Liputan6.com, Bali - Tak lama lagi, masyarakat Hindu akan merayakan Hari Raya Nyepi. Menjelang perayaan Tahun Baru Saka tersebut, masyarakat Hindu di berbagai daerah akan melakukan tradisi pawai atau arak-arakan ogoh-ogoh.
Ogoh-ogoh merupakan boneka raksasa yang diarak keliling desa. Pawai ini biasanya dilakukan pada malam menjelang Hari Raya Nyepi, yakni saat ngerupukan atau upacara pembersihan.
Arak-arakan tersebut diiringi gamelan Bali yang disebut Bleganjur. Usai diarak, ogoh-ogoh kemudian dibakar.
Mengutip dari beberapa sumber, 'ogoh-ogoh' berasal dari sebutan 'ogah-ogah' yang dalam bahasa Bali berarti digoyang-goyangkan. Sebenarnya, ogoh-ogoh tidak memiliki hubungan langsung dengan upacara Hari Raya Nyepi.
Baca Juga
Advertisement
Namun, sejak presiden memutuskan Hari Raya Nyepi sebagai hari libur nasional pada 1983, ogoh-ogoh menjadi bagian perayaan menjelang Hari Raya Nyepi. Ogoh-ogoh menampilkan patung Bhuta Kala yang diarak keliling desa.
Awalnya, arak-arakan dilakukan di sejumlah tempat di Denpasar. Namun, setelah mengikuti Pesta Kesenian Bali ke XII, pawai ogoh-ogoh semakin menyebar ke sejumlah tempat, termasuk di beberapa kola lain.
Ogoh-ogoh juga merupakan karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran Hindu, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (bhu) alam semesta dan (kala) waktu yang tidak terukur dan terbantahkan.
Bhuta Kala identik dengan kekuatan negatif yang memiliki sifat mengganggu kehidupan manusia.Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk patung berupa sosok besar dan menakutkan yang biasanya berwujud raksasa.
Selain itu, ogoh-ogoh juga diwujudkan sebagai makhluk yang hidup di mayapada, surga, dan neraka. Wujud ogoh-ogoh bisa menyerupai banyak hal, mulai dari naga, gajah, atau widyadari (bidadari).
Sementara itu, dalam perkembangannya, ogoh-ogoh mulai dibentuk menyerupai publik figur, seperti pemimpin dunia, artis, bahkan penjahat. Ogoh-ogoh ini dibuat dari bubur kertas, bahan pelekat, dan bambu. Pawai ogoh-ogoh di berbagai kota pun kini tak hanya dilakukan di malam hari.
Para cendekiawan Hindu Dharma mengambil kesimpulan, ogoh-ogoh melambangkan keinsafan manusia akan kekuatan alam semesta. Kekuatan tersebut terbagi menjadi dua, yaitu kekuatan bhuana agung dan kekuatan bhuana alit.
Kekuatan bhuana agung merupakan kakuatan alam raya, sedangkan kekuatan bhuana alit merupakan kekuatan dalam diri manusia. Dua kekuatan tersebut dapat digunakan untuk menghancurkan dunia atau membuat dunia semakin indah.
Kini, arak-arakan ogoh-ogoh tak hanya dilakukan di Bali, melainkan juga di kota-kota lainnya, salah satunya Jakarta. Bahkan, untuk menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1945, umat Hindu dari Lembaga Kesenian Saraswati menggelar Pawai Ogoh-ogoh di kawasan CFD Bundaran HI, Minggu (12/3/2023).
(Resla Aknaita Chak)