Liputan6.com, Jakarta - Dana pensiun (Dapen) milik karyawan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Pertamina (Persero) 'nyangkut' saham emiten yang berpotensi delisting. Lantas, berapa kepemilikan saham kedua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut pada emiten yang berpotensi delisting?
Mengutip keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia, ditulis Kamis (9/3/2023), Dana Pensiun Bukit Asam (DPBA) terpantau menjadi pemegang saham pada emiten yang terancam delisting, yakni PT Ratu Prabu Energi Tbk (ARTI) dan PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP). Selain itu, Dana Pensiun Pertamina menjadi pemilik saham PT Sugih Energy Tbk (SUGI).
Advertisement
Adapun, DPBA menggenggam saham ARTI sebanyak 9,37 persen atau setara dengan 735 juta saham. Sebagaimana diketahui, saham ARTI disuspensi oleh BEI sejak 30 November 2021 dan mentok di level Rp 50 per saham.
Lalu, jika dihitung dengan harga terakhir DPBA memiliki dana sebanyak Rp 36,75 miliar. Sedangkan, jika DPBA masuk ke saham ARTI sejak IPO pada 30 April 2003, maka merogoh kocek sebanyak Rp 477,75 miliar dengan catatan harga saham IPO Rp 650 per saham.
Tak hanya itu, DPBA juga menggenggam saham LCGP di atas 5 persen atau setara dengan 312,50 juta saham. Saham LCGP digembok oleh BEI sejak Mei 2019, teranyar emiten ini berpotensi delisting.
Saham LCGP yang tercatat di BEI pada pada 13 Juli 2007, terkunci di level Rp114 per saham. Harga saham IPO LCGP dipatok Rp125 per saham. Alhasil, jika dihitung dengan harga terakhir, DPBA yang menyangkut di saham LCGP sebanyak Rp 35,62 miliar, akan tetapi jika dihitung sesuai harga IPO dana yang dimiliki sebesar Rp 39,06 miliar.
Sementara itu, Dana Pensiun Pertamina terjebak pada saham PT Sugih Energy Tbk (SUGI). Awalnya, pada saat IPO SUGI mematok harga Rp 120 per saham.
Dapen Pertamina menggenggam saham SUGI sebanyak 1,99 miliar saham atau setara dengan 8,05 persen. Saham SUGI terakhir berada di level Rp50 per saham. Dengan begitu, Dapen Pertamina yang menyangkut di saham SUGI sebanyak Rp 99,86 miliar.
Dana Pensiun BUMN Minus Hampir Rp 10 Triliun
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menaruh perhatian besar pada kasus dana pensiun BUMN, dimana 65 persen dapen pada perusahaan-perusahaan pelat merah bermasalah gara-gara dikelola oleh para pensiunan.
"Jangan kita lengah di sana pensiun BUMN, karena seluruh dana pensiun BUMN dikelola oleh masing-masing perusahaan, yang akhirnya kontrol dan konsolidasinya saya takut jadi bom waktu," tegas Erick Thohir dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Senin (13/2/2023).
Pasalnya, salah kelola dana pensiun BUMN membuat kecukupan dananya negatif hingga hampir menyentuh Rp 10 triliun.
"Kalau kita lihat, sudah ada defisit yang cukup besar, Rp 9,8 triliun di tahun 2021. Ini sangat besar, yang terdiri tentu dari mayoritas BUMN yang ada, 35 persen sehat, sisanya belum sehat," jelasnya.
Ke depan, Erick tak ingin perusahaan BUMN hanya berbicara soal pendapatan laba saja, tapi tidak bisa memberi jaminan kepada para pensiunan BUMN untuk mendapat dana pensiun.
"Ini kan kontradiksi. Kita bicara BUMN sehat, tapi begitu mereka pensiun, tidak ada dana pensiun. Ini akan terjadi ledakan 1-2 tahun ke depan kalau kita tidak intervensi hari ini," seru dia.
Terlebih, dia tidak mau ada perusahaan BUMN sakit yang pengelolaan dana pensiunnya juga besar. Padahal, ia menambahkan, sebuah perusahaan pelat merah semustinya sehat, dan manajemen dana pensiunnya bisa lebih sehat.
"Karena itu kita ingin mendorong transform dana pensiun harus dilakukan agar kesejahteraan penerima manfaat dapat terjamin. Karena pensiunan BUMN jumlahnya akan besar juga ke depan. Kita harapkan juga transformasi dana pensiun dapat memberi dampak positif," pintanya.
Advertisement
Tugas Direksi BUMN
Menanggulangi kasus ini, Erick Thohir sudah mengarahkan direktur keuangan dan direktur SDM dari masing-masing BUMN untuk menjalankan uji tuntas dapen, sehingga tidak lagi dikelola murni oleh pensiunan.
Kementerian BUMN juga sudah mengajak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengingatkan, bahwa ini jadi hal yang krusial. Juga, memasukan agenda penyehatan dana pensiun BUMN ke dalam kontrak manajemen.
"Insya Allah kita susun petunjuk teknis di Februari-Maret ini. Sehingga kita punya buku biru pengelolaan dapen yang bener. Karena jangan sampai kembali lagi, investasi dapen ini nanti investasi bodong lagi, muternya di situ-situ aja," pungkas Erick Thohir.