Liputan6.com, Maputo - Badai Tropis Freddy yang menghantam Afrika bagian selatan untuk kedua kalinya dalam sebulan pada akhir pekan kemarin, menewaskan lebih dari 100 orang di Mozambik dan Malawi.
Menurut Organisasi Meteorologi Dunia, Freddy adalah salah satu topan terkuat yang pernah tercatat di belahan bumi selatan.
Advertisement
Topan Freddy menerjang Mozambik tengah pada Sabtu (11/3/2023), memicu banjir yang meluas di sekitar pelabuhan Quelimane, sebelum bergerak ke pedalaman menuju Malawi dengan hujan lebat yang menyebabkan tanah longsor.
"Badai tersebut menewaskan 99 orang di Malawi, termasuk 85 orang di Blantyre," ujar Komisaris Departemen Urusan Manajemen Bencana Charles Kalemba, seperti dilansir The Guardian, Selasa (14/3/2023).
Dengan demikian, jumlah total korban tewas akibat Topan Freddy di Mozambik, Malawi, dan Madagaskar sejak topan pertama kali mendarat bulan lalu menjadi sekitar 136 orang.
Korban Diprediksi Masih Akan Bertambah
Rumah sakit pusat di Blantyre, Malawi, menambahkan bahwa terdapat 60 jenazah dan sekitar 200 korban luka dirawat di sana pada Senin siang.
"Luka-luka itu akibat pohon tumbang, tanah longsor dan banjir bandang," ujar perwakilan Doctors Without Borders Marion Pechayre. "Banyak (rumah) adalah rumah lumpur dengan atap seng, sehingga atapnya jatuh di atas kepala orang."
Juru bicara polisi Peter Kalaya mengatakan bahwa tim penyelamat terus melakukan pencarian terhadap para korban di Chilobwe dan Ndirande, dua kota yang paling parah terdampak di Blantyre, di mana hujan masih turun pada Senin dan banyak penduduk mengungsi tanpa listrik.
"Beberapa orang hilang dikhawatirkan tertimbun reruntuhan," kata Kalaya.
Perusahaan listrik nasional Malawi, Egenco, menjelaskan bahwa kapasitas pembangkit listriknya tidak stabil dan telah mengalami pemadaman total dua kali pada Senin. Perusahaan itu juga menyatakan telah menonaktifkan semua pembangkit listrik tenaga air utama untuk melindunginya dari kerusakan.
Di Mozambik, otoritas menyebutkan bahwa jumlah korban tewas sementara 10 orang. Menteri Kesehatan Armindo Tiago mengatakan, "Situasi kritis di Provinsi Zambezia. Kami tidak dapat memberikan gambaran yang akurat tentang skala kerusakan karena tidak ada komunikasi dengan semua wilayah."
Kepala advokasi, komunikasi, dan kemitraan UNICEF di Mozambik Guy Taylor menuturkan bahwa lembaga kemanusiaan di sana tidak memiliki kapasitas untuk menangani bencana sebesar ini.
"Kami melihat banyak bangunan dan klinik hancur. Rumah-rumah penduduk atapnya rusak ditiup angin, bahkan sebelum topan melanda kami telah menyaksikan banjir lokal," ungkap Taylor. "Angin telah mereda pada Senin, tetapi masih banyak banjir yang merusak tanaman dan menimbulkan risiko penyakit yang ditularkan melalui air."
Mozambik telah mengalami curah hujan tinggi dalam empat minggu terakhir, sementara Malawi tengah berjuang melawan wabah kolera paling mematikan dalam sejarahnya.
Para ilmuwan mengatakan perubahan iklim yang didorong oleh bahan bakar fosil membuat badai tropis semakin kuat karena lautan menyerap panas dari emisi gas rumah kaca. Ketika air laut yang hangat menguap, energi panas dipindahkan ke atmosfer.
Advertisement