Sejarah Kolak yang Jarang Diketahui, dari Takjil hingga Media Dakwah Para Ulama

Kolak merupakan salah satu jenis kuliner yang selalu laris di Bulan Ramadhan, rasanya yang manis sangat cocok bagi lidah masyarakat Indonesia dan menjadi hidangan berbuka puasa.

oleh Marifka Wahyu Hidayat diperbarui 12 Mar 2023, 18:30 WIB
Ilustrasi kolak ubi pisang kolang-kaling./Copyright shutterstock.com

Liputan6.com, Jakarta - Kolak merupakan salah satu jenis kuliner yang selalu laris di Bulan Ramadhan. Rasanya yang manis sangat cocok bagi lidah masyarakat Indonesia dan menjadi hidangan berbuka puasa.

Kuah santan dengan campuran gula merah, menjadi kunci utama makanan ini menjadi kuliner legendaris. Apalagi, jika di dalamnya terdapat biji salak, pisang, singkong, kolang-kaling, sagu mutiara, dan cendol ubi.

Berbagai cara masyarakat dalam menyajikan kolak, yakni dengan menaruh sebuah mangkok berukuran sedang dan hangat. Namun ada juga yang menyajikan secara dingin atau pakai es, sehingga kesegarannya makin terasa nikmat.

Bahkan kolak pernah masuk Rekor Muri dalam rangka HUT ke-14 Kabupeten Seruyan, Kalimantan Tengah. Sebanyak 3,800 porsi kolak pisang kepok dinikmati masyarakat dan pelajar secara gratis.

Hal ini membuktikan, penikmat kolak di Indonsia  sangatlah banyak, sehingga kuliner ini kerap dijadikan sebagai takjil saat berbuka puasa di bulan ramadan.

Namun dibalik rasanya yang manis, ternyata kolak memiliki nilai sejarah yang sangat penting bagi umat muslim di Indonesia. Dahalunya, Kolak sering dijadikan sebagai media dakwah oleh para wali saat melakukan penyebaran ajaran Islam di Indonesia.

Menurut buku Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia karya Fadly Rahman, kolak berasal dari kata "khalik" yang artinya Sang Pencipta. Bahkan kolak kerap dijadikan media dakwah oleh para ulama terdahulu. Filosofi kolak diperoleh dari setiap elemen yang ada di dalamnya.

Mulai dari kata kolak sendiri yang merujuk pada “Khalik”, berarti pencipta. Kemudian isian kolak biasanya menggunakan pisang kepok yang dikaitkan dengan kata “kapok”, dalam Bahasa Jawa berarti jera. Diharapkan kolak menjadi pengingat manusia agar bertobat kepada Allah.

Maka tak salah, jika kuliner yang ini selalu diidentikkan dengan hidangan berbuka saat Ramadhan, karena kolak mengingatkan umat muslim untuk bertobat kepada Allah.

 

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya