Liputan6.com, Bandung - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengecam tindakan sewenang-wenang yayasan dan Kantor Cabang Dinas Pendidikan Jawa Barat yang memecat Muhammad Sabil Fadillah. Sabil, guru SMK Telkom Sekar Kemuning kota Cirebon diduga melanggar kode etik guru setelah mengomentari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di media sosial Instagram.
Baca Juga
Advertisement
Sabil diduga dipecat karena menggunakan kata ganti "maneh" kepada Ridwan Kamil. Kata "maneh" atau kamu dalam bahasa Sunda dinilai kasar. Adapun komentar yang ditulis Sabil dalam laman komentar akun Instagram Ridwan Kamil adalah, "Dalam zoom ini, maneh teh keur jadi sebagai gubernur, kader partai, atau pribadi ridwan kamil?" (Dalam zoom ini, anda sedang jadi gubernur, kader partai, atau pribadi Ridwan Kamil?".
P2G menilai, kasus ini masuk ke ranah etika guru dan bersifat pelanggaran ringan.
"P2G mengecam pihak yayasan yang langsung memecat Pak Sabil, tanpa proses sidang kode etik guru terlebih dahulu. Patut diduga kuat adanya intervensi dari Dinas Pendidikan atau Kantor Cabang Dinas dalam proses pemecatan ini," kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim dalam keterangan tertulis, Kamis (16/3/2023).
Satriwan mengatakan, tindakan langsung memecat guru bahkan menghapus nama guru tersebut dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Kemdikbudristek sangat merugikan, akan berdampak jangka panjang terhadap nasib guru.
Sebab, hal itu membuat yang bersangkutan akan kehilangan statusnya sebagai guru, bahkan tidak bisa lagi untuk mengikuti proses seleksi guru seperti PPPK yang mensyaratkan terdaftar di Dapodik.
"Memecat dan menghapus nama guru dari Dapodik sangat berlebihan dan reaksioner," ujar Satriwan.
Meskipun demikian, P2G tetap meminta para guru selalu mematuhi UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta semua turunan hukumnya.
Satriwan juga meminta agar para guru selalu berpedoman pada Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) dalam bersikap atau berperilaku menjalankan profesi guru. Para guru senantiasa menjaga kehormatan profesi guru.
"Kami juga tidak membenarkan jika ada guru menggunakan kata atau diksi yang dinilai kasar dalam budaya yang berlaku di masyarakat lokal atau adat," ujarnya.
Perlu diketahui, sidang Kode Etik Guru dari Organisasi Profesi Guru dapat diikuti oleh guru sebagaimana tertuang dalam Pasal 42 sampai 44, UU Guru dan Dosen. Dalam menjalankan tugas profesinya, guru dilindungi oleh UU Guru dan Dosen berikut turunannya, serta secara khusus dalam Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Guru.
Ada empat jenis perlindungan guru, yakni perlindungan profesi, hukum, kesehatan dan keselamatan kerja, serta hak atas kekayaan intelektual.
Yayasan atau sekolah apalagi Dinas Pendidikan tidak boleh begitu saja langsung memecat tanpa ada proses etik dalam sidang Dewan Kehormatan Guru berdasarkan pasal 44 ayat 3 UU Guru dan Dosen, yang menyebutkan: "Dewan Kehormatan Guru dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru".
Adapun dalam menegakkan aturan etika guru, yayasan dan Dinas Pendidikan atau KCD wajib juga merujuk KEGI yang sudah disepakati bersama lintas organisasi profesi guru difasilitasi oleh Dirjend GTK Kemdikbudristek pada akhir 2022 lalu.
"Kami mendesak Kemdikbudristek dan organisasi profesi guru, segera menyosialisasikan KEGI kepada guru dan Pemda, agar guru paham dan taat asas serta siapa pun tak bisa lagi bertindak sewenang-wenang kepada guru," kata Satriwan.
Respons Sekolah
SMK Telkom Sekar Kemuning akhirnya buka suara dan membeberkan alasan mengapa pihaknya memecat Sabil.
"Pengakhiran hubungan kerja bukan karena kasus etik guru kali ini saja, tapi ini merupakan sebuah rangkaian," kata Wakasek Kurikulum dan SDM SMK Telkom Sekar Kemuning, Kota Cirebon, Cahya Haryadi, di Cirebon, Jawa Barat (Jabar), Kamis (16/3/2023).
Sebelum pemecatan Sabil, lanjutnya, pihak sekolah dan yayasan sudah melakukan rapat terkait komentar yang kurang pantas, sehingga pemecatan jadi keputusan.
Menurut dia, yang bersangkutan sudah mendapatkan dua kali Surat Peringatan (SP) oleh pihak yayasan yaitu pada September 2021 dan SP kedua pada Oktober 2021.
Ia menjelaskan SP 1 yang bersangkutan terbukti melanggar kode etik dengan mengeluarkan kata kasar kepada peserta didik, sehingga orangtuanya tidak terima dan melaporkan kasus tersebut.
"Kami keluarkan SP pertama pada September 2021 di mana yang bersangkutan melanggar etik guru," tuturnya.
Sedangkan, pada SP kedua, lanjut Haryadi, yang bersangkutan terbukti melanggar peraturan sekolah, di mana semua yang berada di lingkungan SMK Telkom Sekar Kemuning, tidak diperbolehkan merokok dan itu dilanggar oleh Sabil.
Bahkan, menurut dia, Sabil juga sengaja mematikan kamera pengintai atau CCTV di ruang guru yang merekam aktivitasnya.
"Pada bulan Oktober 2021 SP kami keluarkan lagi dan masih masalah etika, yaitu merokok di ruang guru, ada CCTV yang mengontrol tapi oleh yang bersangkutan dimatikan," katanya.
Ia menambahkan masih banyak kasus lainnya yang dialami oleh Sabil dari awal mengajar di SMK Telkom Sekar Kemuning hingga pengakhiran hubungan kerja.
Sementara itu, mantan Guru SMK Telkom Sekar Kemuning Muhammad Sabil Fadhilah mengaku memang sudah mendapatkan dua kali SP dari sekolah. "Iya (pernah mendapatkan dua kali SP)," kata Sabil saat dihubungi.
Advertisement