Liputan6.com, Jakarta - Menggambar dan mewarnai adalah satu satu bentuk seni yang kerap diberikan orangtua untuk anak sebagai wadah mengasah kreativitas. Akan tetapi, berkesenian membawa manfaat yang lebih dari itu.
Reti Oktania, seorang psikolog dari The Little Wisdom membagikan beberapa manfaat mengajak anak berkesenian. Manfaat pertama dari membiasakan anak menggambar, misalnya, adalah anak dapat menghargai dirinya sendiri, atau yang disebut sebagai sense of self-respect.
Baca Juga
Advertisement
"Kalau hari ini saya menggambar seperti ini, it’s okay. Besok saya menggambarnya berbeda. Kalau saya kemarin menggambarnya tiga jam, next saya menggambar butuh enam jam, that’s okay, karena kondisimu setiap hari berbeda," ujar Reti dalam acara penutupan HiLo School Poster Drawing Competition 2022, di Jakarta Pusat, Kamis, 9 Maret 2023. Dengan menghargai diri sendiri, anak akan memahami batasan dirinya masing-masing dan meraba kemampuannya sendiri.
Selain itu, anak-anak juga akan merasa dirinya memiliki keunikan masing-masing. Reti menyebutnya sebagai sense of individuality. Ia menyebut sense of individuality penting supaya anak memiliki ketangguhan dan dapat bangkit lebih cepat ketika sedang jatuh.
"Pengalamanku sama pengalaman orang lain bisa jadi berbeda, and that’s okay," ujarnya mendefinisikan kemampuan itu.
Ia menambahkan, "Melalui seni kita mengembangkan itu. Hasil karyaku dan hasil karya orang lain sama-sama baik tapi berbeda.” Lebih lanjut, dengan berkesenian, anak juga bisa lebih mengapresiasi karya orang lain.
Pentingnya Anak Bisa Menggambar Bebas
Salah satu jenis kesenian yang sangat bagus untuk perkembangan anak adalah menggambar bebas atau free drawing. Gambar anak juga akan terus berkembang menyesuaikan umur dan pertumbuhannya.
Tahapan pertama dari menggambar adalah "Scribbling Stage yang dilakukan anak-anak usia 2-4 tahun. Pada tahap ini, anak akan menggambar secara acak namun selalu berulang. Reti menyampaikan apa yang harus dilakukan para orangtua pada masa ini."Tugas kita apa sih? Jangan dikritisi, “Dek, laba-laba kok kakinya tiga?” Gak perlu digituin ya Pak, Bu."
Menurutnya, yang terpenting ialah mengapresiasi dan menanyakan apa yang digambar oleh anak. Ia menambahkan bahwa penting untuk mengajak anak baca buku agar mendapat banyak referensi gambaran.
Pada usia 4-7 tahun, anak-anak memasuki masa Preschematic Stage. Reti mendeskripsikannya sebagai anak yang sudah mulai konsisten dalam gambarnya dan ada skemanya.
"Dia udah mulai konsisten. Kalau gambar orang, pasti sering liat ya, stick man," ungkap psikolog itu. Orangtua juga perlu menggali dari mana ide menggambar hal itu tercetus. "Curious sama apa yang anak bikin, dan prosesnya," ungkap Reti.
Advertisement
Gambar Menyesuaikan Umur
Di usia 7-9 tahun, anak sudah mulai menggambar secara konsisten dan gambarnya memiliki detail yang unik, dalam tahap "Schematic Stage". Hal-hal yang digambar juga menyesuaikan pengalaman mereka.
Reti berujar, "Memaparkan anak terhadap pengalaman real itu penting karena itu yang menjadi bahan bakar dia untuk berkarya." Selain itu, orangtua juga perlu menggali cerita di balik gambar anak di usia ini.
Di usia SD akhir, yakni pada usia 9-12 tahun, anak berada pada fase “Dawning Realism”. "Bukan hanya menuangkan ide dari pengalamannya sehari-hari, ini sudah menjadi wadah kreativitas," ujar Reti.
Pada tahap ini, anak sudah mulai bisa menghasilkan apa yang dia pikirkan yang mungkin belum ditemui sehari-hari. Selain itu, anak juga sudah mulai frustrasi jika gambarnya tidak sesuai harapannya. "Mungkin karena perkembangan emosinya juga semakin kompleks, bukan hanya kemampuan gambarnya saja yang berkembang," jelas Reti.
Ketika anak sedang stres ketika gambarnya tidak sesuai harapan, orangtua perlu melakukan tiga hal yang disebut Reti sebagai “VES”. Itu terdiri dari Validasi, menyebutkan emosi anak, Empati yakni memahami emosi anak, dan Support yakni membantu anak supaya lebih tenang.
Angkat Tema “Misi Menjaga Diri dan Bumi”
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, HiLo School Poster Drawing Competition (HPDC) 2022 tidak meminta peserta anak-anak untuk mewarnai, melainkan menggambar posternya sendiri.
Lisa Arianti, Brand Associate HiLo School mengatakan, "Ini menjadi tahun ke-10 HiLo School menggelar kompetisi menggambar dan tahun ini kami berinovasi dengan mekanisme kompetisi yang berbeda, di mana para peserta dapat menggambar poster berbasis proyek sesuai dengan tema Misi Menjaga Diri dan Bumi."
Adapun definisi berbasis proyek adalah bahwa HiLo School memberikan kebebasan kepada tiap peserta untuk memilih subtema dan menentukan strategi menggambarnya sendiri (free drawing) demi tersampaikannya pesan subtema melalui gambar yang dihasilkan. Bukan sekedar kompetisi menggambar biasa, program ini juga menjadi ajang untuk HiLo School dapat mengedukasi gaya hidup sehat dan hijau kepada peserta.
Hal itu sejalan dengan kampanye Sekolah Sehat dari Kemendikbud-ristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) serta mendukung upaya Sustainable Development Goals (SDGs). Rangkaian roadshow HPDC 2022 berlangsung sejak September hingga Desember 2022 di 187 kota di 28 provinsi di Indonesia dan menjangkau 85.000 anak Indonesia di 270 sekolah untuk tumbuh sehat, cerdas, dan optimal.
Advertisement