Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 964 pegawai Kementerian Keuangan dicurigai memiliki transaksi mencurigakan sepanjang tahun 2007 sampai 2023. Dari jumlah tersebut, sebanyak 352 pegawai Kemenkeu mendapatkan hukuman disiplin.
Hal tersebut diungkapkan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Advertisement
Informasi ratusan pegawai Kementerian Keuangan yang dicurigai memiliki transaksi mencurigakan tersebut berasal dari 266 surat yang dikirimkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Itjen Kemenkeu.
“Jumlah pegawai yang disebut dalam surat PPATK adalah 964 pegawai,” kata Awan, Jakarta, Sabtu (11/3/2023).
Awan menjelaskan dari 266 surat yang dikirimkan PPATK, sebanyak 185 surat merupakan permintaan dari Itjen Kementerian Keuangan. Sedangkan sisanya, 81 surat merupakan inisiatif dari PPATK.
Atas surat-surat tersebut, Itjen Kementerian Keuangan telah melakukan sejumla tindak lanjut. Antara lain, 86 surat ditindaklanjuti dengan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket).
Hukuman Disiplin
Kemudian yang ditindaklanjuti menjadi audit investigasi sebanyak 126 kasus. Hasilnya 352 pegawai mendapatkan hukuman disiplin.
“Jumlah kasus 126, dengan hasil rekomendasi hukuman disiplin terhadap 352 pegawai,” kata dia.
Selain itu, sebanyak 31 surat dari PPATK tidak bisa ditindaklanjuti Itjen Kemenkeu. Sebab pegawai yang dimaksud telah pensiun, tidak ada informasi dan bukan pegawai Kemenkeu.
“31 surat tidak dapat ditindaklanjuti karena pegawai pensiun, tidak ada info, atau pegawai non Kemenkeu,” katanya.
Sementara itu yang dilimpahkan dan ditindaklanjuti aparat penegak hukum sebanyak 16 surat.
Awan menjelaskan transaksi janggal yang dilaporkan PPATK bersifat diduga mencurigakan. Sehingga yang dilakukan Itjen berupa penelitian dan pemeriksaan. “Jadi tidak semuanya transaksi bermasalah, misalnya jual rumah ada uang masuk besar. Jadi konteks seperti ini tidak lanjut clear, jadi bukan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang),” kata dia.
KPK Duga 280 Perusahaan Terafiliasi 134 Pegawai, Kemenkeu Ambil Langkah Ini
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku belum menerima daftar 134 pegawai yang ditengarai memiliki saham di 280 perusahaan. Ini terkuak dari laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebelumnya KPK mendalami 280 perusahaan yang terafiliasi 134 pegawai Kemenkeu. Target utamanya perusahaan konsultan pajak karena dinilai berisiko tinggi terhadap adanya konflik kepentingan. Sejauh ini 2 dari 280 perusahaan tersebut merupakan kantor konsultan pajak.
Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo menuturkan Kemenkeu baru akan memeriksa bila berkas dari KPK tersebut sudah diterima.
“Kala ada (datanya) tentu kita akan cek sesuai dengan aturan dan pedoman etik yang berlaku,” kata dia di Kementerian Keuangan Jakarta Pusat, Jumat (10/3).
Pemeriksaan pegawai Kemenkeu ini akan dilakukan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan. Caranya dengan langsung melakukan klarifikasi pada daftar nama yang masuk dalam radar KPK.
Bila nantinya ditemukan pelanggaran seperti adanya konflik kepentingan maka, pegawai yang dimaksud akan dijatuhi hukuman disiplin.
Baik yang dilakukan di perusahaan konsultan pajak atau perusahaan lain yang dimiliki pegawai Kemenkeu. “Kalau ada kesalahan tentu sudah ada aturan yang mengatur hukuman disiplin,” kata dia.
Sebaliknya, jika tidak terjadi konflik kepentingan, maka hal itu tidak perlu dipermasalahkan. Mengingat tidak ada aturan yang melarang Pegawai Negeri Sipil (PNS) memiliki bisnis atau perusahaan.
“Kalau ternyata tidak ada praktek konflik kepentingan tentu itu menjadi hak mereka untuk melakukan usaha,” kata dia.
Sumber: Merdeka.com
Reporter: Anisyah Alfaqir
Advertisement
Dugaan KPK
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggola mengatakan keterlibatan pegawai pajak dengan konsultan pajak dan wajib pajak sangat rentan. Wajib pajak berkepentingan membayar pajak seminimal mungkin.
"Ini kan resikonya orang pajak, dia kan berhubungan dengan wajib pajak. Wajib pajak berkepentingan membayar sesedikit mungkin," kata Pahala di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Kamis (8/3).
Dalam hal ini petugas pajak memiliki kepentingan atas nama negara memungut pajak semaksimal mungkin. Namun di sisi lain petugas pajak berpotensi disuap untuk membuat besaran kewajibannya berkurang.
"Muncul resiko ketika dia ketemu, bahwa yang ini mau sedikit banget, yang ini mau banget, nah resiko itu yang kita bilang," kata dia.
Makanya dalam penyelidikan yang dilakukan KPK terhadap 280 perusahaan terafiliasi pegawai Kemenkeu, fokusnya pada alur korupsi. Bukan harta kekayaan para pegawai pajak yang masuk dalam daftar KPK.
"Resiko itu yang kita bilang kenapa kita cari bukan soal kekayaannya, kita cari korupsinya. Karena itu yang paling mungkin dari hubungan petugas pajak dan wajib pajak yang paling mungkin gratifikasi dan suap," kata dia.
Peran yang Lain
Dia menjelaskan definisi penerimaan terkait jabatan dan wewenang pegawai pajak dalam menetapkan besaran kewajiban yang perlu dibayar wajib pajak.
"Kalau dia ada nerima dari yang wajib pajak, terkait wewenang dia, wewenang dia kan menetapkan, memeriksa itu yang kita cari," kata dia.
Sementara itu terkait peran konsultan pajak dianggap sebagai pihak ketiga. Atas 'jasa' berupa kesepakatan besaran pajak tersebut wajib pajak tidak memberikan imbalan secara langsung.
"Yang terjadi kalau wajib pajak ngasih langsung ke dia kan ada deteksi rekening bank, atau kalau kasih tunai bisa dilihat di sana," kata dia.
"Nah dengan dia berbisnis, buka PT apalagi PT-nya konsultan pajak, ada kemungkinan mengalirkan pembayaran ke PT konsultan pajak baru dari situ dia ngambil," bebernya.
Advertisement