Misteri Rp300 Triliun dan 647 Pegawai Kemenkeu Diduga Terlibat TPPU Sejak 2009

Kementerian Keuangan atau Kemenkeu tengah menjadi sorotan usai laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut terjadi dugaan transaksi pencucian uang sebesar Rp300 triliun yang disinyalir melibatkan 647 pegawai medio 2009-2023.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 11 Mar 2023, 09:45 WIB
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD bersiap untuk mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (15/2/2023) (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan atau Kemenkeu tengah menjadi sorotan usai laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut terjadi dugaan transaksi pencucian uang sebesar Rp300 triliun yang disinyalir melibatkan 647 pegawai medio 2009-2023.

“Saya mengumumkan yang terakhir ada transaksi mencurigkan yang terjadi di Kemenkeu berdasarkan informarsi dari PPATK 2009-2023, transaksi mencurigakan sebagi tindak pidana pencucian uang,” kata Menko Polhukam Mahfud Md saat jumpa pers, seperti dikutip Sabtu (11/3/2023).

Mahfud menjelaskan, angka yang besar dan melibatkan ratusan pegawai, diketahui berdasarkan penelusuran aliran dana yang ternyata beranak-pinak.

“Menkopolhukam tidak pernah menyebut orang dengan angka, misal saya korupsi lalu di belakang saya ada istri saya punya emas 2 ton, terus anak saya punya showroom, anak saya lagi punya apa? Nah yang begitu yang diduga tindak pidana pencucian uang (TPPU) karena korupsi saya yang beranak pinak, begitu cara menghitungnya di intelijen keuangan,” jelas Mahfud.

Mahfud menegaskan, hal itu menjadi sebuah masalah dan harus dipersoal. Sebab, menurut Inpres nomer 2 tahun 2017 setiap informasi dugaan pencucian uang yang dikeluarlan PPATK, baik karena permintaan dari instansi yang bersangkutan mau pun inisiatif PPATK karena laporan masyarakat, begitu dikeluarkan harus ada laporannya dari instansi yang bersangkutan.

“Jadi ini menurut Inpres, reportnya apa?” tanya dia.


TPPU Lebih Besar dari Korupsi

Mahfud meluruskan, pencucian uang memang bukan berupa korupsi. Tetapi, hal itu berasal dari TPPU yang jumlahnya lebih besar dari tindakan korupsi itu sendiri.

“Memang tidak ngambil uang negara, bukan ambil uang pajak, mungkin ambil uang pajak, tapi sedikit. Namun pencucian uangnya itu lebih besar dari korupsi,” urai Mahfud.

Mahfud menjelaskan, selama ini pelanggar pencucian uang belum terlalu dikonstruksi dengan kasus pencucian uang meski beleid mengaturnya dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2010 Tentang TPPU. Hanya segelintir dari mereka yang dijerat dengan aturan tersebut.

“Hanya 1,2,3 lah orang dihukum karena TPPU, padahal itu (angka) jauh lebih besar dari korupsi,” singgung dia.


Diteruskan ke Aparat

Mahfud kemudian mengusulkan, saat ada permintaan ke kementerian untuk diselidiki soal TPPU terhadap pegawainya maka langsung saja diteruskan ke aparat penegak hukum (APH) seperti KPK, Kejaksaan dan Polri.

“Saya berpikir kalau sebulan tidak ada ada perkembangan, saya ambil saya pindah karena saling ngambil sendiri tidak bisa, begitu mssuk satu diolah sendiri tidak jalan tidak boleh pindah ke aparat lain itu salah satu penyebab macet,” jelas dia.

Meski begitu tidak menutup kemungkinan, saat sudah ditangani oleh aparat namun belum ada perkembangan maka akan dipindah ke aparati lain. Contoh, saat ditangani kejaksaan belum ada progres maka dapat diambil alih KPK.

“Nanti akan kita panggil sekian lama tidak ada perkembangan? Pindah dari misal Kejaksaan ke KPK, berdasarkan kesepakatan antar pimpiman kalau menunggu undan-undang dibuat kita kesulitan lagi menyelesaikannya,” dia menutup.

Infografis Dugaan Suap di Kantor Pajak. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya