PP Tembakau Bakal Direvisi, Ini yang Dicemaskan Petani

Rencana revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ditentang oleh para petani tembakau.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Mar 2023, 09:13 WIB
Rencana revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ditentang oleh para petani tembakau.(Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Jakarta Rencana revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ditentang oleh para petani tembakau.

Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menilai revisi beleid ini secara langsung menekan mata pencaharian mereka sehingga akan berimbas terhadap berkurangnya pendapatan dan menurunnya kesejahteraan petani tembakau beserta keluarganya.

“Usulan-usulan seperti revisi PP 109/2012 hanya jadi bagian agenda untuk menjauhkan kami dari sawah ladang kami,” ujar Sekjen Dewan Pimpinan Nasional APTI, Mudi pada acara Sarasehan Nasional Ekosistem Pertembakauan dikutip Sabtu (20/3/2023).

Mudi melanjutkan, revisi PP 109/2012 akan mengancam lapangan pekerjaan pada ekosistem pertembakauan dari hulu ke hilir, bukan hanya petani namun juga bagi pekerja.

Ia menjelaskan tekanan terhadap ekosistem industri tembakau yang berlebihan selama ini pada akhirnya petani dan pekerja yang akan merasakan langsung dampaknya.

“Selama ini petani dan para pekerja sudah seperti saudara. Kalau sektor pertembakauan dicubit, petani juga sakit. Kalau pekerja terganggu, dampaknya akan kami rasakan secara langsung,” ujarnya.

Sementara itu, data Badan Pusat Statistik mencatat dalam tiga tahun terakhir, luas areal perkebunan tembakau terus mengalami penurunan. Sampai tahun 2021, luas perkebunan tembakau di seluruh Indonesia tercatat 200 ribu hektar, turun dari 229 ribu hektar (2020) dan 234 ribu hektar (2019).

Ditolak Pekerja Industri Rokok

Di kesempatan yang sama, Pengurus Satuan Tugas Khusus Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM) Jawa Timur Ketut Mujianto juga menolak revisi PP 109/2012.

Menurutnya, revisi PP 109/2012 merupakan aksi mengerdilkan pertembakauan nasional yang menyangkut kepentingan jutaan masyarakat Indonesia. RTMM, lanjut Ketut, akan terus melakukan berbagai langkah untuk melindungi sumber mata pencaharian sebagian besar anggotanya.

“Kami akan selalu memantau pergerakan pemerintah yang mengkerdilkan pertembakauan. Karena revisi PP 109/2012 ini akan menyangkut hajat hidup orang banyak yang terkait pertembakauan,” tegas Ketut.

Sementara itu, Ketua Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto menegaskan pemerintah wajib mempertahankan kedaulatan negara sebagai produsen dan konsumen tembakau. Pemerintah, lanjut Heri, harus mengutamakan kemandirian ekonomi khususnya di sektor tembakau. “Kita negara berdaulat sebagai produsen, konsumen, lantas kemandirian di bidang ekonomi mana? Ini kalau bisa ditolak,” pungkas Heri.

 


PP Tembakau Dinilai Masih Relevan, Tak Ada Alasan Direvisi

Seorang petani memeriksa daun tembakau di perkebunan tembakau di Kuta Cot Glie, provinsi Aceh (6/1/2022). Kementerian Keuangan menaikkan tarif CHT terhitung 1 Januari 2022 rata-rata 12 persen dengan dasar pertimbangan untuk pengendalian konsumsi rokok masyarakat. (AFP/Chaideer Mahyuddin)

Sebelumnya, Sekjen Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Hananto Wibisono berpandangan, agenda merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau masih menuai polemik di masyarakat.

Menurut Hananto, kalau membicarakan tembakau sebenarnya tidak membicarakan lokal, namun ada peran/intervensi yang luar biasa dari lembaga donor luar negeri untuk mengganggu kedaulatan tembakau Nusantara. Ia bilang, Indonesia adalah negara ketiga yang ditarget soal pelarangan tembakau.

"Tiap tahun dana lembaga donor dari luar untuk kampanye anti tembakau sangat besar. Konkritnya, lawan kita itu nggak sembarangan, karena intervensi global yang luar biasa untuk mematikan kelangsungan ekosistem tembakau," kata Hananto dikutip Kamis (9/3/2023).

Sementara, eksosistem tembakau berbasis data Badan Pusat Statistik (BPS). Bahwa berdasarkan data BPS, angka prevalensi perokok sudah turun. Dengan demikian, tidak relevan lagi menggunakan alasan prevalensi perokok untuk mendorong revisi PP 109/2012.

"Data BPS sudah turun menjadi 3,4 persen untuk prevalensi anak, saya tanya apakah tahun depan ada dana kampanye untuk meningkatkan prevalensi anak?," kata Hananto.

Ia menegaskan, apabila PP 109/2012 yang ada saat ini masih bisa digunakan agar dioptimalkan secara maksimal.

"Tinggal sekarang implementasi yang baik, ketegasan atas implementasi itu. Kita sudah punya instrumen hukum kira-kira 300-an peraturan. Sektor tembakau ini sektor yang padat regulasi, kurang apa lagi?," tanyanya. 

Karena itu, posisi AMTI jelas untuk saat ini tidak perlu merevisi PP 109/2012. "Tidak ada alasan yang konkrit kenapa perlu revisi. Jadi, kami tolak revisi PP 109/2012," tegasnya.


Ancam Ekosistem Pertembakauan

Petani Tembakau (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Sementara, pengurus Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM) Jawa Timur, Ketut Mujianto menegaskan wacana rencana revisi PP 109/2012 akan mengerdilkan ekosistem pertembakauan.

"Rencana tersebut pasti kita lawan semaksimal mungkin dan sudah kami buktikan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya," tegasnya.

FSP RTMM Jawa Timur akan menempuh  melalui dua cara. Satu, melalui surat menyurat, birokrasi dan lain sebagainya.

Tapi jika tidak dihiraukan, dipastikan turun ke jalan, baik secara lokal Jawa Timur maupun nasional.

"Kami pastikan dan kami akan laporkan ke pimpinan pusat. Untuk unjuk rasa besar, kami mohon kerjasamanya dari semua stakeholder baik dari petani, buruh, pengusaha dan sebagainya karena akan menyangkut hajat hidup orang banyak di Indonesia," pungkasnya.  


Pelaku Industri Tembakau Minta Perlindungan Pemerintah Pusat

Seorang petani membawa daun tembakau di perkebunan tembakau di San Juan y Martinez, Provinsi Pinar del Rio, Kuba (24/2). Para peserta akan dibawa ke perkebunan tembakau terbaik di Pinar del Rio dan ke pabrik cerutu bersejarah. (AFP Photo/Yamil Lage)

Kontribusi Industri Hasil Tembakau (IHT) sangat signifikan terhadap perekonomian nasional, khususnya Jawa Timur, sehingga sektor ini perlu dilindungi dari regulasi yang dapat memberatkan IHT kedepannya.

Landasannya tidak hanya kepentingan kesehatan semata, tapi aspek ekonomi yang mencakup kesejahteraan tenaga kerja juga harus diperhatikan.

Hal tersebut disampaikan oleh Biro Administrasi Perekonomian Provinsi Jawa Timur Abdul Haris dalam agenda Sarasehan Nasional Ekosistem Pertembakauan di Graha Kadin Jawa Timur, merespon rencana revisi PP 109/2012.

“Potensi pertembakauan di Jawa Timur selama 11 tahun terakhir selalu menjadi kontributor utama di level nasional. Selain kesehatan ada pula kepentingan ekonomi, kita tidak boleh menitikberatkan hanya pada satu sisi,” ujar Abdul Haris ditulis, Kamis (2/3/2023).

Haris berpendapat revisi PP 109/2012 itu tidak perlu dilakukan, apalagi sektor pertembakauan di Jawa Timur memiliki potensi yang besar dalam mendorong pertumbuhan IHT secara nasional dan merupakan salah satu sektor yang menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur.

Luas LahanIa mencatat luas lahan tembakau di Jawa Timur mencapai 51,8 persen dari total luas lahan tembakau nasional. Sementara pada aspek produksi, Jawa Timur menyumbang 49,4 persen terhadap produksi tembakau nasional.

Dari sisi tenaga kerja, lanjut Haris, IHT Jawa Timur menyerap sebanyak 387 ribu pekerja langsung petani tembakau. Sementara jika ditotal dengan buruh tani, serapan tenaga kerja IHT Jawa Timur mencapai 891 ribu. Angka ini setara dengan 40 persen pekerja langsung yang diserap oleh IHT skala nasional.

“Dari sisi penerimaan negara, 2022 kita mencapai target Rp 218 triliun. Ini cukup sebagai legal standing position bahwa pemulihan ekonomi nasional di bidang pertembakauan memberikan sumbangsih yang positif bagi masyarakat luas,” paparnya.  

Infografis Cukai Rokok Naik 10 Persen, Cukai Rokok Elektrik Naik 15 Persen (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya