Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) bakal menggelar aksi korporasi pembelian kembali (buyback) saham perseroan dengan dana Rp 905 miliar atau 10 persen dari total modal disetor.
Mengutip keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Sabtu (11/3/2023), Manajemen BNI menjelaskan, rencana buyback disiapkan Perseroan dengan tujuan untuk mengimbangi tekanan jual di pasar saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sedang berfluktuasi.
Advertisement
Selain itu, buyback saham digelar untuk memberikan keyakinan kepada investor bahwa perseroan memandang harga saham saat ini tidak mencerminkan fundamental perseroan yang terus membaik.
Valuasi saham perseroan (Price to Book Value) per 8 Maret 2023 sebesar 1,22 kali, berada di bawah rata-rata 10 tahun yang sebesar 1,40 kali. Kondisi ini mengindikasikan saham perseroan saat ini masih undervalued.
Aksi korporasi tersebut bakal digelar usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Lantaran, aksi buyback saham ini perlu memperhatikan pasal 2 ayat (3) POJK 30/2017 yang mengatur bahwa pembelian kembali saham wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan RUPS serta pasal 17 dan pasal 18 POJK 30/2017 yang mengatur terkait pengalihan saham hasil pembelian kembali.
Sementara itu, perseroan telah melakukan Pemanggilan RUPS Tahunan Tahun Buku 2022 perseroan. RUPS Tahunan Tahun Buku 2022 Perseroan (RUPST) akan diselenggarakan pada 15 Maret 2023.
Kemudian, mata acara Kelima RUPST adalah persetujuan atas rencana pembelian kembali saham (buyback) perseroan dan pengalihan saham hasil buyback yang disimpan sebagai saham treasuri (treasury stock).
Pada penutupan perdagangan saham Jumat, 10 Maret 2023, saham BBNI melemah 1,37 persen ke posisi Rp 9.025 per saham. Saham BBNI dibuka turun 50 poin ke posisi Rp 9.100 per saham. Saham BBNI berada di level tertinggi Rp 9.125 dan terendah Rp 9.000 per saham. Total frekuensi perdagangan 4.792 kali dengan volume perdagangan 389.828 lot saham. Nilai transaksi Rp 352,1 miliar.
BNI Pede Kredit Tetap Tumbuh Tinggi pada 2023, Ini Penyebabnya
Sebelumnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) optimistis dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023. Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar menyampaikan pertumbuhan kredit pada 2023 masih akan tetap sejalan dengan pertumbuhan industri. Kondisi ekonomi di dalam negeri memiliki rapor positif dan telah sejalan dengan arah kebijakan pemerintah untuk terus mengupayakan pertumbuhan tetap positif.
Terlebih, sentimen 2023 cukup baik seiring dengan terkendalinya pandemi dan Bank Indonesia (BI) juga memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi di 2023 masih akan positif di kisaran 4,5 persen hingga 5,3 persen. "Kami di BNI cukup yakin dan optimistis bahwa ekonomi tahun ini akan tetap baik, walaupun memang masih ada beberapa tekanan yang perlu dihadapi terutama dari global" ujar Royke dalam keterangan resmi, Selasa (7/3/2023).
Menurut Royke, koreksi harga di sektor komoditas dan melandainya harga minyak dinilai dapat membantu dalam mengendalikan inflasi.
Selain itu, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter juga dapat mengendalikan suku bunga dan menjaga nilai tukar rupiah, sehingga kondisi ekonomi dapat tetap stabil. Dia juga menekankan, penurunan harga komoditas dapat membuka peluang bagi sektor perbankan untuk meningkatkan pembiayaan.
"Ketika komoditas turun, mereka yang dulu belum memerlukan kredit, sekarang akan membutuhkan kredit. Dulu waktu economic boom mereka pakai uang sendiri, sekarang pasti mereka butuh kredit untuk ekspansi, untuk capital expenditure, dan lain-lain. Hal ini akan sangat berpengaruh positif untuk bank," kata Royke.
Pembiayaan Hilirisasi
Di sisi lain, Royke juga menyambut baik upaya hilirisasi yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut dia, hal ini akan menjadi peluang bagi BNI untuk membiayai hilirisasi dan memperkuat sektor ekonomi dalam negeri. "Memang BNI banyak fokus di ekspor impor, ke depan kami masih optimistis dengan program hilirisasi ini, pertumbuhan ekspor memang luar biasa terutama di nikel dan besi," imbuh dia.
Advertisement
Kejar Target Tekan Emisi Karbon, BNI Dukung Pembiayaan EBT Rp 10,9 Triliun
Sebelumnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI melaporkan portofolio perseroan terkait aktivitas Sustainable Economy hingga saat ini tercatat meningkat hingga melampaui 28,5 persen dari total portofolio kredit BNI.
Sustainable portfolio ini utamanya diberikan untuk kebutuhan pengembangan ekonomi sosial masyarakat melalui pembiayaan segmen kecil sebesar Rp 123,2 triliun, serta energi baru dan terbarukan sebesar Rp 10,9 triliun.
Ini sesuai dengan komitmen BNI mendukung upaya Pemerintah mencapai nol emisi karbon pada tahun 2060. Di mana perekonomian akan tumbuh melalui masa transisi dan akan mengarah pada penggunaan energi baru terbarukan (EBT).
Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar, mengatakan, BNI optimistis bisa meningkatkan porsi Sustainable Portofolio. Optimisme ini tumbuh dengan semakin besarnya kesadaran para pengusaha dalam menerapkan operasional lebih hijau, utamanya melalui penerapan teknologi.
"Portofolio Sustainable Banking kami cukup besar. BNI cukup lama masuk di area ekonomi berkelanjutan ini, dan tahun lalu kita sudah terbitkan green bond pertama di Indonesia," kata Royke.
Royke memaparkan, BNI memperoleh penghimpunan dana dari obligasi berwawasan lingkungan alias Green Bond senilai Rp 5 triliun.
Dana yang diperoleh dari penawaran umum Green Bond tersebut akan digunakan untuk pembiayaan maupun pembiayaan kembali proyek berwawasan lingkungan.
Komitmen perseroan terkait green banking juga salah satunya diwujudkan dalam Sustainable Portofolio yang BNI lakukan untuk sektor-sektor ramah lingkungan.
Dalam rangka mendukung teknologi yang mendukung mendorong ekonomi berkelanjutan, BNI juga terus berinovasi dengan mengembangkan produk Sustainability Linked Loan (SLL) yang dapat digunakan oleh pelaku industri untuk melakukan transisi produksi serta investasi ke proses yang lebih berkelanjutan dan lebih hijau.
Pembiayaan Kendaraan Listrik
Di samping itu, BNI juga memberikan penawaran pembiayaan kendaraan listrik (EV) dengan suku bunga khusus dan persyaratan yang cukup ringan.
Bahkan, BNI juga mempersiapkan infrastruktur ekosistem kendaraan listrik, dengan menjadi bank pertama di Indonesia yang menggunakan skema kerjasama SPKLU Partnership Investor Own Investor Operate (IO2) dari PLN.
Di samping itu, BNI telah berkomitmen melakukan perhitungan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Scope 1, 2 dan 3 sehingga kedepannya dapat menjadi acuan dalam mengukur keberhasilan perseroan dalam upaya menekan emisi karbon.
Pada periode pelaporan 2022, BNI melakukan penyesuaian metodologi perhitungan dalam hal klasifikasi sumber emisi untuk menghitung emisi khususnya scope 3 yang meliputi, perjalanan dinas darat, perjalanan dinas udara, dan emisi pembiayaan dengan mengadopsi metodologi dari PCAF.
Advertisement