PP Tembakau Bakal Direvisi, Siapa yang Diuntungkan?

Muncul ragam penolakan revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Mar 2023, 11:15 WIB
Ilustrasi tembakau. Foto: (Ade Nasihudin/Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta Dinilai merugikan ekosistem pertembakauan nasional dari hulu ke hilir, Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun dengan tegas menolak revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Ia melihat revisi ini hanya akan merugikan ekosistem Industri Hasil Tembakau (IHT).

“Dalam PP 109/2012 banyak aspek yang merugikan ekosistem pertembakauan seperti petani dan pedagang. Kalau mau diubah PP ini arahnya harus menguntungkan pihak yang berkepentingan dengan tembakau," ujar Misbakhun dalam agenda Sarasehan Nasional Ekosistem Pertembakauan dikutip Senin (13/3/2023).

Misbakhun juga mengatakan revisi PP 109/2012 merupakan wujud nyata ketidakadilan pemerintah terhadap IHT. Nyatanya, industri ini dari hulu ke hilir memberikan kontribusi yang besar bagi negara mulai dari cukai hasil tembakau hingga serapan tenaga kerja yang jumlahnya mencapai jutaan.

“Sumbangsih IHT kepada negara ini tidak kecil, berapa ratus triliun disumbangkan setiap tahun. Kalau industri yang seperti ini tidak diperhatikan pemerintah maka yang terjadi adalah ketidakadilan,” paparnya.

Tak Cuma Soal Kesehatan

Menurutnya, urusan tembakau tidak hanya soal kesehatan, tetapi banyak aspek lain yang menyangkut kepentingan hidup jutaan masyarakat Indonesia. Ia mendorong agar pemerintah memperhatikan seluruh aspek dalam menyusun kebijakan soal tembakau.

“Silakan bicara aspek kesehatan dalam rokok, tetapi yang mesti dipahami adalah dalam rokok ada aspek lain di luar kesehatan. Ada mata rantai mulai dari pertanian sampai pabrik, di antara petani dan pabrik ada pedagang, ke konsumen ada pedagang, ini jadi ekosistem sendiri,” jelas Misbakhun.

Misbakhun menduga usulan revisi PP 109/2012 merupakan agenda dari kepentingan-kepentingan asing untuk mengintervensi regulasi nasional guna melemahkan kekuatan dan kedaulatan negara.

"Rencana revisi PP 109/2012 ini mengakomodasi kepentingan asing. Apa tujuan dari agenda-agenda asing ini? Agenda ini dibuat untuk melemahkan kekuatan dan kedaulatan negara kita," sambung Misbakhun.

 


Intervensi Terhadap Regulasi IHT

Ratusan buruh Indonesia bekerja di pabrik tembakau memproduksi rokok kretek di Malang Jawa Timur, (24/6/2010). (AFP/AMAN RAHMAN)

Di kesempatan yang sama, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan juga mengisyaratkan bahwa intervensi terhadap regulasi IHT semakin besar.

Menurutnya, intervensi tersebut tidak hanya menekan melalui rencana revisi PP 109/201, melainkan juga melalui regulasi-regulasi IHT lainnya. Imbasnya, ekosistem IHT bakal makin tertekan dan justru kontraproduktif dengan target-target pemerintah.

"Isi draf revisi PP 109/2012 berisi pelarangan yang semakin restriktif terhadap IHT. Padahal, IHT adalah industri yang legal di tanah air," kata Henry.

Henry menjelaskan saat ini ada lebih dari 446 regulasi yang mengatur IHT mulai dari level pemerintah pusat hingga pemerintah daerah.

Banyak Regulasi

Dari total regulasi tersebut hampir 90 persen atau setara 400 regulasi mengatur pembatasan konsumsi alias tobacco control, 41 regulasi atau 9 persen mengatur soal cukai hasil tembakau, dan hanya ada 5 regulasi yang mengatur ekonomi dan kesejahteraan. Dari 400 regulasi terkait tobacco control, 343 aturan diterbitkan pemerintah daerah soal Kawasan Tanpa Rokok (KTR) selama 10 tahun terakhir.

"Usulan merevisi PP 109/2012 berpotensi menimbulkan dampak buruk kepada ekonomi petani, pekerja, dan ekosistem IHT. PP 109/2012 saat ini masih relevan, sehingga implementasinya yang perlu diitngkatkan dan diperbaiki lagi saja," pungkas Henry.


PP Tembakau Dinilai Masih Relevan, Tak Ada Alasan Direvisi

Petani Tembakau (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Sekjen Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Hananto Wibisono berpandangan, agenda merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau masih menuai polemik di masyarakat.

Menurut Hananto, kalau membicarakan tembakau sebenarnya tidak membicarakan lokal, namun ada peran/intervensi yang luar biasa dari lembaga donor luar negeri untuk mengganggu kedaulatan tembakau Nusantara. Ia bilang, Indonesia adalah negara ketiga yang ditarget soal pelarangan tembakau.

"Tiap tahun dana lembaga donor dari luar untuk kampanye anti tembakau sangat besar. Konkritnya, lawan kita itu nggak sembarangan, karena intervensi global yang luar biasa untuk mematikan kelangsungan ekosistem tembakau," kata Hananto dikutip Kamis (9/3/2023).

Sementara, eksosistem tembakau berbasis data Badan Pusat Statistik (BPS). Bahwa berdasarkan data BPS, angka prevalensi perokok sudah turun. Dengan demikian, tidak relevan lagi menggunakan alasan prevalensi perokok untuk mendorong revisi PP 109/2012.

"Data BPS sudah turun menjadi 3,4 persen untuk prevalensi anak, saya tanya apakah tahun depan ada dana kampanye untuk meningkatkan prevalensi anak?," kata Hananto.

Ia menegaskan, apabila PP 109/2012 yang ada saat ini masih bisa digunakan agar dioptimalkan secara maksimal.

"Tinggal sekarang implementasi yang baik, ketegasan atas implementasi itu. Kita sudah punya instrumen hukum kira-kira 300-an peraturan. Sektor tembakau ini sektor yang padat regulasi, kurang apa lagi?," tanyanya. 

Karena itu, posisi AMTI jelas untuk saat ini tidak perlu merevisi PP 109/2012. "Tidak ada alasan yang konkrit kenapa perlu revisi. Jadi, kami tolak revisi PP 109/2012," tegasnya.


Ancam Ekosistem Pertembakauan

Para petani tembakau di lahan perkebunan mereka di Desa Jatiguwi, Kabupaten Malang (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Sementara, pengurus Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM) Jawa Timur, Ketut Mujianto menegaskan wacana rencana revisi PP 109/2012 akan mengerdilkan ekosistem pertembakauan.

"Rencana tersebut pasti kita lawan semaksimal mungkin dan sudah kami buktikan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya," tegasnya.

FSP RTMM Jawa Timur akan menempuh  melalui dua cara. Satu, melalui surat menyurat, birokrasi dan lain sebagainya.

Tapi jika tidak dihiraukan, dipastikan turun ke jalan, baik secara lokal Jawa Timur maupun nasional.

"Kami pastikan dan kami akan laporkan ke pimpinan pusat. Untuk unjuk rasa besar, kami mohon kerjasamanya dari semua stakeholder baik dari petani, buruh, pengusaha dan sebagainya karena akan menyangkut hajat hidup orang banyak di Indonesia," pungkasnya.  

(Liputan6.com / Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya