Liputan6.com, Banjarmasin - Menjamurnya Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) serta Anak Jalanan (Anjal) di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan menjadi tantangan bagi pemerintah untuk menekan laju pertumbuhannya. Hal ini dengan menerapkan Perda Nomor 12 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Perda Nomor 20 Tahun 2013 tentang penangan Gepeng serta Tuna Susila.
Menjelang bulan suci Ramadan 1444 Hijiriah, menjadi momentum untuk mensosialisasikan perda tersebut. Hingga saat ini telah dilaksanakan sosialisasi secara langsung dan masif di beberapa titik yakni pada tanggal 1 Maret 2023 dan tanggal 7 Maret 2023.
Penerapan Perda tersebut turut mengajak partisipasi masyarakat untuk bersama-sama peduli dan mendidik (edukasi) atas maraknya Gepeng dan Anjal di sejumlah titik di Kota Banjarmasin. Sekaligus menyebutkan jika ada sanksi denda bagi masyarakat yang memberikan uang.
Baca Juga
Advertisement
Kepala Satpol PP Kota Banjarmasin, Ahmad Muzaiyin bersama jajaran mensosialisasikan Perda Nomor 12 Tahun 2014 tersebut dengan simpatik di Simpang Empat jalan S. Parman pada Rabu (1/3/2023) silam. Bentangkan spanduk serta membagikan bunga kepada pengguna jalan yang melintas.
“Kemarin itu kita melaksanakan sosialisasi secara langsung ke masyarakat pengguna jalan terkait dengan Perda penanganan gepeng serta tuna susila yang di dalam perdanya itu di pasal 20 menyatakan bahwa barang siapa yang melanggar dalam hal ini terkait dengan memberi kepada yang tersebut tadi akan bisa dikenakan denda sebesar Rp100.000,” kata Ahmad Muzaiyin.
Bentangan spanduk tertulis jelas muatan pasal dalam Perda Nomor 12 Tahun 2014 agar masyarakat benar-benar dapat memahami. Sosialisasi juga dilakukan dengan humanis.
Selain spanduk, juga dilakukan pembagian brosur terkait isi larangan, kemudian juga membagikan bunga. Hal itu dicoba sebagai pemikat agar simpati warga pengguna jalan tercipta.
“Kita lakukan sosialisasi ini supaya penanganan gepeng, termasuk juga pengamen yang semakin hari cukup ramai di Kota Banjarmasin, ini bisa kita tangani secara bersama-sama tidak hanya dari pemerintah,” lanjut Muzaiyin.
Ajakan kepada masyarakat agar turut berpartisipasi untuk penerapan perda, sehingga masyarakat diminta untuk tidak memberikan uang kepada mereka. Dengan demikian warga yang melakukan pemberian uang dapat dikenakan denda.
Pemerintah kerap melakukan penertiban dan pembinaan, serta bekerja sama dengan dinas sosial, dan sudah berkali-kali, namun di sisi lain mereka tetap kembali ke jalanan. Di dinas sosial sendiri juga telah dilakukan pembinaan dan pelatihan tetapi hasilnya mereka kembali ke jalanan.
“Kemungkinan mereka kembali ke jalan karena pendapatan kegiatannya lebih mudah, ini yang menjadi catatan kita sehingga kita berupaya karena di dalam Perda itu sendiri menyebutkan larangan memberi, kita ini minta bantu warga masyarakat khususnya pengguna jalan yang berada di persimpangan-pertimbangan untuk tidak memberi,” tegas Kasatpol PP Banjarmasin itu.
“Perlu kita ketahui bersama, mereka tumbuh subur kembali ke jalan karena ada yang memberi bukan berarti pemerintah kota khusus melarang orang bersedekah, kami memahami itu nilai Rp. 1.000, 2.000 mungkin seberapa tetapi dikalikan banyak sehingga pendapatan ini cukup menggiurkan,” lanjutnya.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Mentalitas Warga
Sementara itu, Antropolog Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah menyebutkan perkara yang tengah digencarkan oleh Pemerintah Kota Banjarmasin ini sebagai perkara mentalitas. Menurutnya ini seolah-olah beroposisi biner, sebuah sistem yang berusaha membagi dalam dua klasifikasi yang berhubungan secara struktural.
Ada mentalitas yang memberi tapi pada saat bersamaan di masyarakat ada mentalitas yang berharap uluran tangan artinya menerima sedekah. Dua kutub ini saling berbelit, sehingga muncullah gelandangan dan pengemis.
“Persoalannya adalah semakin banyak memberi ternyata semakin banyak para gelandangan yang datang, ini kan namanya memberi pada dasarnya diharapkan itu adalah menolong orang yang dalam kesusahan tetapi dalam prakteknya memberi itu ternyata menyuburkan sikap menengadahkan tangan untuk mendapatkan bantuan,” ujar Nasrullah.
Kemudian pengemis juga ada yang dari luar pulau, yang ternyata pendapatan mengemis di Banjarmasin itu menjanjikan. Keterkaitan dengan perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) juga disebutkan hal yang memungkinkan bertambahnya para pengemis.
Penerapan Perda itu disebutkan juga perlu sosialisasi yang lebih besar, sehingga para pengemis dan para pemberi, yang bersedekah ini pun saling memahami. Sehingga pemahaman bersedekah itu bukan berarti dilarang.
“Kalau kita memberi sesuatu kepada orang yang kemudian justru mengajarkan orang untuk memberi untuk selalu meminta maka itu bukan berarti pemberdayaan masyarakat,” ujarnya.
Perda itu sebagai media edukatif, artinya mengedukasi kepada orang-orang yang terbiasa meminta dan kedua kepada orang-orang yang suka memberi agar tepat sasaran.
Langkah sosialisasi seperti yang telah dilakukan oleh pihak Satpol PP itu perlu dilakukan besar-besaran lagi. Termasuk dengan cara lainnya seperti kampanye melalui baliho, ataupun dalam pertemuan-pertemuan umum atau bahkan pertemuan keagamaan dalam khotbah-khotbah.
Advertisement