masih berpotensi terjadi hujan ringan hingga sedang yang bersifat lokal atau tidak merata dan berlangsung singkat. Gelombang laut di Perairan Bintan mencapai 2,5 meter.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya