Liputan6.com, Washington, DC - Kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) menimbulkan pertanyaan terkait dampaknya ke ekonomi AS. Kegagalan bank tersebut disebut sebagai yang terparah kedua dalam sejarah AS setelah tutupnya Washington Mutual saat krisis finansial 2008.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memberi kabar bahwa runtuhnya bank tersebut tidak akan memberikan efek ke ekonomi negaranya.
Baca Juga
Advertisement
Dilaporkan VOA Indonesia, Selasa (14/3/2023), Biden mengatakan tindakan cepat pemerintahannya pada akhir minggu memberi warga Amerika kepercayaan bahwa sistem perbankan AS aman. Biden menambahkan bahwa dia juga akan meminta Kongres dan para regulator untuk memperkuat peraturan perbankan.
“Warga Amerika bisa mempercayai bahwa sistem perbankan aman. Deposito kalian tersedia di sana kalau kalian membutuhkannya," ujar Joe Biden.
Pada Minggu, regulator AS bertindak setelah SVB ambruk, kegagalan bank terbesar sejak 2008, ketika sejumlah besar nasabah menarik tabungan mereka karena bank menderita kerugian akibat kinerja buruk portofolio surat-surat berharganya.
Nasabah SVB akan punya akses ke deposito mereka mulai Senin, dan regulator telah membentuk fasilitas baru untuk memberi bank akses ke dana darurat.
Bank sentral Amerika, the Fed, juga melonggarkan prosedurnya guna memungkinkan bank-bank meminjam dari cadangan dana darurat.
Peraturan itu, yang diberlakukan pasca krisis finansial pada 2008 akibat pemberian kredit rumah secara agresif, akan disoroti dalam hari-hari mendatang. Sebagian peraturan itu dihapus pada 2018 ketika Presiden Trump menjabat.
Perubahan pada UU Dodd-Frank yang didesakkan oleh fraksi Republik, menaikkan ambang di mana bank berisiko dan diawasi lebih ketat. Ambang ini naik dari $50 miliar menjadi $250 miliar. Silicon Valley Bank memiliki aset $209 miliar pada akhir tahun lalu.
Biden, dari Partai Demokrat, menghadapi Kongres yang terbagi setelah fraksi Republik mengambil alih DPR pada Januari lalu. Jadi, pemberlakuan peraturan perbankan yang baru, mungkin akan sulit.
Rupiah Loyo Lawan Dolar AS, Imbas Silicon Valley Bank Bangkrut
Ekspektasi pasar akan penundaan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed membuat Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada awal perdagangan Selasa merosot.
Nilai tukar rupiah pada Selasa pagi dibuka menurun 28 poin atau 0,19 persen ke posisi 15.405 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.377 per dolar AS.
"Harapan pelaku pasar akan penundaan kenaikan bunga The Fed bulan Maret nanti akibat rontoknya SVB (Silicon Valley Bank) dan Signature Bank di Amerika Serikat," kata analis Bank Woori Saudara Rully Nova dikutip dari Antara, Selasa (14/3/2023).
Otoritas California menutup SVB pada Jumat (10/3) setelah pemberi pinjaman yang berfokus pada perusahaan rintisan teknologi itu melaporkan kerugian besar dari penjualan sekuritas, memicu penurunan simpanan bank. Keruntuhan SVB adalah kegagalan bank terbesar sejak runtuhnya asosiasi simpan pinjam AS Washington Mutual pada tahun 2008.
Signature Bank yang berbasis di New York, pemberi pinjaman utama dalam industri kripto, ditutup pada Minggu (12/3/2023) oleh regulator karena "pengecualian risiko sistemik serupa", Departemen Keuangan AS, Federal Reserve, dan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) mengatakan dalam pernyataan bersama.
The Fed pada Minggu (12/3/2023) mengumumkan program pinjaman darurat baru untuk meningkatkan kapasitas sistem perbankan.
Advertisement
Gubernur Bank Indonesia
Runtuhnya SVB membuat investor berspekulasi bahwa Fed sekarang akan enggan mengguncang perahu dengan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin bulan ini, dengan sorotan kuat pada data inflasi Selasa (14/3/2023).
Pasar sekarang memperkirakan peluang hampir 18 persen dari Fed mempertahankan suku bunga saat ini dan peluang 82 persen untuk kenaikan 25 basis poin. Sebaliknya, pasar memperkirakan peluang 70 persen untuk kenaikan 50 basis poin sebelum SVB runtuh.
Rully mengatakan pasar menunggu dan mencermati data inflasi AS yang akan dirilis dalam pekan ini. Mengacu pada data inflasi bulan-bulan sebelumnya dengan tren penurunan namun dengan kecepatan penurunan yang lambat, diperkirakan inflasi Februari AS sebesar 6,2 persen.
Sementara dari faktor internal, pelaku pasar menantikan arah kebijakan Bank Indonesia (BI) melalui hasil Rapat Dewan Gubernur BI dalam pekan ini.
Rully memproyeksikan rupiah bergerak pada kisaran 15.275 per dolar AS hingga 15.375 per dolar AS.
Pada Senin (13/3) rupiah ditutup naik 74 poin atau 0,48 persen ke posisi 15.377 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.450 per dolar AS.
Elon Musk Tertarik Beli Silicon Valley Bank
Bos Twitter Elon Musk mengungkap, dirinya terbuka akan ide membeli Silicon Valley Bank yang baru saja mengumumkan bangkrut.
Mantan orang terkaya di dunia dan juga CEO Tesla dan SpaceX itu mengungkap, dirinya sedang mempertimbangkan Twitter sebagai bank digital.
Adapun cuitan Elon Musk itu menanggapai kicauan dari CEO Razer, Min-Liang Tan, yang mengatakan "Saya pikir Twitter harus membeli Silicon Valley Bank dan menjadi bank digital."
"Saya terbuka akan ide tersebut," jawab Elon. Diketahui, dampak ditutupnya Silicon Valley Bank (SVB) ini ternyata berdampak besar ke seluruh dunia.
Sejumlah CEO dan petinggi perusahaan teknologi dan finansial pun melontarkan dukungan rencana Elon Musk tersebut.
“Saya pikir Twitter dapat menggunakan keuangan,” ujar Head of Branding Swedish Fintech firm Bokio, Mikael Pawlo, dalam cuitan pada Jumat pekan ini.
"Akan sangat masuk akal bagi seluruh ekosistem Elon Musk untuk membeli Silicon Valley Bank dan juga dapat menciptakan model bisnis layak untuk Twitter di masa mendatang,” tulis Pawlo.
"Kesempatan yang luar biasa,” cuit CEO HouseHack, Kevin Paffrath.
Bila memang Elon Musk beli Silicon Valley Bank, maka ini dapat menjadi jalan miliarder tersebut mewujudkan ambisinya untuk mengubah platform miliknya menjadi aplikasi besar bernama X.
Elon Musk pernah menyebutkan, dirinya berniat untuk membuat sebuah super apps yang nantinya akan menawarkan layanan keuangan dan lainnya.
Advertisement