Liputan6.com, Jakarta - Merapi tak pernah ingkar janji, Sabtu (11/3/2023), Gunung Merapi meluncurkan awan panas guguran ke arah Kali Krasak. Saat itu waktu menunjukkan pukul 12.12 WIB, sebelumnya warga mendengar suara gemuruh dari puncak Merapi, lalu keluar asap putih ke atas sangat tinggi.
Advertisement
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) langsung mengimbau warga untuk menjauh dalam radius 7 kilometer dari puncak Gunung Merapi di alur Kali Bebeng dan Krasak.
Berdasarkan pengamatan pada Sabtu (11/3/2023) mulai pukul 06.00-12.00 WIB, BPPTKG mencatat satu kali guguran lava keluar dari Gunung Merapi dengan jarak luncur maksimal 1.500 meter ke arah barat daya.
Selama periode itu, Gunung Merapi juga tercatat mengalami sembilan kali gempa guguran, satu kali gempa fase banyak, dan 19 kali gempa vulkanik dalam.
Imbasnya dua desa di Kabupaten Boyolali, yakni Klakah dan Tlogolele di Kecamatan Selo diguyur hujan abu yang cukup tebal.
Hujan abu dampak dari erupsi Gunung Merapi mulai turun di wilayah Desa Klakah terjadi sekitar pukul 12.40 WIB. Abu itu, terbawa angin menuju ke wilayah Klakah. Meski situasi masih terkendali, warga diminta tetap waspada.
Hujan abu yang mengguyur di wilayah Klakah lumayan tebal dan abu cukup merata serta warga juga sebagian sudah mengenakan masker untuk mengantisipasi abu vulkanik dampak erupsi.
Sementara itu, Kepala Desa Tlogolele Selo L. Ngadi mengatakan terjadi erupsi Merapi terdengar dari Desa Tlogolele sekitar pukul 12.15 WIB. Tlogolele sekitar 30 menit kemudian terjadi hujan abu cukup pekat.
"Kami dampak hujan abu di Desa Tlogolele kini sedang membagikan masker untuk antisipasi terjadi infeksi saluran pernafasan untuk warga," katanya.
Hujan abu akibat awan panas guguran Gunung Merapi, Sabtu, meluas hingga wilayah Kota Magelang dan Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Temanggung Toifur Hadi di Temanggung, menyampaikan hujan abu tipis dari Gunung Merapi telah mengguyur sebagian wilayah di Kabupaten Temanggung.
Toifur menyebutkan sejumlah wilayah yang terdampak hujan abu Merapi, antara lain Kecamatan Kranggan, Selopampang, Tlogomulyo, Temanggung, Bulu, dan Parakan.
"Meskipun hujan abu relatif tipis, kami membagikan masker kepada masyarakat, terutama para pengendara untuk melindungi pernapasan, antara lain dilakukan di Pertigaan Kranggan dan Perempatan Kowangan," katanya.
Sementara itu berdasarkan laporan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyebutkan bahwa potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awan panas pada sektor selatan-barat daya meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 kilometer, Sungai Bedog, Krasak, Bebeng sejauh maksimal 7 kilometer.
Pada sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 kilometer dan Sungai Gendol 5 kilometer. Sedangkan lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 kilometer dari puncak.
Guna mengantisipasi potensi bahaya erupsi Gunung Merapi, maka masyarakat diimbau agar tidak melakukan kegiatan apapun di daerah potensi bahaya.
Masyarakat diminta agar selalu mengantisipasi gangguan akibat abu vulkanik dari erupsi Gunung Merapi serta mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan di seputar Gunung Merapi.
BBPTKG juga menyebut apabila terjadi perubahan aktivitas yang signifikan, maka status aktivitas Gunung Merapi akan segera ditinjau kembali. Saat ini status Gunung Merapi masih dalam level III atau 'siaga' atau tidak berubah sejak November 2020.
Keesokan harinya, Minggu (12/3/2023), media sosial Twitter diramaikan dengan unggahan akun @merapi_uncover yang mengunggah gambar awan panas Merapi.
"Silahlan berimajinasi, Asap di Merapi pagi ini," tulis akun tersebut yang dibarengi dengan unggahan video berdurasi 7 detik. Video tersebut menggambarkan awan Merapi yang banyak disebut-sebut mirip sosok Petruk, tokoh rekaan dalam pewayangan Jawa.
Unggahan itu di Instagram kemudian dikomentari banyak warganet, salah satunya akun @faktahoaxdotcom. Dalam komentarnya bakun tersebut menuliskan, "Just Info : Tokoh Punokawan dalam pewayangan Jawa, Petruk, sering dibicarakan orang saat Gunung Merapi menunjukkan aktivitasnya. Ada kepercayaan bahwa sosok Mba Petruk merupakan tanda bahwa orang kecil akan dilindungi. Mbah Petruk diyakini kerap muncul berupa bentukan awan dari erupsi yang terjadi di Merapi. Kemunculan Mbah Petruk ini diklaim membawa pesan agar masyarakat waspada."
Siapakah Petruk?
Nama Petruk sebenarnya diserap dari tradisi Islam, yaitu Fatruk yang artinya tinggalkan yang jelek. Atau dalam tasawuf, jika merujuk pada anggapan yang menyebut tokoh punawakan digubah oleh para wali, Petruk berasal dari kalimat Fat-rukkulla maa siwallahi’, yang artinya tinggalkan semuanya kecuali Allah.
Menurut penelitian Ficky Pratama dari Unikom, Petruk juga sering disebut Kanthong Bolong artinya kantong yang berlubang. Hal itu mengandung makna, tiap manusia harus bersedekah dan berserah diri, seperti bolongnya kantung yang tanpa penghalang.
Petruk sendiri merupakan anak dari Gandarwa (sebangsa jin), menjadi anak angkat kedua Semar setelah Gareng. Nama lain Petruk adalah Kanthong Bolong, artinya suka berderma. Di antara saudaranya, yaitu Gareng dan Bagong, Petruk yang punya cocot kencono alias paling pandai dan pintar bicara.
Petruk tinggal di Pecuk Pecukilan, dan mempunyai satu anak, yaitu Bambang Lengkung Kusuma. Sementara istrinya bernama Dewi Undanawati. Sebagai punakawan, Petruk selalu menghibur tuannya ketika dalam kesusahaan menerima cobaan, mengingatkan ketika lupa, membela saat tuannya teraniaya.
Ada 5 sifat yang dimiliki Petruk dalam legenda, antara lain Momong, artinya bisa mengasuh, Momot yang artinya dapat memuat segala keluhan tuannya dan dapat merahasiakan masalah, lalu Momor yang artinya tidak sakit hati ketika dikritik dan tidak mudah bangga kalau disanjung, Mursid yang artinya pintar sebagai abdi dan mengetahui kehendak tuannya, dan terakhir Murakabi yang artinya bermanfaat bagi sesama.
Sosok Petruk memang tidak disebutkan dalam kitab Mahabarata. Jadi kehadirannya dalam dunia pewayangan merupakan gubahan asli kebudayaan Jawa. Di ranah Pasundan, Petruk lebih dikenal dengan nama Dawala atau Udel. Menurut pedalangan, ia adalah anak pendeta raksasa di pertapaan dan bertempat di dalam laut bernama Begawan Salantara.
Percaya tidak percaya, gambar Petruk kerap muncul saat Merapi erupsi besar. Bagi yang percaya, gambar Petruk yang muncul menunjukkan sesuatu. Misal hidung panjang Petruk mengarah ke kanan punya penafsiran tersendiri, sebab dalam pewayangan Petruk selalu menoleh ke kiri.
Mantan Guru Besar Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada, Damarjati Supadjar, pernah mangatakan, Petruk dalam masyarakat Jawa khususnya dunia pewayangan dilambangkan sebagai rakyat. Namun ketika dimainkan Dalang, wajah atau hidung petruk selalu menghadap ke kiri ke arah dalang, bukan ke arahsebaliknya. Jika wajah Petruk sudah mengarah ke kanan, itu merupakan pertanda kemarahan. Kemarahan Petruk bisa dibilang simbolisasi kemarahan rakyat, karena dalam diri Petruk melekat identitas rakyat yang kuat.
Warga yang menyakini Gunung Merapi dikuasai sosok gaib, percaya pada mitos Mbah Petruk. Sementara yang tidak percaya, menyebut awan yang keluar dari Gunung Merapi adalah awan panas biasa saja.
Advertisement