Liputan6.com, Jakarta - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyebutkan, Gunung Merapi meluncurkan 60 kali awan panas guguran sejak Sabtu, 11 Maret 2023. Situasi itu dikabarkan membuat sebanyak 12 jenis mamalia penghuni Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) terancam eksistensinya.
Informasi itu berdasarkan hasil penelitian mahasiswa program studi doktor Ilmu Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Nurpana Sulaksono. TNGM termasuk merupakan salah satu habitat satwa asli pegunungan Jawa yang terancam keberadaannya akibat gangguan manusia dan gangguan alam karena lokasinya berada di area gunung api paling aktif di Indonesia dan dikelilingi pemukiman padat penduduk.
Advertisement
"Gangguan alam yang mengganggu keberadaan satwa liar di area Merapi berupa bencana erupsi yang terjadi secara periodik. Sementara gangguan dari aktivitas manusia berupa kegiatan perumputan, penambangan dan wisata," tulis penelitian Nurpana yang dikutip dari laman resmi UGM, Senin, 13 Maret 2023.
Nurpana Sulaksono, menyebutkan ada 12 jenis hewan mamalia berukuran besar hingga sedang yang tinggal di area tersebut. Hewan-hewan itu adalah monyet, kijang, landak, garangan, babi hutan, trenggiling, lutung, kucing hutan, lutung, biul, rase, dan tupai terbang.
"Dari 12 jenis mamalia, 10 diantaranya jenis mamalia darat. Yang paling banyak itu adalah monyet ekor panjang, kijang, landak dan luwak," kata Nurpana Sulaksono dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor di Fakultas Kehutanan UGM, Senin, 13 Maret 2023.
Dalam penelitian disertasinya yang berjudul Respon Mamalia Darat Ukuran Sedang-Besar pada Berbagai Tipe Gangguan di Lanskap Taman Nasional Gunung Merapi, Nurpana mengatakan mamalia dengan ukuran sedang dan besar seperti monyet dan lutung cenderung menghindar dan menjauhi area yang dekat dengan gangguan baik pemukiman maupun penambangan.
Habitat Polulasi Mamalia
"Satwa itu cenderung berada di area tutupan rapat dan menjauh dari area pemukiman dan penambangan, mereka lebih suka pada lahan yang agak tinggi," jelasnya.
Soal ketersediaan habitat populasi mamalia di Taman Nasional Gunung Merapi sekarang ini, Nurpana menyebutkan habitat paling luas dimiliki oleh kucing hutan yang menempati area seluas 5.000 hektare baik di dalam maupun luar TNGM. Lalu diikuti luwak 4.700 hektare, dan kijang menempati area 3.000 hektare baik di luar maupun di dalam kawasan taman nasional.
Meski begitu, kondisi habitat kijang saat ini terjadi fragmentasi akibat erupsi dan adanya aktivitas pemukiman penduduk. Lokasi habitat tersebut berada di utara dan selatan gunung Merapi.
Habitat yang paling tinggi terjadi pada habitat yang terdampak akibat gangguan aktivitas penambangan. Habitat dengan tingkat gangguan tinggi cenderung direspons dengan kekayaan jenis dan keragaman jenis mamalia yang rendah. Pada habitat yang tidak terganggu justru cenderung punya kekayaan tinggi tapi memiliki tingkat keragaman mamalia paling rendah akibat adanya dominasi beberapa jenis satwa tertentu.
Selain itu, diperlukan pengaturan waktu aktivitas pengambilan rumput oleh masyarakat. "Pengaturan dilakukan untuk mencegah gangguan tidak melebihi ambang batas toleran yang bisa berdampak langsung dan tidak langsung terhadap satwa liar khususnya mamalia," terangnya.
Advertisement
Antisipasi Erupsi
Yang tidak kalah lebih penting, diperlukan pengamanan kawasan untuk mencegah aksi perburuan, melakukan pengaturan dan penertiban terhadap aktivitas penggalian batu dan pasir untuk mencegah terjadinya fragmentasi habitat. "Pengambilan material batu dan pasir yang tidak terkendali bisa menyebabkan terputusnya konektivitas antar habitat," tutupnya.
Untuk mengantisipasi erupsi Gunung Merapi dengan skala yang besar, Pemkab Sleman DIY telah menyiapkan skenario mitigasi bencana. Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo, Selasa (14/3/2023) mengatakan, pihaknya selalu mematuhi rekomendasi dari BPPTKG jarak aman di wilayah selatan radius 5 kilometer dan barat di 7 kilometer.
"Kami tidak bisa menyepelekan alam, meskipun saat ini sesuai rekomendasi dari BPPTKG jarak aman di wilayah selatan 5 kilometer dan barat di tujuh kilometer. Tapi jika memang statusnya meningkat, sudah kita siapkan skenarionya," ucapnya, melansir kanal Regional Liputan6.com, Selasa (14/3/2023).
Kustini juga mengatakan, yang menjadi prioritas dalam skenario mitigasi tersebut adalah dengan mengevakuasi warga yang berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi. Saat ini, terdapat tujuh kelurahan yang berada di wilayah KRB III, seperti Kepuharjo, Umbulharjo, Glagaharjo, Hargobinangun, Purwobinangun, Girikerto, dan Wonokerto.
"Prioritas evakuasi kelompok rentan seperti lansia, anak-anak, difabel, ibu hamil dan ibu menyusui," katanya.
Awan Panas Merapi
Mengenai kondisi terkini Gunung Merapi, ia meminta masyarakat agar tetap tenang dan selalu waspada. "Kami pantau terus pengamatan dari BPPTKG seperti apa. Yang penting saat ini tetap tenang dan waspada. Jangan sampai ada yang beraktivitas dari zona berbahaya yang sudah ditetapkan dan hindari sementara wilayah sungai," tuturnya.
Bupati Magelang Zaenal Arifin juga mengimbau warganya untuk meningkatkan kewaspadaan dan menjauhi puncak gunung tersebut. Zaenal menyampaikan, beberapa waktu lalu telah terjadi guguran awan panas pada puncak Gunung Merapi kurang lebih sejauh 1,5 kilometer yang terjadi beberapa kali.
Sesuai dengan rekomendasi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) masyarakat yang beraktivitas di seputar TNGM, tidak beraktivitas di lokasi tersebut untuk sementara waktu, menghindari tempat-tempat yang bahaya.
"Semoga tidak ada lanjutannya (guguran Gunung Merapi) cukup sampai di sini. Kalau memang ada lanjutannya, kita harus prepare dan hati-hati," harapnya, Senin malam, 13 Maret 2023. Zaenal juga meminta agar jajaran TNI, Polri, Pemkab Magelang untuk selalu menyiapkan segala sesuatunya.
Advertisement